Perjuangan 15 Tahun Tak Kenal Lelah Istri Munir Minta Keadilan
Lima belas tahun sudah kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib mandek tanpa ada penyelesaian.
Perjuangan 15 Tahun Tak Kenal Lelah Istri Munir Minta Keadilan
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Lima belas tahun sudah kasus pembunuhan aktivis Hak Asasi Manusia Munir Said Thalib mandek tanpa ada penyelesaian.
Peringatan demi peringatan berlangsung setiap tahun, tetapi upaya penuntasan kasus tersebut masih gelap.
Kios kecil di kawasan Lebak Bulus, Jakarta Selatan, penuh sesak dengan puluhan anak muda, Sabtu (7/9/2019).
Kursi yang terbatas membuat sebagian besar dari mereka berdiri berdesakan.
Bahu saling bersentuhan, bahkan pengunjung yang datang belakangan terpaksa tak kebagian tempat dan hingga menunggu di luar kios bernama Ojo Keos.
Puluhan anak muda itu berkumpul untuk memperingati 15 tahun kasus pembunuhan aktivis HAM Munir.
Pembacaan dokumen Tim Pencari Fakta (TPF) pembunuhan Munir mewarnai peringatan kali ini.
Di tengah berdesak-desakan, mereka menyimak secara seksama pembacaan ringkasan dokumen TPF.
Istri almarhum Munir, Suciwati, ikut serta dalam peringatan 15 tahun kasus pembunuhan Munir.
• Koordinator Kontras: Banyak Kekuatan Politik yang Ingin Gagalkan Pengungkapan Kasus Munir
• Kebalik Dunia Kalau SBY Dianggap Terlibat Pembunuhan Munir, Gunakan Akal Sehat
Sudah bertahun-tahun ia juga berjuang agar kasus pembunuhan suaminya menemui jalan terang.
Terkatung-katungnya pengusutan kasus pembunuhan suaminya membuat Suciwati setengah berseloroh saat membuka acara peringatan di Kios Ojo Keos.
"Kemudian kita bertanya, berapa tahun lagi kasus ini bisa dituntaskan?" katanya.
Nada bicara dan raut wajah Suciwati tegas sekaligus geram saat mengucapkan kalimat tersebut.
Berikutnya, puluhan lembar ringkasan dokumen TPF dibacakan secara bergantian oleh anak-anak muda pegiat HAM.
Berharap kepada Presiden
Aktivis Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Yati Andriyani berharap pemerintahan Joko Widodo periode kedua membawa harapan baru penuntasan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya.
Ia secara khusus meminta Jokowi membersihkan kabinetnya dari orang-orang yang terindikasi terkait dengan pelanggaran HAM.
Menurut Yati, apabila Presiden Jokowi berani mengambil langkah tersebut di kabinet baru nanti, pihaknya yakin pemerintahan periode 2019-2024 perlahan bisa menuntaskan kasus pembunuhan Munir dan pelanggaran HAM lainnya.
"Kami minta presiden membersihkan kabinetnya dari orang-orang yang diduga terkait dengan pelanggaran HAM," ujar Yati. "Kalau masih diberi panggung, maka kasus-kasus pelanggaran HAM tidak akan bisa diselesaikan," imbuhnya.
Munir, jelas Yati, sudah menjadi simbol kemanusiaan dan keadilan di Tanah Air.
Jika Jokowi berani tegas, menurut dia, sama halnya Jokowi memberi harapan kepada para pencari keadilan di negeri ini.
"Presiden bisa mengambil langkah dengan memanggil orang-orang yang dulu ada di Tim Pencari Fakta (TPF) kasus Munir untuk meminta penjelasan," kata dia.
"Kemudian, memanggil Kapolri, Kejagung, dan Menkumham untuk segera mengambil tindakan membongkar kasus ini. Dari hukum tata negara, itu sangat bisa dilakukan," imbuhnya.
Dokumen TPF
Pada intinya, dokumen TPF berisi rekomendasi agar kasus pembunuhan Munir kembali dibuka.
Tujuannya untuk mencari dalang alias aktor intelektual pembunuhan Munir.
Pada 2016, dokumen TPF yang hilang sempat menuai polemik.
Sejak Komisi Informasi RI menyatakan dokumen TPF kasus Munir merupakan informasi publik dan harus diumumkan, pemerintah belum mengambil langkah konkret untuk menjalankan keputusan tersebut.
Bahkan, Kementerian Sekretariat Negara mengaku tidak menyimpan dokumen hasil penyelidikan yang telah diserahkan oleh TPF kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 2005.
Presiden Jokowi akhirnya memerintahkan Jaksa Agung Muhammad Prasetyo untuk mencari dokumen TPF, meskipun hasilnya nihil hingga saat ini.
Wacana pencarian dokumen pun terus bergulir bagai bola liar.
Munir yang akrab disapa Cak Munir diduga kuat dibunuh saat dalam penerbangan menuju Amsterdam, Belanda, 7 September 2004.
Waktu kejadian diduga kuat antara Selasa dini hari hingga Rabu pagi.
Cak Munir yang berada di dalam Garuda Indonesia GA 974 rute Jakarta-Amsterdam dan transit di Singapura didapati sudah tak bernyawa.
Waktu kematian diperkirakan dua jam sebelum pesawat mendarat di Amsterdam.
Kapolri sudah tujuh kali berganti. Mulai dari Jenderal Da'i Bachtiar hingga Jenderal Tito Karnavian.
Namun, kasus ini seperti berjalan di tempat.
Banyak pihak menduga dalang di balik pembunuhan Munir masih berkeliaran bebas.
Proses hukum terhadap orang yang dianggap terlibat dalam pembunuhan Munir memang telah dilakukan.
Pengadilan sudah menjatuhkan hukuman 14 tahun penjara kepada Pollycarpus Budihari Priyanto, yang saat itu merupakan pilot Garuda Indonesia.
• Haru, Suaminya Dipenjara karena Kasus Munir, Istri Bertahan Hidup dengan Jualan Telur Asin
Vonis hukuman tersebut juga telah diwarnai berbagai upaya hukum di berbagai tingkatan peradilan.
Selain itu, pengadilan menghukum Direktur Utama Garuda Indonesia saat itu, Indra Setiawan, satu tahun penjara.
Ia dianggap menempatkan Pollycarpus dalam penerbangan tersebut.
Adapun pada 13 Desember 2008, mantan Deputi V Badan Intelijen Negara Mayor Jenderal Purn Muchdi Purwoprandjono selaku terdakwa dalam kasus ini divonis bebas dari segala dakwaan. (Tribun Network/Kompas.com)