ILC TVOne Malam Ini Bahas Tema Kontroversi RKUHP: Dari Pasal Kumpul Kebo sampai Penghinaan Presiden
ILC TVOne Selasa (24/9/2019) Bahas Tema "Kontroversi RKUHP: Dari Pasal Kumpul Kebo sampai Penghinaan Presiden
Penulis: taryono | Editor: taryono
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - ILC TVOne Selasa 24 September 2019 akan membahas tema "Kontroversi RKUHP: Dari Pasal Kumpul Kebo sampai Penghinaan Presiden".
Demikian disampaikan pembawa acara ILC TVOne Karni Ilyas via akun resmi Twitternya, Senin 23 September 2019.
Unggahan Karni Ilyas pun langsung dibanjiri beragam komentar dari netizen.
Ada yang meminta menghadirkan Rocky Gerung, ada juga mengusulkan narasumber Ridwan Saidi.
Diketahui, ada 11 daftar pasal kontroversial RUU KUHP yang berujung munculnya gelombang demontrasi mahasiswa mulai Senin hingga Selasa siang ini.
Merespons hal tersebut, Presiden Jokowi menyatakan akan menunda pengesahan RUU KUHP.
Berikut 11 daftar pasal kontroversial RUU KUHP
1. Hukum Adat
Hukum adat menjadi salah satu pasal RUU KUHP yang kontroversi karena pelanggaran hukum adat di masayarakat bisa dipidana. Hal ini masuk dalam pasal nomor 2.
2. Kebebasan Pers dan Berpendapat
Dalam pasal kontroversial RUU KUHP nomor 218 ayat 1 tertulis bahwa setiap orang yang menyerang kehormatan atau harkat dan martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dapat dipidana. Bahkan hukumannya paling lama 3 tahun, 6 bulan.
3. Aborsi
Tindakan aborsi diatur dalam pasal kontroversial RUU KUHP nomor 251, 470, 471, dan 472. Prinsipnya, semua bentuk aborsi adalah bentuk pidaha dan pelaku yang terlibat bisa dipenjara kecuali bagi korban pemerkosaan, termasuk tenaga medisnya tidak dipidana.
4. Kumpul Kebo
Pasal RUU KUHP tentang kumpul kebo diatur dalam pasal 417 ayat 1. Dalam pasal tersebut, tertulis bahwa setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinahan dengan penjara paling alam 1 tahun atau denda kategori II.
5. Memelihara Hewan
Seseorang yang memelihara hewan tanpa pengawasan sehingga bisa membahayakan orang atau hewan lainnya dapat dipidana paling lama 6 bulan. Hal itu tertuang dalam pasal RUU KUHP nomor 340 RUU KUHP.
6. Gelandang Didenda Rp 1 Juta
Pasal Kontroversial RUU KUHP lainnya, mengenai denda yang diberikan pada gelandangan sebesar Rp 1 juta, Aturan ini terdapat dalam Pasal nomor 432.
7. Alat Kontrasepsi
Dalam Pasal Kontroversial RUU KHUP nomor 414 menyebutkan, setiap orang yang secara terang-terangan, mempertunjukan, menawarkan, menyiarkan tulisan, atau menunjukkan alat kontrasepsi kepada anak diancam pidana atau denda. Tercatat, perbuatan tersebut dapat dipidana paling lama enam bulan.
8. Korupsi
Bagi pelaku korupsi dalam pasal kontroversial RUU KUHP hanya dipidana selama dua tahun. Hukuman ini lebih ringan dibandingkan dalam KUHP yang lama, yakni hukuman paling sedikit enam tahun penjara.
9. Penistaan Agama
Dalam Pasal RUU KUHP 313 tentang penodaan agama seseorang bisa dipidana selama 5 tahun lamanya. Hal itu berlaku bagi orang yang menyiarkan, menunjukan, menempelkan tulisan, gambar, atau rekaman, serta menyebarluaskannya melalui kanal elektronik
10. Santet
Tindakan santet bagi orang yang menawarkan jasa praktik ilmu hitam bisa diancam pidana. Hal itu tertuang dalam Pasal Kontroversial RUU KUHP 252.
11. Pencabulan Sesama Jenis
Pasal kontroversial RUU KUHP yang terakhir, adalah pencabulan yang terdapat pada Pasal 421. Dalam draft aturan tersebut, makna pencabulan diluaskan kepada sesama jenis.
Sepakat untuk Menunda
Ketua DPR Bambang Soesatyo memahami keinginan Presiden Joko Widodo yang meminta empat rancangan undang-undang ( RUU) untuk ditunda pengesahannya.
Untuk itu DPR melalui Forum Badan Musyawarah (Bamus) dan forum lobi sepakat untuk menunda RUU Kitab Undang-undang Hukum Pidana ( KUHP) dan RUU Lembaga Permasyarakatan.
Hal tersebut untuk memberikan waktu, baik kepada DPR maupun pemerintah untuk mengkaji dan menyosialisasikan kembali secara masif isi dari kedua RUU tersebut agar masyarakat lebih bisa memahaminya.
Adapun dua RUU lain, yakni RUU Pertanahan dan RUU Minerba, masih dalam pembahasan ditingkat I dan belum masuk dalam tahap pengambilan keputusan.
Pasal 20 ayat (2) UUD 1945 mengamanatkan bahwa “Setiap RUU dibahas DPR dan presiden untuk mendapat persetujuan bersama. Tanpa persetujuan kedua belah pihak, setiap RUU tidak bisa disahkan menjadi UU”.
"Karena ditunda, DPR bersama pemerintah akan mengkaji kembali pasal per pasal yang terdapat dalam RUU KUHP, khususnya yang menjadi sorotan publik,” ujar Bambang melalui rilis tertulis, Selasa (24/9/2019).
Dengan demikian, lanjutnya, masyarakat bisa mendapatkan penjelasan yang utuh, tak salah tafsir, apalagi salah paham menuduh DPR dan pemerintah ingin mengebiri hak-hak rakyat.
Melibatkan profesor hukum
Bendahara Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar 2014-2016 ini menjelaskan, pada dasarnya penyusunan RUU KUHP sudah melibatkan berbagai profesor hukum dari berbagai universitas, praktisi hukum, ataupun lembaga swadaya dan organisasi kemasyarakatan.
Dengan begitu, keberadaan pasal per pasal yang dirumuskan bisa menjawab berbagai permasalahan yang ada dalam masyarakat Indonesia.
"Pembahasan RUU KUHP sudah dimulai sejak 1963, melewati masa tujuh kepemimpinan presiden dengan 19 Menteri Hukum dan HAM. Kami sebenarnya sudah berada di ujung. Jika saat ini terjadi berbagai dinamika di masyarakat, sepertinya ini lebih karena sosialisasi yang belum masif,” tutur pria yang akrab disapa Bamsoet ini.
Walaupun pada kenyataannya, kata dia, selama ini DPR melalui Komisi III telah membuka pintu lebar dalam menampung aspirasi.
“Para anggota DPR juga membawa aspirasi dari konstituen mereka.Memang tidak semua aspirasi bisa diterima. Karena itu, kami libatkan berbagai profesor hukum dengan berbagai kepakaran untuk meramu formulasi terbaik," tutur Bamsoet.
Walaupun RUU KUHP ini ditunda oleh DPR dan pemerintah, Kepala Badan Bela Negara FKPPI ini berharap RUU KUHP ini tetap menjadi catatan sejarah dalam perjalanan bangsa ini.
"Sebab, seluruh sumber daya dan pemikiran telah tercurah dari para profesor, ahli, dan praktisi hukum seperti Prof Muladi maupun yang sudah wafat seperti (alm) Prof Soedarto, (alm) Prof Roeslan Saleh, dan (alm) Prof Satochid Kartanegara untuk menuntaskan RUU KUHP ini,” kata Bamsoet.
RUU KUHP sebenarnya akan menjadi momentum terlepasnya Indonesia dan penjajahan hukum peninggalan kolonial selama kurang lebih 101 tahun.
“Bukan hanya berdikari, sebagai sebuah bangsa kita punya martabat karena bisa melahirkan RUU KUHP yang terdiri dari 626 pasal yang merupakan hasil karya anak bangsa," kata Bamsoet. (Tribunlampung.co.id/Taryono)