Mantan Danjen Kopassus Bebas, Panglima TNI dan Luhut Jamin Penangguhan
Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus TNI (Kopassus) Mayjen TNI Purn Soenarko akan menghirup udara bebas untuk sementara waktu.
Mantan Danjen Kopassus Bebas, Panglima TNI dan Luhut Jamin Penangguhan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Mantan Komandan Jenderal (Danjen) Komando Pasukan Khusus TNI (Kopassus) Mayjen TNI Purn Soenarko akan menghirup udara bebas untuk sementara waktu.
Mabes Polri menangguhkan penahanan Soenarko dengan jaminan dari Panglima TNI Hadi Tjahjanto dan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan.
Soenarko telah mendekam di Rutan POM Guntur Jakarta Selatan selama sebulan.
Soenarko ditetapkan sebagai tersangka kepemilikan senjata api ilegal sejak 20 Mei 2019.
Selain Soenarko, Polri juga menahan mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Purn Kivlan Zen.
Kivlan menjadi tersangka atas dua kasus, yakni dugaan kepemilikan senjata ilegal dan dugaan rencana pembunuhan sejumlah pejabat negara dan lembaga survei.
Panglima TNI sebenarnya juga meminta penangguhan penahanan untuk Kivlan Zen.
Namun, penangguhan Kivlan belum disetujui.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo beralasan bahwa Kivlan dinilai tidak kooperatif selama penanganan kasus.
• Mantan Danjen Kopassus Dipenjara, Jenderal Purnawirawan TNI Turun Tangan: Itu Kan Bekas Anak Buah
• Profil Mayor Jenderal (Purn) Soenarko, Eks Danjen Kopassus Selundupkan Senjata untuk Aksi 22 Mei
"Untuk Pak KZ, ada pertimbangan penyidik juga, baik secara objektif maupun secara subjektif. Salah satunya ada hal yang tidak kooperatif menyangkut masalah pokok perkara yang saat ini sedang didalami oleh penyidik," kata Dedi di Gedung Humas Mabes Polri, Jakarta Selatan, Jumat (21/6).
Penangguhan penahanan Soenarko dikabulkan karena dia dinilai kooperatif selama pemeriksaan.
"Penyidik memiliki pertimbangan bahwa dalam proses pemeriksaan yang dilakukan penyidik dan Pak Soenarko cukup kooperatif. Beliau menyampaikan semua terkait menyangkut suatu peristiwa yang beliau alami sendiri," tutur Dedi.
Selain itu, menurutnya, Soenarko telah berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya, tidak menghilangkan barang bukti, dan tidak akan melarikan diri.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayjen TNI Sisriadi mengungkapkan beberapa pertimbangan yang mendasari permintaan penangguhan penahanan Soenarko.
"Yaitu pertimbangan aspek hukum, pertimbangan tentang rekam jejak Mayjen TNI Purn Soenarko selama berdinas di lingkungan TNI maupun setelah purnawirawan, dan pertimbangan ikatan moral antara prajurit TNI dengan purnawirawan," ungkap Sisriadi melalui keterangan tertulis yang diterima redaksi Tribun Network, Jumat (21/6).
Soenarko lahir di Medan, Sumatera Utara, 1 Desember 1953.
Saat aktif berdinas militer, Soenarko sempat menduduki beberapa jabatan strategis antara lain asisten operasi Kasdam Iskandar Muda tahun 2002.
Ia juga pernah menjabat sebagai Kepala Staf Divisi Infanteri 1/Kostrad (2007), Komandan Jenderal Kopassus (2007-2008), Panglima Daerah Militer Iskandar Muda (2008-2009) dan jabatan terakahir Danpussenif (2009-2010).
Soenarko ditetapkan sebagai tersangka atas perkara dugaan penyelundupan senjata api ilegal dari Provinsi Aceh ke Jakarta.
Soenarko merupakan tahanan Polri. Seorang anggota aktif, Prajurit Kepala BP juga menjadi tahanan TNI. Keduanya ditahan di Rumah Tahanan Militer Guntur.
Soenarko dan Praka BP ditahan terkait kepemilikan senapan serbu M4 Carbine buatan Amerika Serikat yang didatangkan dari Aceh ke Jakarta.
• Panglima TNI Perintahkan Danpom TNI Koordinasi Terkait Penangguhan Penahanan Mantan Danjen Kopassus
Tak Boleh Intervensi
Sebelumnya, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengingatkan, proses hukum tidak boleh diintervensi pihak manapun di luar aparat penegak hukum.
Hal itu disampaikan Moeldoko mengomentari permintaan penangguhan penahanan terhadap Soenarko dan Kivlan.
"Terus terang dari awal saya mengatakan bahwa negara harusnya tidak ikut campur dalam konteks ini. Tidak mengintervensi, tidak melibatkan diri," ujar Moeldoko saat dijumpai di Kompleks Istana Presiden Jakarta, Kamis (20/6).
Moeldoko menekankan, secara psikologis, penyidik tentu bisa goyah apabila ada pejabat negara yang meminta penangguhan penahanan terhadap tersangka.
"Kami tidak mau mengurangi independensi aparat penegak hukum. Maka untuk itu, lebih baik negara tidak berpendapat," ujar Moeldoko. (tribun network/dit/kompas.com)