Ahmad Mufti Salim, Ketua DPW PKS Lampung yang Tak Sungkan Cuci Baju Sendiri

Sederhana. Satu kata itu cukup untuk menggambarkan sosok politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lampung Ahmad Mufti Salim (43).

Penulis: Daniel Tri Hardanto | Editor: taryono
Istimewa
Ketua DPW PKS Lampung Ahmad Mufti Salim mengantar kedua anaknya ke sekolah. 

Ahmad Mufti Salim, Ketua DPW PKS Lampung yang Tak Sungkan Cuci Baju Sendiri

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Sederhana. Satu kata itu cukup untuk menggambarkan sosok politisi senior Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Lampung Ahmad Mufti Salim (43).

Menyandang jabatan mentereng sebagai ketua DPW PKS Lampung, ternyata kehidupan Mufti jauh dari kata glamor.

Dalam kesehariannya, anggota DPRD Provinsi Lampung dua periode (2014-2019 dan 2019-2024) ini mungkin berbeda dari wakil rakyat kebanyakan.

Sebagai santri yang menempuh pendidikan di Pondok Pesantren Krapyak, Yogyakarta, Mufti terbiasa hidup mandiri.

Meski menjadi anggota dewan, bapak empat anak ini tak sungkan melakukan pekerjaan rumah tangga seperti memasak, menyapu, mengepel, hingga mencuci baju.

Pemandangan itu terlihat saat Tribunlampung.co.id "memergoki" Mufti sedang menjemur pakaian di depan kediamannya yang berada di Perumahan Bumi Manti Cluster, Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Kedaton, Bandar Lampung, beberapa waktu lalu.

"Udah biasa, Mas. Ini kebetulan yang bantu-bantu di rumah lagi pulang kampung. Cuti sebulan. Jadi ya saya sama istri ngerjain semuanya bareng-bareng. Kadang-kadang dibantu juga sama anak-anak," kata Mufti, pekan lalu.

Bagi Mufti, pekerjaan rumah bukanlah hal asing.

Ahmad Mufti Minta Kader Berjuang Sekuat Tenaga Memenangkan Mustafa

Jelang Pilwakot PKS dan Gerindra Bermanuver, PKS Siapkan 4 Nama, Gerindra Dorong Andika dan Mirzani

Ia sudah terbiasa melakukannya sejak masih anak-anak.

Seraya mengenang, Mufti menceritakan masa-masa kecilnya.

Mengenyam pendidikan di Ponpes Krapyak, Yogyakarta, Mufti kecil harus membiasakan diri hidup dengan seadanya.

Ia dan teman-teman sekamarnya tidur dengan hanya beralaskan tikar.

Mufti juga dituntut untuk melakukan semuanya tanpa bantuan orang lain. Mulai dari mencuci baju, memasak, dan lainnya.

"Saya kan dulu jadi santri di Jogja. Ya pondok (pesantren) yang sangat sederhana. Dengan fasilitas serba terbatas. Semuanya dikerjakan sendiri, mulai dari masak, cuci baju, dan lainnya," beber pria asal Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah ini.

Saat berkendara pun, Mufti tidak bergantung pada sopir.

Sarjana syariah jebolan Islamic University of Madinah ini hanya mengajak sopir saat harus berkunjung ke luar daerah.

"Kalo ke luar kota (Bandar Lampung), baru saya sama sopir. Bukan karena saya gak mau nyetir sendiri. Tapi lebih ke faktor efisiensi. Karena sepanjang perjalanan saya terbiasa melakukan beberapa pekerjaan. Misalnya koordinasi dengan menggunakan HP (handphone). Kan bahaya kalo nyetir sambil buka HP," tutur anggota DPRD Lampung Tengah dua periode ini.

Mufti terkadang menyempatkan diri mengantar anaknya ke sekolah sebelum berangkat ke kantor.

PKS Tunjuk Sosok Ini untuk Dampingi Bupati Lampung Tengah Loekman Djoyosoemarto

Ketua DPW PKS Lampung Ahmad Mufti Salim (tengah) bersama istri menyantap nasi bungkus saat menjenguk putri sulungnya yang menuntut ilmu di sebuah ponpes.
Ketua DPW PKS Lampung Ahmad Mufti Salim (tengah) bersama istri menyantap nasi bungkus saat menjenguk putri sulungnya yang menuntut ilmu di sebuah ponpes. (Istimewa)

Tak Kampanye

Mufti adalah putra seorang tokoh Nahdlatul Ulama (NU) di Kecamatan Sendang Agung, Lampung Tengah bernama Burhanuddin.

Bisa dibilang, ketokohan ayahnya itulah yang membuat Mufti berhasil menjadi wakil rakyat kali pertama pada Pemilu 2004 silam.

Mufti mengisahkan, cerita berawal pada 2003.

Saat itu ia masih menempuh pendidikan magister di University Kebangsaan Malaysia dengan mengambil jurusan ekonomi syariah.

"Waktu itu saya lagi tesis. Tau-tau dikabari keluarga, saya dilamar PKS untuk jadi caleg. Saya nurut aja apa kata bapak," kata Mufti.

Karena masih proses menyelesaikan tesis, Mufti pun tak bisa kampanye.

Beruntung, ayahnya adalah seorang tokoh NU yang disegani.

Ayahnyalah yang menggantikan posisi Mufti untuk melakukan sosialisasi.

"Jadi ya bisa dibilang bapak yang kampanye," ujar Mufti seraya terkekeh.

"Dua minggu sebelum pemilu, saya baru pulang. Selesai ujian tesis, saya dilantik jadi anggota dewan," lanjutnya.

(Tribunlampung.co.id/Daniel Tri Hardanto)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved