Ibadah Haji 2019
Kisah Jemaah Calhaj Tua Indonesia, Ada yang Berangkat Sendiri sampai Tak Mau Pisah dengan Istri
Kisah Jemaah Calhaj Tua Indonesia, Ada yang Berangkat Sendiri Sampai Tak Mau Pisah Dengan Istri
Penulis: Noval Andriansyah | Editor: Reny Fitriani
Kakek yang seolah tak ingin pisah dengan istrinya itu diketahui bernama Mahmud Sopamena yang merupakan jemaah calon haji (calhaj) asal Ambon.
Mahmud berangkat bersama istrinya Nenek Kalsum Litiloli (75) untuk menunaikan rukun iman kelima yakni ibadah haji 2019.
Kisah dua kakek-nenek tersebut ditulis oleh wartawan Tribunnews.com, Muhammad Husain Sanusi langsung dari Makkah.
Saat tiba di Bandara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMMA), Madinah, Mahmud melarang petugas yang mendorong kursi roda sang istri.
Sang kakek rupanya cemburu jika ada orang lain membantu istrinya yang biasa dipanggil Mak Cum itu.
Padahal keduanya dipastikan membutuhkan pertolongan petugas karena sama-sama menaiki kursi roda.
• Usai Ibadah Haji, Turun Pesawat Jamaah Haji Asal Mamuju Tampil Glamour ala Mau Kondangan

“Sampai di Madinah kami harus turunkan mereka berdua bersama-sama menggunakan kursi roda, keduanya tidak mau dipisahkan."
Saat Mak Cum sudah jauh, Pak Mahmud marah-marah terpaksa Mak Cum kami panggil balik lagi,” kata Ketua Kloter Jusman Rivay.
Mahmud tak mau melepaskan tangan sang istri dan berkeras terus menggandeng tangannya meski berada di dua kursi roda yang berbeda.

“Cemburu, dia (Mahmud) enggak mau kami kasih (dorong) Mak Cum."
"Makanya pas kami dorong itu (kursi roda) Mak Cum harus pegang tangan."
• VIDEO 3 Tata Cara Pelaksanaan Ibadah Haji
"Setelah pegang tangan, dia harus elus-elus, pahanya, kakinya, itu pun baru dorong (kursi roda) sedikit-dikit enggak bisa jauh karena pegangan tangan."
"Pokoknya dia (Mahmud) enggak mau jauh sama istrinya,” tutur Rivay.

Mahmud merupakan anggota Kloter 13 Embarkasi UPG (Makassar) asal Ambon Maluku.
Sejak keberangkatan dari rumahnya Mahmud sudah tak mau berpisah dengan sang istri yang juga turut berhaji bersamanya.
“Pak Mahmud kami bantu naik ke ambulans sejak dari rumah, ketika naik ambulans sampai di Bandara Hasanuddin tidak mau turun dari ambulans dan harus ditemani istrinya,” kata Rivay.
Rivay menceritakan, bahkan Mahmud sempat mengamuk kepada petugas sampai akhirnya petugas harus menjemput sang istri yang kebetulan berada di barisan antrian lain.
Nenek Kalsum kemudian datang dan membujuk sang suami sampai akhirnya mau turun tapi tetap harus ditemani di sang istri.

“Akhirnya kami bawa, tapi mereka tak bisa dipisahkan."
"Dari mulai di ambulans sampai ke pesawat Mak Cum enggak bisa bergerak."
"Karena kalau sampai Mak Cum bergerak Pak Mahmud bisa marah-marah lagi,” papar Rivay.
Hal yang sama terjadi lagi saat di dalam pesawat ketika Mak Cum terpaksa harus ke toilet dua kali.
Mahmud pun harus ditangani petugas karena khawatir dipisahkan dari belahan jiwanya itu.
Hingga ketibaan di tanah suci pun masih begitu, sang kakek benar-benar tak mau melepaskan tangan istrinya.
Dan nyatanya doanya terkabul, tahun ini nenek Sarmi dijadwalkan berangkat ke tanah suci bersama kelompok terbang (kloter) 34 Embarkasi Surabaya, Kamis 18 Juli 2019.
Saat tiba di Asrama Haji Sukolilo Surabaya, senyum sumringah nenek Sarmi terus terpancar di wajahnya.
"Saya kemarin digendong dan difoto di bus."
"Saya bilang sudah jangan digendong, saya tidak sakit," kata Sarmi kemudian tertawa, seperti dikutip dari Surya.co.id, Kamis 18 Juli 2019.
Dia mengaku terus menjaga kesehatannya demi bisa berangkat ke Embarkasi Surabaya dan menunaikan Rukun Islam ke lima di Makkah.
"Saya sempat sakit-sakitan sebelum berangkat haji."
"Tapi saya berdoa kalau tidak ikut ke Surabaya ya ditunda lagi," kisah Sarmi.
Empat Kali Tunda Pendaftaran Haji
Nenek Sarmi mengatakan telah menunggu bertahun-tahun lantaran sempat tertunda hingga empat kali pendaftaran.
Dibantu seseorang yang merawatnya, Sarmi kerap menanyakan pendaftaran haji di tingkat desa hingga kecamatan.
"Saya mengurus sudah lama, mundur lagi, mundur lagi, tapi saya tunggu saja."
"Yang mendaftarkan menyuruh saya umroh saja katanya sama dengan haji, tapi saya tunggu saja tidak apa-apa bertahun-tahun," tutur Sarmi.
Keyakinan itu terus ia pegang dan Mbah Sarmi pun pasrah dalam penantiannya.
"Saya daftar di desa terus katanya disuruh daftar langsung ke Kecamatan Tulungagung."
"Saya tunggu saja, kalau beberapa tahun itu andai diambil Allah, ya monggo, saya tunggu pasrah sampai bisa berangkat," cerita Mbah Sarmi.
Menurut Mbah Sarmi, ia sempat cemas siapa nanti yang akan membantunya di tanah suci.
"Empat kali menunggu, alhamdulillah bisa diberangkatkan."
"Nanti di sana (Makkah) apa kata yang bantu, kalau jalan saya kuat ya saya jalan, kalau tidak, ya kursi roda, pasrah ikut, yang bantu (petugas haji)," katanya.
Sehari-hari Bekerja di Ladang
Mbah Sarmi membayar biaya haji dari hasil penjualan tanah peninggalan orangtuanya.
"Dikasih orangtua dulu, tanah, saya jual, saya titipkan untuk daftar haji ini, dan ternyata cukup," kata Sarmi.
Sarmi mengaku hidup sendirian di rumah sederhana.
• Pesan yang Disampaikan Maruf Amin di Makam Rasulullah SAW Saat Ibadah Haji
Dia bercerita dalam kesehariannya hanya berladang yaitu jagung maupun singkong.
"Tidak punya tabungan, seadanya itu dibuat makan, tani, hasilnya saya jual ke pasar buat makan," kata dia.
(*)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dan Surya.co.id dengan judul: Kisah Romantis Jemaah Haji Kakek-Nenek di Tanah Suci, Ogah Terpisah, Cemburu Pada Petugas dan Nenek Sarmi Asal Tulungagung yang Sebatang Kara, Bahagia Bisa Pergi Haji Meski Fisiknya Terbatas