Menag Lukman Hakim dalam Pusaran Kasus Suap Romahurmuziy
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin disebut-sebut dalam kasus suap yang menyeret mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy.
Menag Lukman Hakim dalam Pusaran Kasus Suap Romahurmuziy
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin disebut-sebut dalam kasus suap yang menyeret mantan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy.
Mantan Kakanwil Kemenag Jawa Timur Haris Hasanuddin dalam dakwaannya menyebut Lukman menerima uang sebesar Rp 70 juta.
Dalam dakwaan Haris, Lukman disebut menerima suap sebesar Rp 70 juta dengan dua kali pemberian.
Pertama sebesar Rp 50 juta dan kedua Rp 20 juta.
Namun, Lukman membantahnya.
Lukman mengaku diberi Rp 10 juta.
Namun, ia sudah mengembalikannya.
Lukman mengembalikan gratifikasi sebesar Rp 10 juta pemberian Haris Hasanuddin itu.
Lukman mengatakan, pemberian sebesar Rp 20 juta yang disebut dalam dakwaan seharusnya adalah Rp 10 juta.
• Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin Akui Terima Uang dari Kakanwil Kemenag Jawa Timur
• KPK Sita Uang di Ruang Menteri Agama, Kemenag: Pak Menteri Sudah Minta Dijadwal Kapan Dipanggil
Uang tersebut yang dilaporkan Lukman kepada KPK sebagai gratifikasi.
"Yang Rp 20 juta itu yang benar adalah Rp 10 juta. Itu yang terjadi pada 9 Maret ketika saya hadir di Tebu Ireng saat menghadiri seminar di bidang kesehatan. Saya memang hadir di situ. Tetapi uang sebagaimana dinyatakan Saudara Haris diberikan kepada saya, sama sekali tidak pernah saya sentuh," ujar Lukman di Kantor Kementerian Agama, Jalan M.H Thamrin, Senin (3/6/2019).
Lukman mengatakan, uang tersebut diterima oleh ajudannya.
Ajudannya baru melaporkan bahwa ada "titipan" dari Haris sebesar Rp 10 juta.
Lukman mengatakan, ajudannya menyebut uang itu sebagai honor tambahan.
Namun, Lukman merasa tidak berhak mendapatkan honor tambahan dari Haris karena acara yang dihadirinya digelar oleh Pesantren Tebu Ireng dan Kementerian Kesehatan.
Akhirnya, pada 9 Maret 2019 malam, Lukman menyuruh ajudannya untuk mengembalikan uang itu kepada Haris.
"Jadi jangankan menerima, menyentuh saja tidak," ujar Lukman.
Namun, ajudannya tidak punya kesempatan untuk bertemu kembali dengan Haris.
Hingga akhirnya terjadi OTT KPK pada 15 Maret terhadap Romy dan Haris.
Sampai saat itu, Lukman tidak tahu bahwa ajudannya belum mengembalikan uang Rp 10 juta itu.
Pada 22 Maret, ajudannya baru melaporkan bahwa uang Rp 10 juta belum sempat dikembalikan.
"Maka kemudian saya memutuskan uang Rp 10 juta itu saya serahkan ke KPK sebagai gratifikasi dan saya resmi mendapatkan tanda terima gratifikasi dari KPK. Artinya KPK menerima laporan saya dan menyikapi sebagaimana ketentuan yang berlaku," ujar Lukman.
Sementara itu, terkait sisa uang Rp 50 juta, Lukman membantahnya.
Lukman mengatakan tidak pernah ada pemberian uang sejumlah itu.
• Kejar-kejaran di Lobi Hotel Saat OTT Ketua Umum PPP Rommy, Dugaan Jual Beli Jabatan di Kemenag
Menurut dakwaan jaksa, pada 1 Maret 2019, di Hotel Mercure Surabaya, Haris melakukan pertemuan dengan Lukman Hakim.
Dalam pertemuan tersebut, Lukman menyampaikan bahwa ia akan tetap mengangkat terdakwa sebagai kepala Kanwil Kemenag Jatim.
Kemudian, Haris memberikan uang kepada Lukman sebesar Rp 50 juta.
Sementara versi Lukman, dia mengaku tidak pernah melakukan pertemuan khusus dengan Haris.
Kegiatan di Hotel Mercure pada saat itu merupakan pembinaan kepada sejumlah ASN Kemenag.
Lukman mengatakan dia selalu berada di tengah kerumunan orang sejak tiba hingga meninggalkan acara.
"Jadi sama sekali Rp 50 juta itu saya tidak tahu-menahu. Tidak benar kalau dikatakan saya menerima itu," kata dia. (*)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Penjelasan Menag soal Gratifikasi yang Dilaporkan ke KPK Setelah Ada OTT