Hakim MK Menolak Hasil Penghitungan Suara Pilpres 2019 versi Prabowo-Sandi, Ini Alasannya

MK Menolak Hasil Penghitungan Suara Pilpres 2019 versi Prabowo-Sandi, Ini Alasannya

Editor: wakos reza gautama
Kompas.com
sidang gugatan Pilpres 2019 di MK, Kamis (27/6/2019) 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menolak hasil penghitungan suara pilpres 2019 versi Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hal itu disampaikan Hakim MK dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Paslon 02 itu sebelumnya mengklaim ada perbedaan perolehan suara versi hitungan mereka dengan versi Komisi Pemilihan Umum.

KPU menetapkan pasangan Jokowi-Ma’ruf berhasil meraih sekitar 85,6 juta suara (55,5 persen) suara, sementara Prabowo-Sandi hanya meraup sekitar 68,65 juta suara (44,5 persen).

Sementara Prabowo-Sandi meminta MK menetapkan hasil pemilihan presiden sesuai versi perhitungan mereka, yaitu Jokowi-Ma'ruf mendapat 63,57 juta (48 persen) dan pasangan Prabowo-Sandiaga 68,65 juta suara (52 persen).

Namun, MK menolak penghitungan suara versi paslon 02 itu.

"Dalil pemohon a quo tak beralasan menurut hukum," kata Hakim MK Arief Hidayat saat membaca pertimbangan putusan.

MK menilai Prabowo-Sandi tak bisa menunjukkan bukti yang cukup bagaimana perolehan suara versi mereka itu bisa didapat.

Arief menguraikan, pemohon melampirkan bukti berupa fotokopi berita acara pemeriksaan, sertifikat rekapitulasi penghitungan suara serta rekapitulasi formulir C1.

Hakim MK Nilai Tidak Ada Penyalahgunaan APBN dalam Pilpres 2019

Namun, setelah MK mencermati, pemohon tak melampirkan bukti rekapitulasi yang lengkap untuk seluruh TPS.

Hasil C1 yang dilampirkan juga merupakan hasil foto atau fotokopi, bukan hasil C1 resmi yang diserahkan ke saksi pemohon.

"Dalil pemohon tidak lengkap dan tak jelas dimana terjadinya perbedaan hasil penghitungan suara. Pemohon juga tak membuktikan dengan alat bukti yang cukup untuk meyakinkan mahkamah," kata Arief.

Selain itu, MK juga menyebut pemohon tak bisa membuktikan, apakah saksi pemohon mengajukan protes perbedaan selisih suara ini saat rekapitulasi berjenjang oleh KPU.

Tak Ada TSM di Dukungan Kepala Daerah

Dalil Paslon 02 Prabowo-Sandiaga mengenai dukungan kepala daerah terhadap paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin yang dinilai bukti adanya pelanggaran pemilu terstruktur, sistematis, masif, ditolak majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK).

Hal itu salah satu pertimbangan Majelis Hakim Konstitusi yang dibacakan dalam sidang putusan di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Dalam permohonan, tim hukum Prabowo-Sandiaga mempermasalahkan dukungan sejumlah kepala daerah terhadap Jokowi-Ma'ruf.

Menurut tim 02, hal itu menjadi bukti adanya pelanggaran pemilu secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Dalam sidang, majelis berpendapat, MK bisa menangani pelanggaran pemilu jika lembaga-lembaga penegak hukum yang diberi kewenangan tidak menindaklanjuti dugaan pelanggaran tersebut.

Karena itu, MK melihat terlebih dulu apakah dalil soal dukungan para kepala daerah tersebut ditangani atau tidak oleh lembaga lain.

Menurut Mahkamah, hampir seluruh hal yang dipermasalahkan tim 02 merupakan kewenangan Bawaslu.

Hakim Wahiduddin Adams kemudian memaparkan putusan Bawaslu terkait kasus-kasus yang melibatkan sejumlah para kepala daerah.

Putusan Bawaslu, ada aduan yang tidak diproses karena tidak ditemukan pelanggaran.

Ada pula yang terbukti melanggar aturan netralitas PNS atau UU Pemda.

Selain itu, ada pula kepala daerah yang terbukti melanggar UU Pemilu.

"Ternyata Bawaslu sudah melaksanakan kewenangannya, terlepas dari apapun putusan Bawaslu," ucap Wahiduddin.

Adapun mengenai kesaksian soal ketidaknetralan ASN yang disampaikan para saksi 02 di persidangan MK, menurut Mahkamah, ternyata sudah diputuskan oleh Bawaslu.

Selain itu, ada pula kesaksian yang tidak jelas, apakah sudah dilaporkan atau tidak ke Bawaslu.

Dengan demikian, Mahkamah menolak dalil tersebut.

"Apa yang didalilkan pemohon sebagai pelanggaran yang bersifat TSM tidak terbukti dan oleh karena itu Mahkamah berpendapat dalil a quo tidak beralasan menurut hukum," kata hakim Wahiduddin Adams.

Tidak Ada Penyalahgunaan APBN

dalil pemohon dari paslon 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tidak diterima majelis hakim Mahkamah Konstitusi ( MK).

Dalil tersebut adalah mengenai penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) oleh paslon 01 Joko Widodo-Ma'ruf Amin. 

Majelis hakim MK tidak setuju dengan dalil kecurangan pemilu berupa penyalahgunaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Salah satunya terkait kenaikan gaji pegawai negeri sipil (PNS), TNI, dan Polri.

"Dalil tersebut tidak beralasan menurut hukum," ujar hakim Arief Hidayat saat membacakan pertimbangan putusan di MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Menurut MK, pemohon tidak merujuk definisi hukum mengenai money politics dalam materi permohonannya.

Hal tersebut membuat dalil pemohon menjadi tidak jelas, apakah dalil itu sebagai modus politik uang atau vote buying.

Terlebih lagi, pemohon tidak dapat membuktikan adanya pengaruh dalil tersebut pada perolehan hasil suara.

Menurut hakim, pemohon hanya menggunakan frasa patut diduga untuk mengaitkan kenaikan gaji dengan pengaruhnya atas pilihan dukungan PNS, TNI, dan Polri.

Dengan kata lain, pemohon hanya mendasarkan pada logika dan nalar untuk membuktikan permohonannya.

"Sangat tidak mungkin bagi Mahkamah untuk mengakui dalil tersebut sebagai money politics. Hal itu juga tidak memengaruhi perolehan suara yang merugikan pemohon," kata Arief.

Dalil Baju Putih Ditolak

Majelis hakim konstitusi menolak dalil tim hukum Prabowo Subianto-Sandiaga Uno yang mempermasalahkan ajakan Joko Widodo-Ma'ruf Amir agar mengenakan baju putih ketika menggunakan hak pilih saat Pemilu 17 April 2019 lalu.

Hal itu salah satu pertimbangan putusan yang dibacakan majelis hakim dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis (27/6/2019).

Dalam permohonan, tim hukum Prabowo-Sandiaga mempermasalahkan ajakan Jokowi-Maruf agar para pendukungnya mengenakan baju putih ketika ke TPS.

Menurut mereka, ajakan tersebut merupakan pelanggaran serius.

Menurut MK, tim 02 tidak menguraikan lebih jauh apa hubungan dan korelasi antara ajakan tersebut dengan perolehan suara.

Dalam persidangan, pihak Jokowi-Ma'ruf membantah tuduhan tersebut.

Faktanya, saat 17 April lalu, tidak ada intimidasi terhadap pemilih di TPS yang dilaporkan ke Bawaslu atau Kepolisian.

Realitas lain, menurut tim 01, partisipasi pemilu 2019 meningkat dibanding Pemilu 2014.

Fakta lain, tim Prabowo-Sandiaga juga mengajak para pendukungnya untuk mengenakan baju putih ketika ke TPS.

Hal itu sesuai surat yang dikeluarkan BPN pada 12 April 2019.

Menurut Mahkamah, selama persidangan, tidak ada fakta yang menunjukkan adanya intimidasi yang disebabkan ajakan mengenakan baju putih.

Selain itu, menurut MK, tidak ada fakta pengaruh ajakan tersebut terhadap perolehan suara.

"Oleh karena itu, dalil pemohon a quo tidak relevan dan karenannya harus dikesampingkan," ucap hakim Arief Hidayat. (Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Perhitungan Suara Versi Prabowo-Sandiaga"

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved