Tribun Lampung Barat

Di Balik Video Viral Petani di Lampung Buang Berton-ton Tomat ke Jurang

Karena frustrasi, sejumlah petani membuang berton-ton tomat ke dalam jurang. Peristiwa itu terlihat dalam sebuah video yang beredar di WhatsApp.

Penulis: Ade Irawan | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Ade
Siti Kotimah (kiri) bersama ibunya saat ditemui di kediamannya di Dusun Sampot, Desa Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat, Rabu (4/9/2019). Siti menceritakan alasannya membuang berton-ton tomat ke dalam jurang. 

Di Balik Video Viral Petani di Lampung Buang Berton-ton Tomat ke Jurang

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BALIK BUKIT - Harga tomat yang anjlok hingga Rp 500 per kilogram membuat para petani merugi puluhan juta.

Dalam dua bulan terakhir, harga tomat terus mengalami penurunan.

Hal tersebut termasuk di Lampung Barat.

Di-bully secara Brutal, Bocah 8 Tahun Dibakar Teman Sekolah, Para Pelaku Tertawa Sebelum Kabur

Keluar SPBU, Mobil Daihatsu Terios Terbakar, Sebelumnya Sopir Datsun Go+ Terkurung Api Dalam Mobil

Kondisi itu membuat seorang petani terlilit utang hingga Rp 70 juta.

Mirisnya, ia menggadaikan tanahnya untuk modal menanam tomat.

Karena frustrasi, sejumlah petani membuang berton-ton tomat ke dalam jurang.

Peristiwa itu terlihat dalam sebuah video yang beredar di WhatsApp.

Dalam video itu, mereka meminta pemerintah segera menyikapi anjloknya harga tomat.

Hal tersebut agar petani tidak merugi.

Usut punya usut, video tersebut dibuat di Pekon Sedampah, Kecamatan Balik Bukit, Lampung Barat beberapa hari lalu.

Dari informasi yang dihimpun Tribunlampung.co.id, video itu dibuat seorang warga Dusun Sampot, Desa Padang Cahya, Kecamatan Balik Bukit bernama Fredi.

Saat hendak ditemui, Fredi tidak berada di tempat.

 

Alhasil, Tribunlampung.co.id bertemu dengan sepupunya, Siti Kotimah.

Siti Kotimah juga bertani tomat di Desa Padang Cahya.

Siti mengaku juga ikut dalam aksi membuang berton-ton tomat ke dalam jurang.

Siti dan Fredi membuang tomat-tomat tersebut karena kecewa harganya yang anjlok.

Sementara, persediaan sangat melimpah.

"Kita buang karena tidak laku."

"Biasanya ngirim tomat ke Bandar Lampung, Palembang, dan Jakarta," jelas Siti, Rabu (4/9/2019).

Siti menyebutkan, setiap peti berisi tomat hanya bernilai Rp 10 ribu.

"Satu peti 50 kilogram."

"Dengan harga cuma Rp 500 per kilogramnya, artinya dari satu peti hanya mendapat Rp 25 ribu."

"Sedangkan, harga petinya aja Rp 10 ribu dan biaya ojek Rp 10 ribu," ungkapnya.

Itu belum termasuk ongkos petik Rp 50 ribu per orang per hari.

"Dari 500 peti, baru dapet Rp 5 juta. Sedangkan modal Rp 35 juta."

"Paling dari 1 kilo kita dapat Rp 100," beber Siti.

Menurut Siti, tidak sedikit petani tomat yang terlilit utang.

Mereka terpaksa meminjam modal dengan nominal minimal Rp 15 juta. 

"Karena modal untuk satu gulung atau tiga rantai (1 rantai setara 400 meter persegi) hanya menghasilkan 100 peti."

"Saya modalnya tiga gulung atau sembilan rantai, hasilnya sampai 500 peti atau 25 ton dengan modal Rp 35 juta," ungkap Siti.

Siti menjelaskan, harga tomat tertinggi pernah mencapai Rp 5.000 sampai Rp 6.000 per kg.

Tapi, itu sekitar tiga bulan lalu.

Selama dua bulan terakhir, kata dia, harga tomat terus mengalami penurunan hingga hanya Rp 500 per kg.

"Kami petani tomat berharap, walaupun murah tapi jangan terlalu."

"Jadi walaupun rugi, tidak terlalu banyak. Paling tidak modal kita balik. Ya paling murah minimal Rp 1.500," tuturnya.

"Kalo agen tidak akan susah. Karena mereka dapat menyesuaikan harga."

"Jadi naik atau turun, mereka nggak masalah. Tapi kalo petani pasti susah," pungkasnya.

Suami Bunuh Istri hingga Terungkap Surat Pernah Dikirim: Santi Kau Kuceraikan dengan Talak Satu

Polisi Jalan Kaki 5 Jam Tangkap 3 Pembantu Asal Lampung, Terkait Kasus Istri Bakar Suami dan Anak

Simak videonya:

(tribunlampung.co.id/ade irawan)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved