Presiden BJ Habibie Murka Sampai Berdiri dari Tempat Duduknya, Eks Jenderal Kopassus Jadi Sasaran
Namun siapa sangka, BJ Habibie ternyata pernah memarahi seorang eks Jenderal Kopassus.
Penulis: Wakos Reza Gautama | Editor: wakos reza gautama
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Kabar duka datang dari tanah air. Presiden ke-3 RI, BJ Habibie meninggal dunia.
BJ Habibie meninggal dunia di RSPAD Gatot Subroto Rabu (11/9/2019) sekitar pukul 18.05.
BJ Habibie meninggal dunia karena menderita penyakit jantung.
Semua rakyat Indonesia berduka atas kepulangan Bapak Dirgantara ini.
Para tokoh tak hentinya berdatangan melayat ke rumah duka.
Presiden Joko Widodo bahkan melayat ke RSPAD Gatot Subroto begitu mendengar kabar duka ini.
Banyak kenangan yang ditinggalkan BJ Habibie semasa hidup.
Siapa tak mengenal BJ Habibie? Tentu semua orang Indonesia mengenal sosoknya.
BJ Habibie dikenal sebagai sosok yang kalem dan bersahaja.
Namun siapa sangka, BJ Habibie ternyata pernah memarahi seorang eks Jenderal Kopassus.
Kemarahan BJ Habibie ini diceritakan dalam buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando, yang ditulis oleh Hendro Subroto.
Di dalam buku itu, BJ Habibie diceritakan memarahi Letjen TNI (Purn) Sintong Panjaitan.
Sintong Panjaitan pada saat itu menjadi penasehat Hankam Presiden BJ Habibie.
• Cerita Habibie Tak Takut Mati karena Ainun Menunggunya di Dimensi Lain
Sintong Panjaitan juga adalah mantan Komandan Jenderal Kopassus.
BJ Habibie adalah Presiden ke-3 RI menggantikan Soeharto.
Ketika itu Soeharto harus meletakkan jabatannya sebagai Presiden RI karena tuntutan massa dan mahasiswa.
BJ Habibie ketika itu menjadi Wakil Presiden RI, secara otomatis menggantikan Soeharto sebagai Presiden RI.
Situasi saat itu, kacau. Krisis ekonomi, politik, keamanan terjadi di Indonesia.
Peristiwa kerusuhan Mei 1998 menjadi masa kelam dalam sejarah Republik Indonesia.
Banyak korban berjatuhan dari peristiwa tersebut.
Sebagai prajurit militer dan penasehat Hamkam Presiden BJ Habibie, Sintong menilai terjadinya kerusuhan Mei 1998 adalan kegagalan aparat keamanan.
Sintong lalu memberi saran kepada Presiden BJ Habibie.
Di dalam ruang kerja presiden, Sintong terlibat pembicaraan dengan BJ Habibie.
Sintong menyarankan Presiden BJ Habibie memisah jabatan Menteri Hankam dengan Panglima ABRI.
Di era tersebut, jabatan Menteri Hankam dijabat Panglima ABRI.
Pada saat itu, Menteri Hankam/Panglima ABRI dijabat Jenderal Wiranto.
Sintong menyarankan agar Wiranto tidak lagi menjadi Panglima ABRI dengan alasan Wiranto sudah terlalu lama memegang jabatan Menteri Hankam/Panglima ABRI di era Presiden Soeharto.
Sintong mengusulkan Hendropriyono sebagai Panglima ABRI yang baru menggantikan Wiranto.
"Alangkah bijaksananya kalau Panglima ABRI dijabat oleh orang baru. Hendropriyono diangkat menjadi Panglima ABRI menggantikan Wiranto, sedangkan jabatan Menteri Hankam diberikan kepada Wiranto," ujar Sintong kepada BJ Habibie sebagaimana dikutip dari buku Sintong Panjaitan, Perjalanan Seorang Prajurit Para Komando.
BJ Habibie ternyata tidak senang mendengar saran yang sudah sering dilontarkan Sintong.
BJ Habibie marah. Ia langsung berdiri dari tempatnya duduk.
"Pak Sintong, saya tidak mau seperti itu!" sergah BJ Habibie dengan nada marah.
• BJ Habibie Meninggal Dunia, Wapres Jusuf Kalla Panjatkan Doa: Kita Kehilangan Putra Terbaik Bangsa
BJ Habibie menarik kedua kain saku dari celana dan dua saku dari baju model safari yang dikenakannya.
"Lihat! Ekspor nol. Impor nol. Saya tidak punya uang. Bagaimana saya membangun negara ini? Saya tidak mau melakukan sesuatu yang kontra produktif!"
Melihat hal itu Sintong kaget. Ia tidak pernah melihat BJ Habibie semarah itu.
Akhirnya Sintong paham bahwa BJ Habibie tidak akan merubah pendiriannya mengenai pemisahan jabatan Menteri Hankam/Panglima ABRI.
Sintong juga menyadari bahwa posisinya hanyalah penasehat presiden.
Sintong kemudian berkata bahwa dirinya mendukung keputusan presiden yang menyatakan jabatan Menhankam/Panglima ABRI tetap menjadi satu.
Keputusan ini diambil untuk memudahkan kontrol dan Wiranto diangkat kembali sebagai Menhankam/Pangab.
Setelah percakapan tersebut, Sintong pamit keluar dari ruangan dengan tata cara militer.
Tanpa disangka, Presiden BJ Habibie mengejarnya. Mereka berdua berangkulan di dalam ruangan.
"Kita kan saudara pak Sintong," ujar BJ Habibie.
Sintong menjawab, "Kalau Pak Habibie mengangkat Wiranto sebagai Menhankam/Panglima ABRI, maka bapak harus memberikan kewenangan sepenuhnya kepada Wiranto untuk menguasai Angkatan Bersenjata. Tidak ada seorang jenderal pun yang boleh menghadap Bapak, kecuali Wiranto."
Usul ini disetujui BJ Habibie. BJ Habibie tidak memperkenankan perwira tinggi ABRI termasuk kepala staf Angkatan menghadap presiden, kecuali bersama atau atas permintaan Panglima ABRI.
BJ Habibie juga berjanji akan memberikan wewenang penuh kepada Wiranto untuk memimpin Angkatan Bersenjata.
Ini berbeda dengan era Soeharto dimana presiden masih bisa mengendalikan Panglima ABRI.
Sementara di era Habibie, Panglima ABRI punya wewenang kekuasaan penuh memimpin Angkatan Bersenjata.
Sebagai timbal balik, Wiranto menunjukkan loyalitasnya kepada BJ Habibie.
(Tribunlampung.co.id/Wakos Gautama)