Modus Pemerasan Oknum Polisi dalam Kasus Narkoba Terkuak, Jaksa Bentak Brigadir Jenli
Modus Pemerasan Oknum Polisi dalam Kasus Narkoba Terkuak, Jaksa Bentak Brigadir Jenli.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, MEDAN - Modus Pemerasan Oknum Polisi dalam Kasus Narkoba Terkuak, Jaksa Bentak Brigadir Jenli.
Empat anggota Polsek Medan Area, Sumatera Utara, diseret ke meja hijau.
Keempat oknum polisi ini duduk di kursi pesakitan sebagai terdakwa pemerasan.
Empat oknum polisi ini didakwa memeras orang tua tersangka narkoba.
Mereka meminta uang Rp 50 juta kepada orang tua tersangka yang ditangkap.
Jika tidak mau menyerahkan uang, keempat oknum ini mengancam akan membawa anak korban pemerasan ke kantor polisi.
Sempat terjadi negosiasi antara orang tua tersangka dengan para oknum polisi.
Hingga akhirnya disepakati uang sebesar Rp 20 juta sebagai 'mahar'.
Keempat polisi ini ditangkap setelah ada laporan dari orang tua tersangka.
Kasus ini pun berlanjut ke pengadilan.
Sidang sudah memasuki tahap mendengarkan keterangan terdakwa.
Sidang ini berlangsung di PN Medan.
Pada sidang tersebut, jaksa penuntut umum sempat membentak salah satu oknum polisi yang menjadi terdakwa.
Dalam siidang kasus pemerasan dan pengancaman yang dilakukan empat personel Polsek Medan Area, menemui titik terang usai salah satu terdakwa mengakui ada melakukan negosiasi pemerasan.
Hal ini terungkap dalam sidang beragendakan saksi mahkota, dimana keempat terdakwa Bripka Jenli Hendra Damanik (39), Aiptu Jefri Andi Panjaitan (40), Brigadir Akhiruddin Parinduri (34) dan Aiptu Arifin Lumbangaol (40) bersama Dedi Pane saling bersaksi satu sama lain.
Awalnya, pertanyaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Joice Sinaga terkait adanya negosiasi uang pemerasan terhadap orang tua M Irfandi dari Rp 50 juta menjadi Rp 20 juta terhadap terdakwa Arifin Lumban Gaol.
"Ya benar ada negosiasi," ungkapnya sambil mengangguk.
Hal itu sontak membuat Jaksa Joice mengungkapkan. "Itu baru mantap," cetusnya.
Namun, tiba-tiba terdakwa Jenli Damanik menyebutkan bahwa tidak ada negosiasi. "Sebenarnya itu tidak ada negosiasi," cetusnya.
Hal itu langsung membuat amarah Jaksa Joice memuncak dan langsung membentak "Saya tidak bertanya kepada anda," tegasnya dengan suara lantang.
Terkait dengan pemerasan tersebut, ternyata usai dicerca pertanyaan oleh tiga Majelis Hakim, para terdakwa mulai mengakui perbuatannya.
Jenli Damanik yang bertindak sebagai katim dalam penangkapan ini juga menyebutkan bahwa dirinya ada meminta Rp 50 juta namun tidak ada melakukan negosiasi.
"Kalau saya tidak ada nego, saya ada minta 50. Tapi tidak ada nego yang seperti dikatakan jaksa," cetus Jenli.
Saat ditanya Hakim anggota Abdul Kadir terkait SOP penangkapan bahwa yang dilakukan para terdakwa yang tidak membawa ke kantor, Jenli mengakui hal tersebut salah.
"Harusnya membawa ke komando, tapi kami bawa ke Jalan Gandhi. Pada saat itu kami mau pengembangan, disitu ada saya Akhiruddin dan Arifin. Memang disitu saya salah, lalu sekitar jam 5 sore saya sudah mengembalikan dan memerintahkan Akhiruddin untuk bawa terdakwa kantor," jelasnya.
Terdakwa, Dedi Pane juga mengakui bahwa dirinya ada diperintah oleh terdakwa Arifin Lumban Gaol untuk membawa terdakwa bersama teman wanitanya.
"Setelah saya ditelefon antara Arifin atau Akhiruddin. Disity mereka minta tolong bawakan sepeda motor," Jelasnya.
Bahkan, ia juga menyebutkan mendengar adanya percakapan negosiasi antara orang tua terdakwa dengan Akhiruddin dan Arifin.
"Ya saya ada yang nampak antara Jefri dan Akhirudin yang menelefon orang tuanya untuk negosiasi. Saya tidak tahu itu nelefon pakai hp siapa. Tapi setelah diperintah oleh Akhiruddin saya sempat ambil uang itu bersama Tanggok. Tapi tanggoknya melarikan diri, saya yang ketangkap," cetusnya.
Hal ini berbeda dari sidang-sidang sebelumnya dimana keempat terdakwa terus membantah keterangan semua saksi yang bersaksi di persidangan.
Mulai saksi korban, saksi dari personil Polrestabes Medan yang menangkap hingga keterangan BAP Kanit Reskrim juga dibantah.
Sebekumny, dalam dakwaan JPU Arta Rohani Sihombing, keempatnya ditangkap pada 26 Maret 2019 sekira pukul 21.00 WIB bertempat di Jalan Mandala By Pass Kelurahan Tegal Sari Mandala I Kec. Medan Denai kota Medan.
“Melakukan perbuatan, yang menyuruh melakukan dan yang turut serta melakukan perbuatan, dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang” ungkap Jaksa Arta
Kejadian bermula pada 26 Maret 2019 sekitar pukul 03.00 WIB dimana terdakwa Arifin Lumban Gaol datang ke Jalan Mamia Bromo Medan dan bertemu dengan terdakwa Akhirudin Parinduri dan Terdakwa Jefri Panjaitan.
lalu Akhirudin mengatakan kepada terdakwa Arifin ”Bang, kita mau ada kerja, menangkap Narkotika”, lalu terdakwa Arifin menjawab :”Sudah hubungilah rusamu dimana ketemu, biar kita kerjakan”.
"Selanjutnya Akhiruddin pun menghubungi orang yang dikatakan sebagai pemberi informasi, kemudian Akhiruddin mengatakan kepada Arifin 'Bentar lagi kita bergerak," tutur Jaksa.
Setelah itu Arifin dengan mengendarai sepeda motor Yamaha bersama dengan Jefri berboncengan dengan Akhiruddin pergi menuju Jalan Halat Simpang AR Hakim Kota Medan untuk menunggu melintas target yang akan ditangkap.
Lalu sekira pukul 03.45 WIB, saksi M. Irfandi yang merupakan target melintas dengan mengendarai 1 unit sepeda motor Honda Scoppy.
"Kemudian terdakwa Arifin, Akhiruddin dan Jefri menangkap saksi Irfandi dan melakukan penggeledahan, kemudian ditemukan 1 kotak minyak GPU yang berisi 1 set alat penghisap sabu-sabu dari tempat penyimpanan barang bagian sebelah kiri depan sepeda motor," ungkap JPU Arta.
Kemudian ketiga oknum terdakwa sepakat untuk tidak membawa saksi M. Irfandi ke Polsek Medan Area.
Kemudian terdakwa Arifin menghubungi terdakwa Deni Pane (berkas terpisah) dan mengatakan :”Bang ke Gedung Arca dulu bang, bawakan kereta tersangka ini.
"Lalu Deni menjawab :”Iya bang bentar”, kemudian Deni datang ke Jalan Gedung Arca Medan tepatnya di depan kantor penggadaian dan ditempat tersebut bertemu dengan ketiga polisi serta Irfandi dan Putri Intan Sari Siregar (belum tertangkap)," jelas Jaksa.
Deni mengetahui bahwa kedua pelaku tersebut tidak dibawa ke Polsek Medan Area untuk diproses secara hukum.
Lalu para terdakwa membawa saksi M. Irfandi dan Putri, yang mana Irfandi dibonceng Akhiruddin dengan mengendarai Honda Scoppy dengan kondisi kedua tangan diikat didepan dengan tali sepatu.
"Sedangkan Putri dibonceng oleh Terdakwa Arifin dan Deni dengan mengendarai sepeda motor milik Irfandi. Dimaan selanjutnya mereka pergi menuju ke Jalan Gandhi Medan, dan berhenti di sebuah warung yang dalam keadaan sudah tutup," terang Jaksa.
Kemudian Terdakwa Jefri memaksa saksi Irfandi untuk menyediakan uang sebesar Rp 50 juta agar permasalahan kepemilikan narkotika sabunya diselesaikan jika tidak M. Irfandi akan dibawa ke Polsek Medan Area untuk diproses secara hukum.
Ia menyuruh Irfandi untuk menghubungi orang tuanya melalui handphone yaitu saksi Mhd. Rusli dengan kondisi handphone diaktifkan loudspeakernya dan mengatakan :”Pak, aku ditangkap polisi”.
Kemudian orang tua Rusli menanyakan kepada anaknya Irfandi :”Dimana, apa masalahnya?”, lalu lalu ia mengatakan :”Ada sabu-sabu dikantong celana saya, dan bong didalam jok kereta saya, tolonglah pak diuruskan, orang ini minta Rp. 50.000.000 kalau ada dilepas aku”,
Lalu saksi Rusli bertanya :”Mana Polisinya”, lalu terdakwa Jefri berbicara dengan Rusli dan mengatakan :”Ini bapak si Fandi, ini anak bapak kami tangkap, ada ditemukan dikantong celananya sabu-sabu dijalan gedung arca bersama dengan teman perempuannya”.
"Kemudian saksi Rusli menanyakan :”Macam mana anak saya ini”, lalu terdakwa Jefri mengatakan :”Kalau mau diselesaikan (tidak diproses hukum) sediakan uang Rp 50 juta. Lalu saksi Rusli mengatakan :”Ga adalah pak uang saya segitu," jelas Jaksa Arta.
lalu terdakwa Jefri mengancam :”Kalau gak ada kita proses ini”, kemudian Rusli mengatakan :”Tunggulah dulu pak saya berembuk dengan keluarga saya, kalau bisa jumpa dulu pak, saya tidak kenal dengan bapak, dimana saya jumpa dengan bapak dan darimana saya cari uang, saya tidak punya uang Rp 50 juta.
"Lalu terdakwa Jefri mengatakan :”Jangan lama-lama nanti kami bawa kekantor”, lalu saksi Rusli mengatakan :”Kalau bisa kita jumpa jam 08.00 WIB pak, dimana saya jumpai bapak”, dan ia mengatakan :”Sekitar jalan Asia, depan Rumah Makan Garuda," terangnya.
Kemudian sekitar pukul 05.45 WIB terdakwa Deni Pane bersama dengan tiga polisi membawa saksi Irfandi dan Putri ke rumah Tanggok yang terletak di Jalan AR Hakim Gang Buntu Kota Medan.
Setibanya mereka dirumah tersebut, Terdakwa Jefri menghubungi Terdakwa Jenli dengan mengatakan:”Gimananya kok gak datang kau”.
Lalu terdakwa Jenli menjawab :”Oke bang, kemana aku bang”, dan Jefri mengatakan: ”Uda langsung aja kau ke Jalan AR. Hakim Gg. Buntu”.
"Kemudian terdakwa Jenli datang ketempat tersebut, lalu terdakwa Jefri kembali menyuruh saksi M. Irfandi untuk menghubungi orang tuanya untuk menanyakan tentang penyelesaian berapa jumlah uang yang akan diserahkan oleh orangtua saksi," tuturnya.
Namun belum ada kepastian dan kesepakatan berapa jumlah uang yang akan diserahkan saksi.
Selanjutnya terus terjadi komunikasi melalui handphone antara saksi Rusli dengan Terdakwa Jenli dan Terdakwa Akhiruddin secara bergantian menghubungi saksi Rusli tawar menawar jumah uang yang akan diserahkan.
"Sehingga akhirnya sekitar pukul 18.00 WIB disepakati jumlah uang yang akan diserahkan Rusli adalah sebesar Rp 20.000.000 juta dengan perjanjian saksi M. Irfandi akan dibebaskan dan tidak diproses secara hukum. Dan uang tersebut akan diserahkan di depan Rumah Sakit Muhammadiyah di Jalan Mandala By Pass Medan," jelas Jaksa.
Kemudian terdakwa Akhiruddin dan Jenli menyuruh Deni Pane dan Tanggok untuk pergi ke Rumah Sakit Muhammadiyah untuk mengambil uang sebesar Rp. 20.000.000 dengan mengendarai sepeda motor Honda Beat warna putih.
Lalu sekitar pukul 21.00 WIB Deni Pane dan Tanggok tiba dan bertemu dengan orang tua Irfandi, Rusli, lalu Tanggok berkata : “Bapaknya Fandi ya ?”, dan saksi Mhd. Rusli menjawab : “Iya”, dan kemudian di jawab Tanggok: “ Udah Disiapkan Yang Dipesan Tadi Pak”.
Kemudian di jawab saksi Mhd. Rusli tersebut : “Udah…udah…bentar…ya…” dan selanjutnya saksi Rusli mengeluarkan plastiK dalam jok dan kemudian langsung diambil oleh Tanggok.
"Setelah itu saksi Bambang Wiji Mahendro dan saksi Galih Prakoso yang merupakan personil Polrestabes Medan melakukan penangkapan terhadap Deni Pane, mamun Tanggok berhasil melarikan diri, dan kemudian Deni dibawa ke Polrestabes Medan guna proses hukum selanjutnya," tutur Jaksa.
Sekitar pukul 22.00 WIB Tanggok kembali ke rumahnya di Jalan A. R. Hakim Gang Buntu kota Medan, dimana pada saat itu Terdakwa Jenli, Akhiruddin dan Terdakwa Arifin masih berada dirumah Tanggok.
Pada saat itu Tanggok mengatakan bahwa Deni tertangkap oleh polisi, sedangkan ia berhasil melarikan diri.
"Kemudian tanggal 27 Maret 2019 sekira pukul 02.00 Wib Terdakwa Jenli dan Terdakwa Akhiruddin membawa saksi M. Irfandi ke Polrestabes Medan atas kepemilikan Narkotika jenis Sabu," terangnya.
Jaksa menjelaskan perbuatan keempat terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 368 ayat (1) jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. "Diancam Karena Pemerasan Dengan Pidana Penjara Paling Lama Sembilan Bulan," tutup Jaksa.
(tribunmedan.com)
Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul "Terdakwa Oknum Anggota Polsek Medan Area Mengaku Minta Rp 50 Juta dan Lakukan Negosiasi"