Sidang Dugaan Korupsi Lampung Utara

Terungkap di Sidang, Bupati Nonaktif Lampung Utara Minta Dibelikan Mobil Harga Rp 1,5 Miliar!

Kepala BPKAD Lampung Utara Desyadi mengaku pernah membelikan mobil untuk Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara beberapa kali.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Noval Andriansyah
tribunlampung.co.id/deni saputra
Terdakwa Candra Puasati - Terungkap di Sidang, Bupati Lampung Utara Nonaktif Minta Dibelikan Mobil Harga Rp 1,5 Miliar! 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Tak minta dapat fee dari rekanan, tapi bisa beli mobil mewah untuk Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara.

Dalam persidangan fee proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Kepala BPKAD Lampung Utara Desyadi mengaku tak pernah meminta langsung uang fee kepada rekanan.

Namun, ia mengaku pernah membelikan mobil untuk Bupati Lampung Utara nonaktif Agung Ilmu Mangkunegara beberapa kali.

"Saya pernah diminta beli mobil, Agung Ilmu Mangkunegara bilang untuk beli (mobil) ambil ke Syabudin pada tahun 2016, mobil Harier harga Rp 750 juta," kata Desyadi, Senin 6 Januari 2019.

Namun kata Desyadi, waktu itu Syahbudin tidak ada uang sehingganya mencari utangan dulu dan akan diganti oleh Syahbudin.

Kepala BPKAD Lampung Utara Sebut Agung Ilmu Mangkunegara Marah saat Diminta Tunda Lelang Proyek

Eks Kabid Bina Marga Dinas PUPR Lampura Akui Pernah Antar Fee Proyek ke Instansi Ini

Diduga Selingkuh, Warga Pergoki Pria 45 Tahun Dalam Kamar Wanita Muda Istri Orang

Jadwal Kapal Dermaga Eksekutif Januari 2020 serta Cara Beli Tiket Kapal di Bakauheni Pakai e-Money

"Lalu tahun 2018, Mobil Mercy G 500, jadi suruh jual mobil harga Rp 650 juta, terus beli lagi mobil Mercy, ditambah Rp 1 miliar sama Syahbudin, saya beli di Jakarta atas nama saya, mobil sekarang sudah dijual," ucap Desyadi.

"Ini Rp 1 miliar atas peritah siapa?" sahut Desyadi.

"Karena Agung Ilmu Mangkunegara minta carikan, saya bilang ke Syahbudin minta dana Rp 1 miliar untuk mengurus anggaran pusat, turun saya buat beli mobil," jawab Desyadi.

"Kemudian tahun 2016 akhir tahun, mobil Alpard, harga Rp 1,5 miliar. Sumber dari Hunaidun, mungkin dari rekanan," kata Desyadi.

JPU pun menanyakan kepada Desyadi selain untuk pembelian mobil apakah ada aliran dana lain.

"Saya pernah mendapat titipan dari Wan Hendri, dia sampaikan uang Rp 100 juta untuk pak Agung karena dia berhalangan tak bisa menyerahkan, kemudian uang Rp 75 juta diserahkan ke Hendra Kanada Caleg Nasdem, karena utang uang dengan jaminan sertifikat. Lalu sisanya diserahkan ke Rido Rasidi, pengawal Agung Ilmu Mangkunegara," sebutnya.

Selain itu, Desyadi pernah diminta menyediakan dana Rp 1,1 miliar untuk cinderamata dalam pertemuan RT.

"Biaya Rp 1,1 miliar, sumber dana saya minta dari Rp 600 juta Syahbudin, Rp 400 juta dari Wan Hendri, dan Rp 100 juta Afrizal," tutupnya.

Marah saat Diminta Tunda Lelang Proyek

Bangun fisik infrastruktur tanpa memikirkan kondisi kas daerah, Lampung Utara sempat kacau.

Hal ini terungkap saat persidangan suap fee proyek Lampung Utara dengan terdakwa Candra Safari di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 Januari 2020.

Sebelum saksi mengatakan bahwa Lampung Utara mengalami kekacauan dalam anggaran, Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Taufiq Ibnugroho menanyakan kepada saksi Bendahara Dinas PUPR Enda Mukti atas ketertundaan pencairan dana paket proyek 2017 dan 2018.

"Bahwa ada pencairann yang tertunda 2017 dan 2018, termasuk Pak Candra, maka saya melakukan pengajuan pencairan," kata Enda Mukti.

Disinggung kenapa tertunda, oleh JPU, Enda tak mengetahui alasan pastinya.

"Saya gak tahu bagaimana proyek 2017 tidak bisa dibayarkan sampai 2019, karena pencairan ada di BPKAD," kata Enda.

"Memang bisa proyek lama dibayar sekarang?" tanya JPU menyela.

"Harusnya berkenaan pembayarannya, tapi dalam berkas itu sebagaimana ditulis, sebagai utang pihak ketiga," jelas Enda.

JPU Taufiq pun beralih kepada saksi Kepala BPKAD Lampung Utara Desyadi menanyakan permasalahan paket proyek tak bisa dibayarkan pada tahun 2017 dan 2018.

"Dalam APBD dua kali timpang, terhadap itu maka secara otomatis ada kegiatan 2017 tertunda pembayaran, kegiatan yang tertunda sesuai dengan Permen, pemerintah memiliki tugas untuk menganggarkan di APBD selanjutnya, untuk itu sesuai dengan Perda itu diakui sebagai utang," kata Desyadi secara diplomatis.

"Bupati mengetahui ada masalah keuangan?" tanya Taufiq pelan.

"Tahu, ada penerimaan uang di daerah, tapi memang belum masuk, tapi kami prediksi dari pertengahan (tahun anggaran) ada masuk," kilah Desyadi.

Namun Desyadi mengaku, permasalahan keuangan ini sempat disampaikan ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.

"Bahkan sampai ada demo di PUPR, tapi ini (Bupati) masih saja membuat pelelangan, dan saya sampai minta, dibayarkan dulu diberikutnya dan dibatalkan dulu paket proyek yang baru," tutur Desyadi.

"Responnya?" sahut Taufiq.

"Agak marah, katanya, kalau dibatalkan marah orang-orang (rekanan) ini," timpal Desyadi cepat.

Desyadi pun melanjutkan, akibat pemaksaan lelang proyek dan kas tidak cukup, maka paket proyek anggaran 2017 baru terbayarkan Rp 105 miliar di tahun 2018.

"Masih terutang Rp 120 miliar, tahun 2019, untuk anggaran 2017 semua sudah lunas, baru tiga paket yang belum cair, karena ada masalah administrasi, bukan keuangan," beber Desyadi.

Tiba-tiba JPU Taufiq berusaha mengejar dengan menanyakan perihal pernyataan saksi Desyadi dalam BAP penyebab defisit Lampung Utara.

"Dalam BAP, anda mengatakan, Pemkab Lampung Utara melakukan pembangunan fisik tanpa memikirkan kondisi kas daerah, hal ini agar Agung Ilmu Mangkunegara bisa mengambil fee proyek sebesar-besarnya, hingga anggaran daerah tak mencukupi, sehingga sempat terjadi kerusuhan, para rekanan hingga berdemo dan kas anggaran defisit, benar itu?" tanya JPU.

"Itu hanya asumsi," jawab Desyadi.

Namun JPU tak puas dengan jawaban saksi.

"Anda bisa sebut fee sudah diambil, apakah dia (Agung) pernah bilang?" tanya JPU.

"Ya, dari ucapan Agung Ilmu Mangkunegara, saat saya minta untuk membatalkan perencanaan proyek untuk tahun depan, dia marah, bisa tersirat jika uang fee sudah diambil," jawab Desyadi.

Penyataan defisit Desyadi pun menggelitik Majelis Hakim.

Baharudin Naim Majelis Hakim anggota bertanya kepada Desyadi terkait anggaran Lampung Utara.

"APBD 2017 saya gak tahu persis, sepertinya Rp 1,8 triliun, dan untuk Dinas PU dianggarkan Rp 400 miliar," kata Desyadi menjawab pertanyaan Baharudin.

"Akhir tahun 2017, pencapaiannya berapa?" tanya Baharudin.

"Sampai akhir tahun defisit hampir Rp 200 miliar, kalau pemasukan kurang lebih Rp 1,5 triliun," beber Desyadi.

"Kalau tahun 2018?" tanya Baharudin.

"Hanya lebih kurang defisit Rp 30 miliar," timpal Desyadi.

Terpisah, Petugas PPTK Cipta Karya Yurisaputra mengaku tidak pernah mendapat titipan dari rekanan.

Namun Yurisaputra mengaku pernah mendapat uang dari terdakwa Candra Safari sebesar Rp 1 juta.

"Bukan Rp 2,5 juta?" kata JPU.

"Tidak hanya Rp 1 juta, tahun 2017," tutupnya.

Antar Uang ke Instansi Ini

Akui salurkan aliran dana fee proyek ke beberapa instansi, Polda Lampung baru empat kali.

Hal ini terungkap saat Mantan Kabid Bina Marga Dinas PUPR Lampura periode 2016-2018 Yulias Dwi Antara memberi keterangan dalam sidang fee proyek Lampung Utara dengan terdakwa Candra Safari, Senin 6 Januari 2020.

"Pernah dapat titipan?" tanya JPU Taufiq Ibnugroho di ruang Bagir Manan Pengadilan Negeri Tanjungkarang.

"Candra gak pernah, kalau lainnya pernah seperti Julisma, sempat menitip," jawab Yulias.

Yulias mengatakan, selama beberapa tahun, hanya Tahun 2017 ia mengingat jumlah fee yang dititipkan ke dia.

"Kalau 2016, saya lupa, kalau 2017, menurut informasi, tapi bukan saya yang mengumpulkan, sekitar Rp 200 juta sekian," terang Yulias.

"Benar, saya bacakan BAP (berita acara pemeriksaan), pekerjaan Tahun 2017 paket proyek senilai Rp 289 miliar, dengan ada fee Rp 57 miliar, fee tersebut diserahkan melalui saya, dari Hendrico dan Mangkualam, bener itu?" sahut JPU Taufiq.

Yulias pun tak bisa mengelak lagi atas BAP yang dibacakan oleh JPU.

"Lantas uang fee pernah ditugaskan, diserahkan ke siapa, ke bupati?" tanya JPU.

"Gak pernah, benar anda sudah disumpah?" seru JPU.

"Pernah menyerahkan beberapa uang, tapi saya gak tahu isinya karena sudah diamplopi, hanya beberapa instansi," kata Yulias.

Yulias pun mengaku pernah mengantarkan sejumlah uang termasuk ke Polda Lampung.

"Ke Polda Lampung pernah, diajak sama Pak Syahbudin (Kepala Dinas PUPR Lampung Utara) Tahun 2018," kata Yulias setelah dicecar JPU.

Yulias pun mengaku baru empat kali mengantarkan ke Polda Lampung.

"Dari Tahun 2016 sampai Tahun 2018, ada empat kali (ke Polda Lampung)," jawab Yulias lirih.

"Ini gak akan kami lanjutkan, karena ini akan kami kembangkan untuk perkara yang lain," sahut JPU memotong keterangan Yulias.

Terpisah, menanggapi adanya kesaksian tersebut, Kabid Humas Polda Lampung Kombes Pol Zahwani Pandra Arsyad mengatakan bahwa itu merupakan kesaksian yang masih bisa berkembang.

"ini masih proses persidangan, kita dengar dulu apa keterangan saksi hingga sidang bersifat inkrah (berkekuatan hukum tetap)," katanya.

Kata Pandra, persidangan ini juga masih berlanjut dan masih berkembang ataupun berubah keterangan para saksi.

"Namun apa yang disampaikan menjadi penyelidikan lebih lanjut," tandasnya.

Proses Lelang hanya Formalitas

Proses lelang proyek Dinas PUPR Lampung Utara hanya formalitas, pemenang sudah ditentukan sebelum lelang berlangsung.

Hal ini diungkapkan Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Lampung Utara Yunanda dalam sidang suap fee proyek Lampung Utara dengan terdakwa Candra Safari di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 Januari 2020.

Yunanda mengatakan mekanisme lelang proyek dari awal perencanaan sudah ada daftar proyeknya.

"Nanti dikelompokkan dan diserahkan ke kepala dinas, berkas yang disampaikan berupa daftar paket proyek dan beliau yang mengurusi kemudian kami mengurusi pelelangan dan diserahkan ke ULP," ujarnya.

"Jadi siapa yang menentukan proyek?" sahut JPU Taufiq Ibnugroho.

"Saya gak tahu, saya terima sudah ada daftar pemiliknya, jadi saya menyerahkan daftar proyek, dan Syahbudin (Kepala Dinas PUPR) kembali menyerahkan daftar dengan (nama) pemenang proyek," jawab Yunanda.

Yunanda mengatakan daftar yang diberikan berupa nama pemenang dan itupun hanya dalam waktu satu bulan.

"Setelah itu nanti akan ada rekanan yang konfirmasi terkait perkerjaan yang didapat, mereka (rekanan) datang bawa kopelan (nomor paket) datang untuk mengetahui pekerjaan," tutur Yunanda.

Yunanda pun mengaku saat proses tersebut belum ada pembicaraan penyerahan fee proyek, namun ia tak menampik jika ada komitmen yang sudah disepakati dari awal.

"Kalau yang saya tahu konsultan 30 persen, fisik 20 persen, dan itu disampaikan pak Syahbudin saat awal saya di PU," katanya.

Lanjut Yunanda, setelah disampaikan para rekanan kemudian mempersiapkan berkas untuk proses pelelangan selanjutnya di ULP.

"Ada beberapa kali rekanan mengkonfirmasi, mereka menghubungi saya karena tidak tahu pemenang siapa, saya beri tahu," kata Yunanda.

"Jadi proses lelang hanya formalitas?" tanya JPU.

"Iya," jawab tegas Yunanda.

Yunanda pun mengaku pernah mendapat titipan fee sebelum proyek lelang berlangsung.

"Dari terdakwa hanya titipan tapi sebelum proyek lelang, akhir tahun 2016, satu kantong kresek," bebernya.

Selain Candra, Yunanda, mengaku pernah dititipi oleh rekanan lain.

"Yusman, Deni, Andre gendut, Septo. Penyerahan di kantor saya lalu diserahkan ke pak Syahbudin," kata Yunanda.

Disinggung JPU apakah saksi pernah menerima aliran dana dari Syahbudin, Yunanda mengaku pernah namun saat ia berkabung.

"Pernah waktu orang tua meninggal, Rp 6 juta buat beli tiket pesawat. Pernah juga nerima dari Candra tapi saya tidak ingat," tuturnya.

Terkait paket proyek yang dikerjakan oleh terdakwa Candra namun belum dicairkan, Yunanda mengaku hal tersebut.

"Masalah belum dibayar saya gak tahu kenapa, tapi saya sudah pengajuan, dan input ke BPKAD, dan sampai keluar, dari PU belim dibayar," tandasnya.

Serahkan ke Majelis Hakim

Atas tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK, Penasehat Hukum Hendra Wijaya Saleh serahkan ke Majelis Hakim.

PH Hendra, Azwir Ade Putra menyampaikan pihaknya akan menyerahkan semua keputusan kepada Majelis Hakim.

"Keputusannya seperti apa, kita dengar pada hari Kamis," katanya, Senin 6 Januari 2020.

Terkait tanggapan JPU bahwa materi eksepsi masuk materi dakwaan, Azwir pun menuturkan bahwa pihaknya hanya mempermasalahkan frasa yang menyebutkan bahwa Hendra Wijaya memberikan dan menyerahkan langsung ke Bupati Agung Ilmu Mangkunegara.

"Biarlah majelis hakim yang melakukan pertimbangan," tandasnya.

Sementara itu, Ketua Mejelis Hakim Novian Saputra menunda sidang pada hari Kamis, 9 Desember 2020.

"Selanjutnya Majelis Hakim akan melakukan putusan sela, jadi kami tentukan, Kamis minggu ini, tanggal 9 untuk pembacaan putusan sela," tutup Novian.

Sebelumnya diberitakan, setelah sempat tertunda satu minggu, sidang suap fee proyek Lampung Utara kembali digelar di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 6 Januari 2020.

Kali ini sidang dibuka dengan mendengarkan tanggapan JPU KPK terkait nota keberatan terdakwa Hendra Wijaya Saleh.

Dalam tanggapannya JPU KPK Taufiq Ibnugroho menyampaikan bahwa dakwaan yang disusun oleh pihaknya sudah terpenuhi aspeknya baik formal dan material.

"Sehinga dakwaan bisa diterima secara yuridis tapi memang penasehat hukum terdakwa berpendapat lain, kami menyadari perbedaan dalam menanfsirkan dakwaan yang kongkit," ujarnya, Senin 6 Januari 2020.

Lanjutnya, atas eksepsi terdakwa JPU berkesimpulan bahwa materi keberatan terdakwa sudah masuk kedalam materi pembuktian pengadilan.

"Penasehat Hukum berpandangan subjektif karena tidak membaca dakwaan secara utuh," serunya.

Kemudian terkait eksepsi bahwa terdakwa tidak secara langsung bertemu dan memberikan uang ke Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, JPU tidak sependapat.

"Materi tersebut harus dibuktikan dalam persidangan itu masuk dalam materi perkara jadi itu sudah diluar ruang lingkup eksepsi sehingga tidak bisa diterima eksespsinya, maka tidak perlu ditanggapi secara lanjut," sebut Taufiq.

Taufiq pun juga menanggapi terkait JPU dianggap telah membangun opini public melalui jurnalis.

"Kami tanggapi alasan materi hanya kontrusksi dugaan tak mendasar," kata Taufiq.

Taufiq pun meminta ke majelis hakim untuk menolak eksepsi terdakwa secara keseluruhan.

"Berkenan itu memohon kepada majelis hakim untuk memutuskan menolak eksespsi," tutupnya.(Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved