Tribun Bandar Lampung
LAdA-Damar Ungkap 31 Kasus Kekerasan Anak di Lampung, Terbanyak di Pringsewu
Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA-Damar) Lampung Turaihan Aldi mengungkap, setidaknya 31 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Lampung.
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG. CO.ID, BANDARLAMPUNG - Berbicara kasus kekerasan yang terjadi pada anak tak ubahnya fenomena gunung es. Meskipun berusaha dicegah melalui berbagai upaya namun tetap saja masih kecolongan.
Direktur Lembaga Advokasi Anak (LAdA-Damar) Lampung Turaihan Aldi mengungkap, setidaknya 31 kasus kekerasan terhadap anak terjadi di Lampung sepanjang Januari-Agustus 2019 ini.
"Terbanyak di Pringsewu 7 kasus kekerasan, disusul Lampung Utara 6 kasus dan Bandar Lampung 5 kasus. Sisanya tersebar di kabupaten/ kota lainnya mulai dari 1 dan 2 kasus," beber Turaihan kepada Tribun Lampung melalui pesan whatsapp, Jumat (2/8/2019).
Data ini, terusnya, tercatat dan bersumber melalui media online lokal dan pendampingan lembaga advokasi anak (LAdA-Damar). Dari 15 kabupaten/kota di Lampung, tercatat 11 diantaranya menjadi tempat kejadian perkara kekerasan terhadap anak.
Perinciannya, perkosaan sebanyak 11 kasus (29,72 persen), incest 5 kasus (13,51 persen), pencabulan 5 kasus (13,51 persen), kemudian sodomi 2 kasus (5,40 persen). Disusul dengan kasus trafficking anak untuk tujuan seksual 1 kasus (2,70 persen).
"Tingginya angka kekerasan dipicu oleh kemiskinan dan pendidikan rendah dari orangtua. Tekanan kebutuhan ekonomi dan lingkungan sosial yang tidak kondusif terhadap tumbuh kembang anak, akan sangat mempengaruhi tingkat perlindungan dan tumbuh kembang anak," kata Turaihan.
Terkait kasus incest (hubungan seks sedarah) yang terjadi, paparnya, semua dari latar belakang keluarga miskin. Meningkatnya kualitas perilaku kekerasan seksual terhadap anak yang terjadi ini menurutnya pada level yang semakin mengkhawatirkan.
Rata-rata anak korban kekerasan seksual mengalami peristiwa kekerasan seksual paling sedikit 2 kali, bahkan yang terjadi di kecamatan Belalau dengan korban anak berusia 11 tahun telah mengalami kekerasan seksual selama 6 tahun. Pelakunya tak lain adalah ayah kandungnya sendiri.
Di Pringsewu anak penyandang diffabel harus mengalami kekerasan seksual selama 1 tahun yang pelakunya adalah ayah kandung, kakak, dan adik kandung. Ada juga pelaku dan korban kekerasan seksual adalah anak-anak, seperti yang terjadi di Kotabumi, Lampung Utara.
Sebenarnya pihak pemerintah Provinsi Lampung saat ini juga terus melakukan upaya pencegahan tindakan kekerasan terhadap anak. Baik dengan gencar melaksanakan tahapan kota/kabupaten Layak Anak (KLA).
"Sosialisasi pelayanan dan perlindungan hak anak juga terus dilakukan baik di sekolah-sekolah dan lingkungan masyarakat. Tentunya sosialisasi ini dengan tujuan untuk menekan angka kekerasan terhadap anak," ujarnya.
Melihat tingkat kekerasan seksual terhadap anak, khusus nya incest yang di lakukan hingga dalam kurun waktu cukup lama, menurutnya adalah hal yang perlu digaris bawahi.
"Banyak faktor yang mempengaruhi, apakah tekanan sosial akibat dari kemiskinan sudah sedemikian besar mempengaruhi tingkat stres orangtua hingga tega melampiskannya terhadap anak," tukasnya.
Aspek hukum perlindungan anak telah mengalami revisi dikala UUPA tersebut tidak memenuhi rasa keadilan, hingga lahir undang-undang Nomor 17 Tahun 2016, hasil dari perubahan Undang-Undang nomor 35 tentang perlindungan anak.
Melihat angka kekerasan seksual terhadap anak ini, dikhawatirkan masih akan terus meningkat. "Di tahun 2019 apabila pemerintah gagal menekan angka kekerasan seksual terhadap anak, maka tidak berlebihan apabila Lampung berada dalam zona darurat kekerasan seksual terhadap anak," ucapnya.
Angka yang tercatat bersumber dari korban dan keluarga yang melaporkan dan terekspos di media, dan masih banyak korban dan keluarganya yang tidak melaporkan karena berbagai macam alasan.(Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia M)