Berita Lampung

2 Gading Gajah Dijual Rp 50 Juta, Tim Gabungan Amankan 3 Pelaku yang Berencana Transaksi di Bypass

Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum LHK) Wilayah Sumatera mengamankan 3 orang yang menawarkan 2 gading gajah.

|
Editor: Teguh Prasetyo
tribunlampung.co.id/hanif mustafa
Barang bukti 2 gading gajah yang akan dijual. Belum Sempat Jual 2 Gading Gajah Rp 50 Juta, 3 Orang Ditangkap di Rumah Makan di Bandar Lampung. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, Bandar Lampung - Balai Pengamanan dan Penegakkan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakum LHK) Wilayah Sumatera mengamankan tiga orang yang menawarkan dua gading gajah senilai Rp 50 juta.

Gading gajah tersebut masing-masing memiliki panjang 47 centimeter dan 50 centimeter.

Ketiga pelaku tersebut, M Ariadi Candra (45), warga Desa Kota Gapura, Kotabumi, Lampung Utara; Julvaredy Pratama, warga Desa Kotabumi Ilir, Kotabumi, Lampung Utara; dan Suadi, warga Desa Sukanegara Tanjung Bintang, Lampung Selatan, Lampung.

Mereka ditangkap saat akan bertransaksi di salah satu rumah makan di daerah Kalibalok, Jalan Soekarno Hatta, Bandar Lampung, Jumat (26/7/2019).

Kepala Seksi Wilayah III Palembang Balai Pengamanan dan Penegakan Hukum Kehutanan dan Lingkungan Wilayah Sumatera M Hariyanto mengatakan, pengungkapan perniagaan bagian satwa dilindungi ini berdasarkan iniformasi dari masyarakat.

"Kami dapati adanya perdagangan gading gajah, kemudian kami langsung membentuk tim yang terdiri dari Balai Gakum, Tim Reaksi Cepat Balai Besar Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TRC BBTN BBS), WCS (Wildlife Conservation Society), Yayasan Badak Indonesia (Yabi), dan Ditreskrimsus Polda Lampung," ungkapnya, kemarin.

Dari hasil penyelidikan didapati jika ketiganya akan melakukan transaksi di sebuah rumah makan di Bypass.

"Maka kami tindaklanjuti dengan melakukan penggrebekan ke lokasi sekitar pukul 23.00 WIB," sebut Hariyanto.

Dari hasil penggrebekan ini, kata Hariyanto, tim mengamankan tiga orang yang terlibat penjualan gading gajah ini.

"Rencananya dua gading gajah dengan panjang masing 47 centimeter dan 50 centimeter ini dijual akan Rp 50 juta," ungkapnya.

Hariyanto menuturkan, dari tiga pelaku ini baru ditetapkan dua tersangka sebagai pemilik gading gajah dan penjual.

Sementara satu orang belum ditetapkan karena statusnya sebagai keponakan pemilik dan hanya membantu.

"Yang jelas akan dijerat dengan pasal 21 ayat 2 huruf d Jo pasal 40 ayat 2 UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem, dengan hukuman paling lama lima tahun dan denda Rp 100 juta," jelas Hariyanto.

Disinggung soal apakah didapat dari transaksi atau perburuan, Hariyanto mengaku masih mendalami.

Namun gading gajah ini diperkirakan sudah disimpan dua hingga tiga tahun lamanya.

"Nantinya akan dibawa ke ACMEN untuk dianalisi DNA-nya sehingga tahu gajah ini dari keluarga mana," tandasnya.

Hasil Pengembangan

Pengungkapan transaksi dua gading gajah ini merupakan hasil pengembangan penjualan cula badak.

Ujang, anggota Tim Reaksi Cepat BBTN Bukit Barisan Selatan menuturkan pengungkapan ini berhubungan dengan upaya penangkapan pelaku penjual cula badak di Way Canguk beberapa waktu lalu.

"Tapi setelah kami periksa cula badak tersebut palsu, dan mediator kami link-nya lumayan terkait jaringan (penjualan hewan dilindungi)," bebernya, kemarin.

Pihaknya kemudian dijanjikan untuk diperlihatkan gading gajah.

"Tapi gagal, itu awal bulan ini, Juli. Dari situ kami punya jaringan di bagian investigasi sehingga didapatlah informasi soal perdagangan gading gajah ini," jelas pria yang aktif di SRS Yabi ini.

Ia meneruskan, berdasarkan penuturan pelaku, gading tersebut simpanan dan sudah disimpan dibawah lima tahun.

"Tapi kami belum bisa memastikan karena itu harus dari keterangan ahli," ujarnya.

Untuk penjualannya sendiri, dilakukan secara terbatas melalui jaringan tertentu.

"Gading ini dibawa dulu, dianalisa. Agar bisa tahu dari keluarga gajah di mana. Kalau dari bentuk, memang gading Gajah Sumatra. Tapi kami gak tahu ini Sumatra mana," paparnya.

Disinggung soal tangkapan, Ujang mengatakan, di tahun 2019 ini baru mengamankan satu perdagangan gading gajah.

Namun kalau untuk transaksi hewan dilindungi ada dua kasus.

Yakni, perburuan hewan yang dilindungi Napu di daerah Pematang Sawah Tanggamus dan kasus jual beli gading gajah Jumat kemarin.

Penelusuran Tribun, penangkapan perdagangan gading gajah pernah terjadi pada tahun Juli 2016.

Saat itu, tiga orang ditangkap di Way Jepara Lampung Timur karena menjual 43 gading gajah berbentuk pipa rokok.

Lalu pada Maret 2013, dua orang tersangka diamankan menjual pipa rokok gading gajah ukuran 15 cm sebanyak 12 batang seharga Rp 600 ribu-Rp 2 juta di Tanggamus.

Selain itu, pada Oktober 2018, Tribun Lampung juga pernah melakukan penelusuran penjualan pipa rokok berbahan gading gajah.

Penjualan pipa rokok gading gajah ini dilakukan di media sosial Facebook dan situs jual beli online.

Tidak tanggung-tanggung, untuk satu pipa gading rokok sepanjang 25 cm dengan diamter 3 cm dijual seharga Rp 25 juta.

Para penjualnya mengaku mendapatkan barang dari Lampung Timur dan Lampung Barat.

Disayangkan

Kepala Balai Taman Nasional Way Kambas Subakir sangat meyayangi adanya transaksi penjualan gading hewan yang dilindungi ini.

Menurut dia, sudah semestinya hewan tersebut dilindungi dan tidak menjadi perburuan untuk diambil gadingnya.

Meski begitu Subakir mengatakan, dalam kurun tiga tahun ini hanya ada satu kasus gajah mati karena perburuan. Yakni pada Februari 2018.

Namun kasus tersebut telah selesai. Setelahnya tidak ada kasus lagi.

Menurutnya, habitat gajah di Way Kambas relatif aman.

Patroli dilakukan secara rutin bersama mitra maupun Polisi Hutan.

Subakir menegaskan, pihaknya tidak segan melakukan tindakan tegas jika ada pemburu yang mengincar hewan yang dilindungi.

"Tidak ada toleransi, kalau ketahuan kami tindak tegas, sudah perintah dari Dirjen," tandasnya.

Kuatkan Penegakan Hukum

Yob Charles, Project Leader WWF Indonesia mengatakan, penguatan penegakan hukum menjadi langkah untuk menghentikan perdagangan gading gajah yang selama ini masih dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Penguatan ini bisa dilakukan melalui pelatihan-pelatihan kepada penegak hukum, seperti terhadap jaksa, polisi, dan gakum.

Kemudian memperkuat sistem intelijen para informan untuk mendapatkan informasi lebih akurat.

Selain itu, menggunakan multidoor. Multidoor ini maksudnya, hukuman yang diberikan tidak hanya mengacu pada UU kehutanan, tapi mengacu banyak UU yang bisa menjerat.

Sehingga, pelaku menjadi jera. Karena jika dihukum hanya satu atau dua tahun, tidak memberi efek jera. Kita tahu, pemburu dan penjual satwa atau bagian dari satwa dilindungi ini saling berkaitan.

Karena itu, perlu banyak pendekatan yang dilakukan bersama pemerintah.

Jadi perlu ada penyadaran hukum, kegiatan kampanye, serta melatih Dai Konservasi.

Dai Konservasi ini untuk menyadarkan masyarakat agar tidak melakukan perburuan dan ikut menjaga satwa.

Karena boleh dikatakan dari tahun ke tahun, perburuan bukannya berkurang tapi tinggi.

Ditandai dengan temuan-temuan jerat di wilayah populasi satwa.

Bahkan jika dihitung penurunan populasi dimulai tahun 2000 yang mana tercatat oleh pihaknya ada 500 ekor gajah di TNBBS.

Dan saat ini jauh berkurang, terhitung saat ini populasi lebih kurang 100 sampai 150 ekor.

Ini karena gading gajah masih memiliki nilai di pasar gelap.

Bahkan gading gajah memiliki pasar di online, hanya saja pasarnya sangat tertutup.

Sebab, pelaku mengetahui transaksi pipa gading bisa kena sanksi.

Karena itu, perlu pengembangan intelijen untuk memonitor perdagangan produk gading gajah ini.

(tribunlampung.co.id/hanif mustafa)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved