Mata Najwa Trans 7 Rabu Malam Bahas Hukum Pilah-Pilih

Acara Mata Najwa Trans 7 Rabu 22 Januari 2020 Jam 20.00 WIB bahas tema Hukum Pilah-Pilih.

Penulis: taryono | Editor: taryono
twitter
Mata Najwa Trans 7 Rabu Malam Bahas Hukum Pilah-Pilih 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Acara Mata Najwa Trans 7 Rabu 22 Januari 2020 Jam 20.00 WIB bahas tema Hukum Pilah-Pilih.

Demikian diinfokan akun resmi Instagram dan Twitter Mata Najwa Rabu 7 Januari 2020.

Terkait tema di tersebut, Mata Najwa menghadirkan sejumlah contoh-contohnya.

Sebut saja, perkara ZA, seorang pelajar SMA, terancam dibui seumur hidup karena membunuh seorang begal yang hendak merampas motor dan memerkosa pacarnya.

Lalu, kisah Luthfi Alfiandi, pemuda pembawa bendera saat aksi pelajar menolak RUU KPK & KUHP yang belakangan mengaku dianiaya penyidik agar mengakui kesalahan yang tidak dilakukan.

Berikutnya, kasus Pak Samirin di Simalungun, Sumatera Utara, yang diganjar 2 bulan penjara gara-gara memungut sisa getah pohon karet senilai Rp 17.000 milik sebuah perusahaan.

Mata Najwa Malam Ini di Trans 7 Bahas Menakar Nyali KPK

Terbongkar, Arteria Dahlan Tunjukkan Data Korupsi Milik Madun Eks Napi di Acara Mata Najwa

Arteria Dahlan Tunjuk-tunjuk Prof Emil Salim di Mata Najwa, Videonya Viral

Di Mata Najwa Ketua BEM UGM Berani Sebut Moeldoko dan Fahri Hamzah Kurang Update

Tak ketinggalan, kasus pengendara Grabwheels yang ditabrak anak anggota DPD RI yang mengendarai mobilnya di bilangan Senayan.

Dilansir Kompas.com, Kejaksaan Agung angkat bicara terkait kasus ZA (17), pelajar SMA di Kabupaten Malang yang membunuh begal karena melindungi pacarnya yang hendak diperkosa.

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan sidang dengan agenda penuntutan dilakukan Selasa (21/1/2020) hari ini.

"Tuntutan pidananya adalah dilakukan pembinaan di dalam, di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak di daerah Wajak, Malang selama 1 tahun," ungkap Hari di Gedung Bundar, Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

Menurutnya, jaksa hanya dapat membuktikan Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan yang menyebabkan kematian.

"Dakwaan yang dibuktikan jaksa adalah penganiayaan yang mengakibatkan matinya orang," tutur dia.

Sementara dua pasal lainnya tidak dapat dibuktikan, yaitu Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana dan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.

Kasus ZA terjadi pada 8 September 2019, di area tebu Desa Gondanglegi Kulon, Kecamatan Gondanglegi, Kabupaten Malang.

ZA yang sedang bersama pacarnya didatangi oleh Misnan dan dua orang temannya.

Misnan bermaksud hendak membegal ZA dan melontarkan ucapan akan menggilir pacar ZA berinisial V.

Atas kejadian itu, ZA lantas membela diri dan menusukkan pisau ke dada Misnan.

Adapun Menko Polhukam Mahfud Md menyatakan akan turun tangan menangani kasus pelajar yang membunuh pelaku begal di Malang, Jawa Timur.

Mahfud mengatakan menunggu putusan hakim terlebih dulu karena sudah masuk persidangan.

"Kasus anak SMA di Malang yang dalam tanda kutip membunuh orang yang membegalnya, itu ramai yang isinya itu kasusnya sama dengan di Bekasi yang pernah saya ikut membebaskan waktu itu di mana anak muda dirampok dibegal lalu berkelahi pembegalnya dibunuh tapi tiba-tiba jadi tersangka. Lalu kita turun tangan. Besoknya dibebaskan," kata Mahfud usai mengadakan pertemuan dengan Jaksa Agung ST Burhanuddin di Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).

"Pada waktu itu masih tersangka yang ini (Bekasi), di Malang ini sudah pengadilan, sehingga pemerintah, Kejagung, saya campur tangan dari pengadilan biar tunggu hakim," imbuhnya.

Mahfud menuturkan pemberitaan yang menyebut pelajar dituntut hukuman mati tidaklah benar. Mahfud menjelaskan bahwa tuntutan yang sebenarnya adalah diserahkan ke panti rehabilitasi sosial.

"Tapi yang keliru dari berita itu dikatakan kasusnya sama dengan Bekasi tapi anak ini (di Malang) dituntut hukuman mati karena pembunuhan berencana. Nah itu tidak sepenuhnya benar, karena tuntutan yang sesungguhnya itu dia dikembalikan ke atau diserahkan ke panti rehabilitasi sosial," tuturnya.

Mahfud menjelaskan, tuntutan hukuman mati merupakan alternatif ancaman hukuman yang tercantum dalam undang-undang.

Namun menurutnya, tuntutan alternatif yang paling mendekati yakni bukan hukuman pidana, melainkan diserahkan ke panti rehabilitasi sosial.

"Nanti alternatif yang paling mendekati itu adalah tidak dihukum pidana malahan tidak dipenjara, diserahkan ke panti rehabilitasi sosial. Jadi itu jangan diributkan. Percayalah dengan kita. Nanti hakim kan lebih mudah untuk memilih alternatif-alternatif lebih berdasar pada hukum yang ada. Jadi ndak usah terlalu diributkan lagi tentang itu," sambung Mahfud. ( tribunlampung.co.id)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved