Sanksi Pidana di 3 Undang-undang Menanti Jika Sengaja Bakar Hutan dan Lahan

Tindakan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja bisa berakibat sanksi pidana. Sanksi ini terdapat setidaknya pada tiga undang-undang (UU).

Penulis: kiki adipratama | Editor: Yoso Muliawan
Istimewa
ILUSTRASI - Titik panas atau hotspot 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tindakan pembakaran hutan dan lahan secara sengaja bisa berakibat sanksi pidana. Merujuk Kompas.com, Sanksi ini terdapat setidaknya di tiga undang-undang (UU).

Pertama, UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Pasal 78 ayat 3 UU Kehutanan menyebut pelaku pembakaran hutan bias terjerat sanksi pidana penjara 15 tahun serta denda maksimal Rp 5 miliar.

Kemudian, UU Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan. Pasal 8 ayat 1 UU ini menyatakan seseorang yang sengaja membuka lahan melalui pembakaran lahan bisa terkena sanksi pidana penjara 10 tahun dan denda maksimal Rp 10 miliar.

Terakhir, UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Pasal 108 UU ini berbunyi, seseorang yang sengaja membuka lahan melalui pembakaran lahan bisa terjerat sanksi pidana penjara minimal 3 tahun dan maksimal 10 tahun serta denda maksimal Rp 10 miliar.

Polda Lampung telah memastikan siaga mengantisipasi potensi kebakaran hutan dan lahan. Termasuk potensi kebakaran di 22 titik panas berdasarkan pantauan foto citra satelit dari Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika Lampung.

Kepala Bidang Hubungan Masyarakat Polda Lampung Komisaris Besar Zahwani Pandra Arsyad menjelaskan kebakaran hutan dan lahan bisa terjadi ketika ada aktivitas pembukaan lahan.

"Ada dua langkah antisipasinya, yaitu soft approach dan hard approach. Ini sesuai instruksi Kapolri Jenderal Tito Karnavian," katanya, Sabtu (24/8/2019).

Ia memaparkan soft approach merupakan langkah pencegahan melalui sinergi dengan tokoh masyarakat, tokoh pemuda, serta pamong setempat.

"Mulai dari RT, RW, tokoh pemuda, para pemangku kepentingan, melakukan pendekatan bahwa membuka lahan dengan cara membakar itu tidak baik," ujar Pandra.

Sementara hard approach, jelas Pandra, adalah langkah penindakan melalui penyidikan dugaan tindak pidana dalam aturan lingkungan hidup dan kehutanan.

"Upaya pencegahan maupun penindakan ini menjadi kewenangan kapolres setempat," katanya.

"Apabila memang terjadi kebakaran lahan, dilakukan pemadaman secepatnya. Kemudian melakukan penyelidikan yang diserahkan kepada para kapolres," tandas Pandra.

Titik Panas

Sebanyak 22 titik panas atau hotspot terpantau di Lampung. Adanya titik-titik panas tersebut berpotensi menyebabkan kebakaran hutan dan lahan.

Badan Meterologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) serta Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung pun mengimbau masyarakat waspada mengenai potensi kebakaran hutan dan lahan ini.

Kepala Seksi Data dan Informasi BMKG Lampung Rudi Hariyanto mengungkapkan 22 titik panas itu terpantau melalui foto citra satelit, Jumat (23/8/2019).

"Dari pantauan, hotspot yang paling banyak itu terdeteksi di Tulangbawang," katanya, Sabtu.

Titik panas di Lampung terpantau ada di lima kabupaten. Rinciannya delapan titik di Tulangbawang sekaligus yang terbanyak, empat titik di Lampung Tengah, empat titik di Lampung Timur, empat titik di Mesuji, dan dua titik di Way Kanan.

BMKG mengimbau masyarakat khususnya di daerah yang terdeteksi terdapat hotspot agar waspada terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan.

"Waspada mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi. Jangan melakukan pembakaran sembarnagan atau meninggalkan api, termasuk para petani," ujar Rudi.

Pihaknya meminta masyarakat tidak melakukan pembakaran lahan secara sembarangan tanpa pengawasan.

"Masyarakat harus waspada terhadap perubahan suhu dan cuaca. Jangan sembarangan membuang puntung rokok, melakukan pembakaran lahan sembarangan, maupun hal lain yang bisa menyebabkan kebakaran lahan," kata Rudi.

Catatan BMKG Lampung, suhu panas pada musim kemarau saat ini hampir merata di Lampung. Namun, di beberapa daerah yang terdeteksi adanya hotspot, jelas Rudi, kondisi suhu panasnya di atas rata-rata.

"Di beberapa lokasi, hotspot muncul akibat cuaca yang terlalu panas. Sedangkan di daerah lain masih dalam tingkat panas yang aman," ujarnya.

BMKG pun berpesan agar masyarakat cepat melapor kepada pihak terkait jika terjadi kebakaran.

"Laporkan kepada pihak terkait seperti kepolisian, TNI, dan BPBD setempat," kata Rudi.

Adapun musim kemarau, ungkap Rudi, masih akan berlangsung hingga September nanti.

"Angin yang melalui daratan Australia memicu pengurangan pasokan air hujan maupun air tanah. Akibatnya, air tanah menjadi kering," ujarnya.

Sementara BPBD Lampung akan berkoordinasi dengan instansi-instansi terkait atas informasi titik-titik panas tersebut.

"Kami akan koordinasikan dengan instansi-instansi lain," kata Kepala Sub Bidang Pencegahan BPBD Lampung Madiono, Sabtu.

Pihaknya juga mengimbau masyarakat untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan pada musim kemarau ini.

"Kami meminta masyarakat mencegah pembakaran-pembakaran. Selalu siap siaga terhadap kemungkinan yang akan terjadi," ujar Madiono.

(Tribunlampung.co.id/Kiki Adipratama)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved