Anak Kesulitan Berkomunikasi? Kenali Penyebab dan Gejala Autism Spectrum Disorder
Psikolog Octa Reni Setiawati S.Psi, M.Psi mengatakan, Autism Spectrum Disorder disebabkan genetik.
Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribun Lampung Jelita Dini Kinanti
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Pada pertengahan Mei ramai pemberitaan anak penyanyi ibukota Anji terkena Autism Spectrum Disorder. Ini merupakan gangguan perkembangan pervasif yang biasanya terlihat saat anak usia 2-3 tahun.
Psikolog Octa Reni Setiawati S.Psi, M.Psi mengatakan, Autism Spectrum Disorder disebabkan genetik, kelainan atau gangguan metabolisme, dan stress saat kehamilan ibu.
Autism Spectrum Disorder memiliki tiga gejala khusus. Gejala pertama adanya gangguan komunikasi yang membuat anak kesulitan berkomunikasi dengan orang lain.
"Gangguan itu terlihat dari adanya bahasa atau kalimat echalolic yang diucapkan anak. Contohnya ketika ditanya adek apa kabar, dia tidak menjawab pertanyaan itu dan justru ikut mengatakan adek apa kabar," ujar Psikolog dari Universitas Malahayati itu.
Gejala kedua, adanya hambatan interaksi sosial yang membuat anak kesulitan berinteraksi dengan orang lain. Sehingga anak sering dikatakan sebagai anak yang memiliki dunia sendiri.
Anak yang mengalami hambatan interaksi, terlihat dari tidak adanya kontak mata ketika bersama dengan orang lain.
Gejala yang ketiga adanya perilaku stereotip atau perilaku yang diulang-ulang. Contoh ketika dia bermain mobil-mobilan, dia fokus menjalankan mobil-mobilannya berulang ulang dari depan kebelakang.
Ketika sudah menemukan tiga gejala itu, yang harus dilakukan orang tua membawa anaknya ke ahlinya. Bisa dokter spesialis anak, psikiater, atau psikolog. Jangan membawa anak ketempat lain karena dikhawatirkan akan terjadi kesalahan penanganan jika salah diagnosa.
Saat anak sudah terdiagnosa Autism Spectrum Disorder, yang harus dilakukan orang tua harus bisa menerimanya. Jangan terlalu lama larut dalam kekhawatiran, kecemasan, dan kesedihan yang muncul saat diagnosa keluar.
Dengan begitu, orang tua bisa lebih mudah mendapatkan pengetahuan seputar anak dengan Autism Spectrum Disorder. Seperti anak mau disekolahkan dimana, karena anak dengan Autism Spectrum Disorder beda dengan anak biasa.
Sebaiknya anak disekolahkan di SLB atau sekolah inklusi. Itu karena disana memiliki program untuk mengembangkan anak dengan Autism Spectrum Disorder. Anak-anak itu jika dikembangkan dengan cara yang tepat bisa hidup dengan baik.
Bahkan tidak menutup kemungkinan akan menjadi anak yang sukses dimasa depan. Di Amerika Serikat, ada orang yang sejak kecil mengalami Autism Spectrum Disorder bisa meraih gelar PhD. Jadi jangan pernah berpikiran anak dengan Autism Spectrum Disorder tidak bisa sukses atau masa depan suram.
(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)