KPK Umumkan 4 Tersangka Baru e-KTP, Beberkan Peran Tersangka Miryam Anggota DPR RI Sampai Tanos
Kasus kasus korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, mulai memasuki babak baru.
Penulis: Romi Rinando | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Kasus kasus korupsi pengadaan proyek Kartu Tanda Penduduk berbasis elektronik atau e-KTP, mulai memasuki babak baru.
Setelah cukup lama tak terdengar kelanjutan kasus yang juga telah menjerat mantan Ketua DPR Setya Novanto, kini KPK Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengumumkan empat tersangka baru, Selasa (12/8/2019).
Ke-empat tersangka itu punya peran yang sudah didalami KPK.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang menuturkan, KPK masih menelusuri kasus yang merugikan negara sebesar Rp 2,3 triliun ini dan menduga ada sejumlah pihak yang juga harus bertanggung jawab.
Pengembangan yang dinanti Pengembangan kasus ini dinanti banyak pihak, termasuk elemen masyarakat sipil. Seiring berjalannya waktu, upaya penuntasan kasus ini terus ditagih kepada KPK.
Pada 12 Mei 2019, misalnya, Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Transparency International Indonesia (TII) memasukkan kasus ini ke dalam 18 kasus korupsi lama dalam skala besar yang belum dituntaskan KPK.
Dari catatan ICW dan TII dalam kasus-kasus tersebut, masih ada pihak-pihak lain yang diduga terlibat, namun belum terjerat. Selain itu, aktor utama di balik kasus belum terungkap, tersangka ada yang belum ditahan; dan belum adanya perkembangan yang signifikan.
Mereka berharap kasus ini bisa segera dituntaskan. Di sisi lain, Pimpinan KPK Agus Rahardjo dan empat koleganya dalam sejumlah kesempatan pun menjanjikan kasus e-KTP ini terus dikembangkan.
• Sub Holding Gas Siap Akselerasi Pengembangan Infrastruktur dan Niaga Gas Bumi Domestik
• Jenderal Andika Perkasa Ungkap Alasan Tetap Pertahankan Enzo
• Pernah Jaga Warung, Adipati Dolken Kini Jadi Artis Ternama
Kasus ini terbilang kakap jika dilihat dari dugaan kerugian keuangan negara yang mencapai Rp 2,3 triliun. Jumlah itu diperoleh dari perhitungan pembayaran yang lebih mahal dibandingkan harga rill proyek.Total pembayaran kepada konsorsium yang dipimpin Perum Percetakan Negara RI (PNRI) itu sebesar Rp 4,92 triliun.
Padahal, harga rill pelaksanaan proyek tahun anggaran 2011-2012 itu sekitar Rp 2,62 triliun. Banyak pihak yang terlibat Selain dari skala kerugian keuangan negara, kasus ini relatif besar karena melibatkan banyak orang, dari unsur eksekutif, legislatif dan pengusaha.
• Dirdik KPK Brigjen Aris Tiba-tiba Bongkar Kebobrokan Penyidikan Kasus E KTP
• Jenderal Andika Perkasa Ungkap Alasan Tetap Pertahankan Enzo
• Nama-nama Besar Bakal Terjaring Kasus E KTP, Waspada Goncangan Politik
Sebelum empat tersangka baru ini, dalam pokok perkara saja, KPK sudah menjerat delapan orang. Sebanyak tujuh orang sudah divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi oleh pengadilan.
Mereka adalah mantan Ketua DPR Setya Novanto, dua mantan pejabat Kementerian Dalam Negeri, Irman dan Sugiharto, pengusaha Made Oka Masagung dan mantan Direktur PT Murakabi Sejahtera Irvanto Hendra Pambudi Cahyo.
Kemudian pengusaha Andi Naragong dan Direktur Utama PT Quadra Solution Anang Sugiana Sudiharjo.
Terakhir, adalah mantan anggota Komisi II DPR Markus Nari. Ia merupakan orang ke-8 yang rencananya segera menjalani persidangan pada Rabu (14/8/2019) ini.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Koruspi (KPK) Saut Situmorang (kanan) didampingi Juru Bicara KPK Febriadiansyah (kiri) menyampaikan keterangan pers terkait pengembangan kasus dugaan korupsi KTP Elektronik di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
KPK dalam pengembangannya telah menetapkan empat tersangka baru yakni MSH, ISE, HSF dan PLS sehingga sampai saat ini KPK telah memproses 14 orang dalam perkara dugaan korupsi pengadaan KTP Elektronik.
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang pun memastikan kasus ini terus berlanjut, setelah empat orang menjadi tersangka baru pada Selasa (13/8/2018). KPK menduga masih ada pihak lain yang terlibat dan menikmati aliran dana dalam korupsi proyek e-KTP.
"Kalau penyidik bicara strategi, ya kita tunggu strateginya seperti apa. Mengenai nama-nama lain, ketika Anda harus tanya siapa berbuat apa, penyidik yang lebih paham, tetapi, kalau Anda tanya saya, saya punya perhitungan sendiri, tetapi saya enggak bisa bilang di sini, di ekspose saya sampaikan pikiran saya," kata Saut di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (13/8/2019).
• Sub Holding Gas Siap Akselerasi Pengembangan Infrastruktur dan Niaga Gas Bumi Domestik
• Karyawan Dihukum Makan Ikan Hidup dan Minum Darah karena Gagal Penuhi Target
• Baru 15 Tahun, Elysia Jadi Mahasiswa Termuda Unpad 2019
Secara personal, Saut mengaku menaruh perhatian khusus pada kasus ini. Ia berjanji terus mengawal pengembangan kasus ini hingga masa jabatannya selesai pada akhir 2019 nanti.
"Kasus ini saya kawal betul. Jadi sekali lagi ya imbauan agar bersabar dulu untuk kemudian kita konsisten mendalami ini, siapa-siapa berbuat apa, itu mungkin nanti yang perlu proses.
KPK tetap berlanjut menindaklanjuti kasus ini," ujar dia.
Empat tersangka baru Empat tersangka baru yang diumumkan itu adalah mantan anggota DPR Miryam S Hariyani; Direktur Utama Perum Percetakan Negara RI (PNRI) Isnu Edhi Wijaya.
Kemudian, Ketua Tim Teknis Teknologi Informasi Penerapan Kartu Tanda Penduduk Elektronik Husni Fahmi; dan Direktur Utama PT Sandipala Arthaputra, Paulus Tanos.
Mereka dianggap ikut melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Peran empat tersangka Miriam, Isnu, Husni dan Fahmi memiliki peran tersendiri di kasus ini. Miriam S Hariyani diduga meminta uang 100.000 dollar Amerika Serikat (AS) pada Mei 2011 kepada Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil saat itu, Irman. Tak sampai di situ, Miriam diduga meminta uang dengan kode "uang jajan" kepada Irman.
Permintaan itu mengatasnamakan rekan-rekannya di Komisi II yang akan reses. Dalam pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, Miriam diduga diperkaya 1,2 juta dollar AS terkait proyek e-KTP. Kemudian, Isnu Edhi Wijaya. Ia berperan dalam membantu langkah sejumlah perusahaan yang tergabung dalam konsorsium PNRI untuk menjadi pemenang lelang.
Caranya dengan melakukan pendekatan terhadap Irman dan pejabat Kemendagri lainnya, Sugiharto. Isnu termasuk pihak yang menyanggupi permintaan Irman agar menyediakan fee ke sejumlah anggota DPR.
Atas perbuatannya Isnu, manajemen bersama Konsorsium PNRI diduga diperkaya Rp 137,98 miliar dan Perum PNRI diperkaya Rp 107,71 miliar. Ketiga, Husni Fahmi. Ia berperan mengubah spesifikasi, rencana anggaran biaya, dan syarat lainnya dengan tujuan mark-up.
Husni juga diduga diperintahkan Irman untuk mengawal PNRI, Astragraphia dan PT Murakabi Sejahtera agar bisa lulus persyaratan. "Tersangka HFS diduga tetap meluluskan, meskipun ketiganya tidak tidak memenuhi syarat wajib, yakni mengintegrasikan Hardware Security Modul (HSM) dan Key Management System (KMS)," ujar Saut. Dalam kasus ini, Husni diduga diperkaya 20.000 dollar AS dan Rp 10 juta.
Terakhir, Paulus Tanos. Ia diduga memengaruhi Standard Operating Procedure (SOP) pelaksanaan kerja, struktur organisasi pelaksana kerja, dan spesifikasi teknis yang kemudian dijadikan dasar untuk penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS).
Kemudian pada tanggal 11 Februari 2011 ditetapkan oleh Sugiharto selaku pejabat pembuat komitmen (PPK). Paulus juga diduga bertemu dengan Isnu, pengusaha Andi Narogong, dan Direktur Biomorf Lone LLC Johannes Marliem untuk membahas pemenangan konsorsium PNRI dan menyepakati fee sebesar 5 persen serta skema pembagian beban fee yang akan diberikan ke beberapa anggota DPR RI dan pejabat Kemendagri.
"Dan sebagaimana telah muncul di fakta persidangan dan pertimbangan hakim dalam perkara dengan terdakwa Setya Novanto, PT Sandipala Arthaputra diduga diperkaya Rp 145,85 miliar terkait proyek ini," ujar Saut. (sumber kompas.com)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Menanti Babak Baru Kasus Korupsi E-KTP....",