Jangan Takuti Anak dengan Hantu Agar Nurut Melakukan Sesuatu, Ini Dampaknya

Tak sedikit anak menonton tayangan televisi yang seharusnya belum jadi tontonan anak usianya. Seperti tayangan film animasi monster atau hantu.

Tribunlampung.co.id/Sulis
Psikolog Mirra Septia Veranika 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID,BANDARLAMPUNG - Tak sedikit anak menonton tayangan televisi yang seharusnya belum jadi tontonan anak usianya. Seperti tayangan film animasi monster atau hantu. Sehingga menyebabkan anak menjadi takut dan terbawa dalam kesehariannya.

Psikolog dari Klinik Tumbuh Kembang Anak Pelangi Hati Bandar Lampung Mirra Septia Veranika MPsi mengatakan, sebenarnya rasa takut adalah hal yang dipelajari atau lingkungan yang mengenalkan.

Sehingga saat anak merasakan ketakutan melihat monster, badut, atau hantu di tayangan televisi, itu adalah bentuk dari proses pembelajaran dan pemahaman dari apa yang dia lihat.

"Belum jika orangtuanya tanpa disadari menakut-nakuti anak ketika anak tidak menuruti perkataannya. Misal jangan main terus di luar sudah mau gelap nanti ada hantu, perkataan orangtua ini begitu diingat oleh anak," kata Mirra kepada Tribun.

Jika dikaitkan dengan pendidikan dan psikologi, hal itu berdampak tidak baik terhadap anak karena memberikan pemahaman yang salah yang terus akan diingat oleh anak, terlebih ini berkaitan dengan hal yang sifatnya tidak realistis.

Menenangkan Anak yang Marah Tanpa Teriak-teriak dan Cara Mengatasi si Kecil yang Hobi Melompat

"Kalaupun anak menonton tayangan seperti monster atau hantu, orangtua memiliki peran untuk menjelaskan sesuai yang seharusnya atau disesuaikan dengan agama," ungkapnya.

Seperti mengatakan jika memang ada mahluk lain selain manusia namun tidak akan menganggu jika sang anak rajin solat, tidak nakal. "Kaitkan dengan agama tanpa membohongi anak, jelaskan secara mudah sesuai tahapan umurnya," ujar Mirra.

Tak jarang orangtua justru menakuti anak dengan hal yang tidak realistis agar mau mengerjakan atau melakukan sesuatu. Padahal itu justru akan memberikan dampak negatif terhadap psikologis anak dan justru akan merugikan orangtua.

"Karena adanya perasaan takut itu tadi, anak misal jadi nggak berani ke kamar mandi sendiri, nggak berani ngambil minum sendiri. Kan orangtua juga yang akan direpotkan jika anaknya tidak mandiri," katanya.

Konsep takut sebaiknya jangan diajarkan dan dibangun untuk hal yang sifatnya tidak nyata. Bagi anak yang sudah terlanjut memiliki ketakutan, jika usia masih dibawah 7 tahun persepsinya masih gampang diubah. Misla melalui metode dongeng atau bercerita yang dikaitkan dengan kehidupan nyata.

"Misal ada film hantu, ketika ada petir lalu suasana gelap, dia nongol. Nah katakan eh pernah kan pas gelep, petir, nyatanya nggak ada apa-apa, itu karena adek berdoa sebelum tidur," bebernya.

(Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia M)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved