Perawat Lampura Tersandung Kasus Hukum
Sambil Menangis Perawat Jumraini Minta Tidak Kembali Ditahan: Anak Saya Masih Balita, Butuh ASI
Jumraini dalam hal ini menyampaikan kiranya agar tidak mendapatkan tahanan kembali untuk kali keduanya.
Penulis: anung bayuardi | Editor: Reny Fitriani
TRIBUNLAMPUNG.Co.ID, KOTABUMI - Dalam persidangan lanjutan, agenda pembelaan dari Jumraini perawat yang tersandung hukum menyampaikan pembelaan secara pribadi, Selasa 10 November 2019.
Jumraini dalam hal ini menyampaikan kiranya agar tidak mendapatkan tahanan kembali untuk kali keduanya.
Alasannya, Ia memiliki anak-anak yang masih kecil usianya. “Ada seorang anak saya yang masih balita. Jadi masih butuh perhatian ekstra dari saya. Anak Saya juga masih butuh Asupan Air Susu Ibu (ASI),” ujarnya sambil menyeka air mata.
Dalam kesempatan itu juga, dirinya menceritakan kondisinya yang di saat pemeriksaan pernah mengalami keguguran, akibat kelelahan dalam pemeriksaan yang harus bolak-balik rumah ke kantor polisi.
“Saya harap majelis hakim memperhatikan pertimbangan dari Saya,” ujar Dia.
Ibu dua anak ini juga mengatakan dirinya sebagai tulang punggung keluarga.
Kondisi ibunya yang saat ini juga sedang sakit butuh perhatiannya.
Karena itu, Dia mengharapkan dapat terbebas dari tuntutan yang disangkakan kepada dirinya.
Kemudian, Ia tidak bermaksud untuk membunuh seseorang, melainkan faktor kemanusiaan yang ingin menolong korban untuk membantu menyembuhkan.
“Saya kepada keluarga besar Alex meminta maaf,” katanya lirih.
Bantah Lakukan Pembedahan dengan Cara Dibekuk Pakai Pisau Stenlis Kecil
Pengadilan Negeri Kotabumi Lampung Utara gelar sidang Jumraini, perawat yang tersangkut hukum, Selasa 10 November 2019.
Sama seperti sidang-sidang sebelumnya, dalam sidang Kasus Perawat Lampura ini tetap dipimpin Eva M.T Pasaribu selaku ketua majelis hakim, dengan anggota Rika semula dan Suhadi Putra Wijaya.
Sebagai Jaksa Budiawan, sedangkan kuasa hukum dari terdakwa, Candra Septi Maulidar, M. Siban, Jasmen Nadeak.
Dalam pembelaannya yang dibacakan Jasmen, menyoal tuntutan dari jaksa penuntut umum, tidak ada pemuatan keterangan saksi dan keterangan ahli yang tidak sesuai dengan fakta di persidangan.
“Dalam tuntutannya itu jaksa sama sekali tidak mengutip jujur dan objektif keterangan ahli dari Dr Herlison yang mengatakan ahli tidak dapat menilai tindakan yang dilakukan terdakwa, apakah pembedahan atau bukan? Yang menilai adalah PPNI,” katanya.
Selain itu, keterangan dari saksi Ariana yang mengatakan terdakwa melakukan pembedahan dengan cara dibekuk menggunakan pisau stenlis kecil, hal ini dibantah tegas oleh Jumraini.

• BREAKING NEWS - Dedi Afrizal hingga Rekan Sejawat Hadir Beri Dukungan di Sidang Pledoi Jumraini
Yang harus diperhatikan keterangan dari saksi Erham, yang menerangkan Alexandra datang ke puskesmas Bumi Agung dengan diagnosis Abnus atau luka kaki kanan.
Fakta menjelaskan sebelum pasien berobat kepada terdakwa, korban sebelumnya sudah berobat ke puskesmas Bumi Agung, dan sudah mengalami infeksi.
Tetapi JPU mengaburkan fakta yang mengutip keterangan saksi Erham dengan mengatakan Alexandra datang ke puskesmas bumi Agung dengan sakit bisul.
“Saksi Erham adalah saksi a Dr charge bukan ahli,” ujarnya.
Melihat fakta persidangan, dari penasihat hukum berdasarkan uraian pembelaan menyatakan terdakwa tidak terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hukum melakukan tindak pidana kesehatan yang didakwakan JPU.
Kemudian membebaskan terdakwa dari dakwaan primer dan subsider tersebut sesuai dengan pasal 191 ayat 1 KUHAP atau setidaknya melepaskan terdakwa dari semua tuntutan hukum sesuai dengan pasal 191 ayat 2 KUHAP.
Mengembalikan kemampuan nama baik, harkat dan martabat terdakwa dalam kedudukan semula.
Membebankan biaya perkara kepada negara.
Untuk mendukung permohonan, dari Penasehat menyampaikan resum medis dari puskesmas Abung Timur.
Dedi Afrizal hingga Rekan Sejawat Hadir Beri Dukungan di Sidang Pledoi Jumraini
Dukungan mengalir kepada Jumraini perawat yang tersandung kasus hukum.
Rekan sejawat dari kabupaten se provinsi Lampung hadir di Pengadilan Negeri Kotabumi, Selasa 10 November 2019.
Menurut pantauan, rekan sejawat yang hadir dari kabupaten Lampung Selatan, Lampung Tengah, Lampung Utara.
Selain dihadiri rekan sejawat, pengurus DPD persatuan perawat Indonesia se-provinsi Lampung juga tampak hadir.
Diantaranya, pengurus PPNI Lampung Selatan.

Hadir juga ketua PPNI Provinsi Lampung Dedi Afrizal, ketua umum PPNI Indonesia Hari Fadilah.
Mereka memberikan dukungan moril kepada Jumraini.
Mereka menyesaki bagian belakang gedung pengadilan setempat.
Ada yang duduk di selasar gedung sidang.
Sidang Molor
Pengadilan Negeri Kotabumi Lampung Utara menggelar sidang lanjutan kasus Jumraini, yang tersandung hukum di kabupaten setempat, Selasa (10/12/2019).
Jadwal yang semula ditetapkan oleh ketua Majelis hakim Eva MT dilangsungkan pada pukul 09.00 WIB.
Namun, di pengadilan digelar acara sosialisasi E-Court dan E-ligitasi hingga pukul 10.30 WIB belum juga selesai.
Kegiatan dipimpin langsung oleh ketua pengadilan Negeri Kotabumi Vivi Purnamawati, dihadiri oleh penasehat hukum.
Pada persidangan sebelumnya, Jumraini dituntut oleh jaksa penuntut umum selama 3 tahun 6 bulan.
Pada saat itu, Budiawan dalam penyampaiannya mengatakan Jumraini mengakibatkan korban Alex meninggal dunia.
Kuasa Hukum Hadirkan Saksi yang Meringankan Jumraini
Pengadilan Negeri Kotabumi kembali menggelar sidang Jumraini, seorang perawat di Lampung Utara yang tersandung kasus hukum, Senin, 11 November 2019.
Sama seperti sidang-sidang sebelumnya, dalam sidang Kasus Perawat Lampura ini tetap dipimpin Eva M.T Pasaribu selaku ketua majelis hakim, dengan anggota Rika semula dan Suhadi Putra Wijaya.
Sebagai Jaksa Dian Fatmawati dan Budiawan, sedangkan kuasa hukum dari terdakwa, Effendi dan Jasmen Nadeak.
Saksi yang dihadirkan kuasa hukum Jumraini adalah Erham, pegawai di puskesmas Bumi Agung, Abung Timur.
Saksi tersebut merupakan saksi yang meringankan terdakwa.
• Tak Merasa Takut, Pedagang Es Dawet Ini Justru Semringah Saat Polisi Mendatanginya
Menurut keterangannya di persidangan, saksi mengatakan korban datang ke puskesmas Bumi Agung dalam keadaan luka di tumit kaki kanan.
Saat itu, kata Erham, korban datang dengan luka yang lebam dengan kemerahan.
“Ada juga lubang di lukanya,” kata Erham, Senin, 11 November 2019.
Seingat Erham, korban datang pada Selasa, 18 Desember 2018, dan sebelum diperiksa, pihaknya juga sempat menanyakan riwayat penyakit sebelum dan sedang dialami.
"Riwayat (penyakit) TB Paru, pas diperiksa tensinya korban 100/70 ketika datang ke puskesmas. Sekitar pukul 10.00 WIB datang korban ke puskesmas, dirinya (Jumraini) membersihkan luka dengan menggunakan kasa dan NHCl," ungkap Erham.
Saat korban datang, sebut Erham, terdapat bengkak kemerahan ada lubang bekas tusukan.
"Sepertinya sudah infeksi selama 4 hari, dan sudah bernanah. Kemudian, disarankan ke rumah sakit, tetapi korban menolak karena mau meminum obat dahulu," jelas Erham.
"Gondok beracun tidak ada obatnya di puskesmas. TB sudah selesai penyakitnya berdasarkan keterangan korban. Amoxicillin, CTM dan Vitamin C obat yang diberikan," tandas Erham.
Hadirkan Saksi Ahli Dokter Spesialis Bedah
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Kotabumi kembali menggelar sidang Jumraini, seorang perawat di Lampung Utara yang tersandung kasus hukum, Senin, 11 November 2019.
Sama seperti sidang-sidang sebelumnya, dalam sidang Kasus Perawat Lampura ini tetap dipimpin Eva M.T Pasaribu selaku ketua majelis hakim, dengan anggota Rika semula dan Suhadi Putra Wijaya.
Sebagai Jaksa Dian Fatmawati dan Budiawan, sedangkan kuasa hukum dari terdakwa, Effendi dan Jasmen Nadeak.
Kali ini jaksa penuntut umum mendatangkan ahli, Dr Herlison Said, dokter spesialis bedah.
Herlison Said mengatakan, pertolongan pada luka yang sifatnya darurat tidak melihat status lokalis penyakit dan kondisi pasien.
“Dalam menangani bisul, itu yang dilakukan oleh dokter, tetapi untuk perawat saya kurang paham,” ujar Herlison Said, Senin, 11 November 2019.
• Artis Jatuh Miskin Hartanya Ludes, Kini Hanya Bisa Bantu Istri Jualan Gorengan
Kemudian, lanjut Herlison Said, menanganinya juga sumber infeksi dibuang, kemudian diberi antibiotik penghilang rasa sakit.
Prinsip dasar, kata Herlison Said, jika terpenuhi maka infeksi berlanjut, bisa sembuh jika daya tahan tubuh kuat.
Perawatan luka dan penindakan luka, kata Herlison Said, merupakan hal yang berbeda.
Perawatan luka, lanjut Herlison Said, diberikan pelatihan umum dilakukan untuk semua, ada yang sembuh ada yang tidak.
Selain itu juga, kata Herlison Said, perlu diketahui perbedaan luka dengan bisul.
Luka tertusuk pada jaringan disebabkan benda tajam atau tumpul, penyebabnya luka tusuk luka sayatan.
”Reaksi tubuh terhadap kuman, biasa disebut bisul,” jelas Herlison Said.
Bisul, terus Herlison Said, bisa timbul di area tubuh, tidak semua.
"Bisa timbul di daerah yang lunak. Muncul di permukaan kulit, sub kutis, atau organ lain. Bisul bisa muncul di telapak kaki, bisa muncul di jaringan yang lunak," papar Herlison Said.
Masuknya kuman sampai terjadi sepsis, imbuh Herlison Said, biasa disebut masa inkubasi dan itupun berbeda-beda.
"Dapat timbul reaksi sekitar 3 sampai 5 hari, secara umum," tutur Herlison Said.
Komplikasi adanya penurunan kesadaran, lanjut Herlison Said, mulai masuk kuman sampai terjadi sepsis, apabila pengangkutan darah, kebutuhan oksigen ke otak tidak terpenuhi maka pasien menurun kesadaran.
"Sepsis yang sebabkan kematian Apakah memerlukan telaah khusus, secara garis besar, sepsis dapat sebabkan kematian apabila tidak ditangani dengan benar, Perlu tahu riwayat sebelumnya, apakah sudah kena sepsis, apakah kematian pasien disebabkan yang lainnya," jelas Herlison Said.
Pemeriksaan pasien, anamnesis, pemeriksaan penunjang, terapi, akan terekam medisnya. Ada proses masuknya kuman, menjadi infeksi dan menjadi sepsis. Apakah ada penyakit lain yang bisa memperburuk sepsis. Yang berkaitan, pasien derita Diabetes, proses penyembuhan luka lama.
Perlu dilakukan autopsi, infeksi atau korban meninggal, harus tahu riwayat penyakit lainnya. Apakah sudah penyakit lama, dan disertai penyakit lainnya yang susah sembuh pasien.
Keterangan ahli, soal dijelaskan tenaga kesehatan dan medis berbeda. Apa perbedaan praktik kedokteran dan keperawatan. Secara rinci tidak bisa menjelaskan. Hanya dapat secara kompetensi sebagai dokter ahli bedah.
Mengeluarkan sumber infeksi, dengan membersihkan luka dapat mencegah berkembangnya bakteri, tidak mengeluarkan maka harus dikeluarkan, selanjutnya dikeluarkan dan dibersihkan. Melakukan pembuangan sumber infeksi bersifat lokal, sementara kuman berjalan. Mengetahui kuman sudah berjalan perlu diambil darah. Bukan untuk membuang kuman. Status lokal, tetapi yang sudah beredar, tidak bisa. Jika angka kumannya turun, maka prosesnya baik.
Keadaan sebelumnya, sepsis penyebab tunggal. Sumber infeksi, timbul dengan tanda tanda minimal dua seperti reaksi tubuh yang berlebihan. dalam pemeriksaan anamnesis, riwayat penyakit terdahulu masuk ke dalam proses tersebut. Ada juga riwayat penyakit sekarang.
Setelah mendengarkan keterangan dari ahli yang diajukan jaksa penuntut umum, tidak ada sanggahan dari Jumraini.
Sidangpun diskors selama 30 menit.
Dian Fatmawati dalam membacakan dakwaannya, Jumraini didakwa karena lalai melakukan pemeriksaan kesehatan terhadap korban Alex sehingga menyebabkan meninggal dunia.
Kejadian tersebut berawal pada bulan Desember 2018 peristiwa berawal dari Alexandra mendatangi terdakwa untuk mengobati bisul di kaki kanan pada 18 Desember 2018.
Namun setengah jam kemudian dirinya pulang ke rumah, dengan alasan tidak jadi berobat. “Korban bilang kepada Karim saudaranya tidak jadi berobat kepada bu Jumraini,” katanya.
• Dituding sebagai Menteri Semua Urusan, Jenderal Purn Luhut Buka Suara
Sehari berikutnya, korban kembali mendatangi terdakwa hari Rabu tanggal 19 Desember 2018, sekira pukul 16.00 WIB atau setidak – tidaknya pada suatu waktu lain dalam bulan Desember di tahun 2018, bertempat di rumah terdakwa Jumraini A.Md, Kep Binti Fuad Agus Sofran yang berada di Desa Peraduan Waras, RT 005, RW 001, Kecamatan Abung Timur Kabupaten Lampung Utara atau setidak – tidaknya pada suatu tempat lain yang masih termasuk dalam daerah hukum Pengadilan Negeri Kotabumi, yang berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini.
Tenaga Kesehatan yang melakukan kelalaian berat yang mengakibatkan Penerima Pelayanan Kesehatan kematian.
”Perbuatan terdakwa JUMRAINI A.Md.Kep Binti FUAD AGUS SOFRAN sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 84 ayat (2) dan pasal 86 ayat 1 UU RI No. 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan yang ancaman hukumannya paling lama lima tahun penjara," tandas Dian Fatmawati. (tribunlampung.co.id/anung bayuardi)