Polisi Ungkap Kasus Penimbunan Gas Elpiji 3 Kilogram, Beli Rp 18 Ribu Dijual Rp 21 Ribu
Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus mengungkap penampung gas elpiji bersubsidi di daerah Kabupaten Kubu Raya, Kamis (23/1/2020).
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Polda Kalimantan Barat mengungkap kasus penyalahgunaan gas elpiji 3 kg.
Penangkapan terhadap pelaku dilakukan di Dermaga Sungai Durian, Jalan Sungai Durian Laut, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya pada Kamis (23/1/2020) lalu.
Setelah mengungkap transaksi BBM subsidi di Kabupaten Melawi, kali ini tim Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Kalbar kembali melakukan pengungkapan kasus yang berhubungan dengan subsidi pemerintah.
Subdit IV Direktorat Reserse Kriminal Khusus mengungkap penampung gas elpiji bersubsidi di daerah Kabupaten Kubu Raya, Kamis (23/1/2020).
Direktur Reskrimsus Polda Kalbar Kombes Pol Mahyudi Nazriansyah melalui Kabid Humas Polda Kalbar Kombespol Donny Charles Go mengungkapkan, penangkapan terhadap pelaku penyalahgunaan niaga gas elpiji ini dilakukan di Dermaga Sungai Durian, Jalan Sungai Durian Laut, Kecamatan Sungai Raya, Kabupaten Kubu Raya pada Kamis (23/1/2020) lalu.
Ia mengatakan pelaku yang diamankan berinisial RS (28).
RS diamankan saat membongkar tabung gas LGP bersubsidi tersebut di Dermaga Sungai.
"Diawali dari informasi masyarakat terkait penampung elpiji bersubsidi, kemudian kami melakukan penyelidikan dan didapati pelaku saat itu sedang melakukan aktivitas bongkar muat barang bukti berupa gas elpiji 3 kg," jelasnya.
Di lokasi tim Dit Reskrimsus Polda Kalbar berhasil mengamankan 160 tabung gas elpiji 3 kg dengan rincian, 80 tabung berisi gas elpiji dan 80 tabung gas kosong, serta satu unit mobil pick up untuk mengangkut tabung gas tersebut.

Kombes Pol Donny mengungkapkan modus yang digunakan RS.
Ia menjelaskan dari hasil pemeriksaan bahwa RS membeli gas bersubsidi dengan harga Rp 18.000 per tabung dari para pengantre di pangkalan.
Kemudian gas tersebut dijual kembali dengan harga Rp 21.000 di wilayah Kecamatan Terentang.
"Jadi tersangka membeli gas ini dari para pengantre di pangkalan, dijual kembali dengan harga yang lebih tinggi di daerah Kecamatan Terentang," kata dia.
Keluhkan Harga Gas Elpiji Naik
Banyaknya petani yang juga memanfaatkan gas elpiji 3 kilogram untuk bahan bakar mesin sedot air, membuat warga kini mulai kesulitan mendapatkannya.
Dari pantauan tribun di beberapa kecamatan, kini harga gas elpiji 3 kilogram ditingkat pengecer mencapai Rp 27 ribu pertabung.
Itu pun tidak jarak di pengecer keberadaan gas elpiji 3 kilogram habis.
“Sudah lebih dari dua pekan ini gas elpiji mulai agak susah didapatkan. Harganya juga mahal,” terang Ika, seorang ibu rumah tangga di desa Sidomakmur kecamatan Way Panji, jumat (2/8).
Dirinya mengatakan, bila biasanya di beberapa warung didekat rumahnya yang juga menjadi pengecer, gas elpiji 3 kilogram cukup mudah didapatkan.
Saat ini tidak jarang dirinya harus ke desa sebelah untuk mendapatkan gas 3 kilogram.
Menurut para pedagang pengecer saat ini mereka juga kesulitan untuk mendapatkan gas elpiji 3 kilogram dari agen.
Kondisi yang sama juga dialami oleh warga di kecamatan Bakauheni. Para ibu rumah tangga di kecamatan tersebut kini mengeluh sulitnya untuk mendapatkan gas elpiji ukuran 3 kilogram.
“Sudah sulit harganya juga jauh dari normal biasanya. Kalau biasanya Rp 22 ribu pertabung. Sekarang Rp. 27 ribu pertabung,” kata Sari, seorang ibu rumah tangga di Bakauheni.
Kondisi kelangkaan gas elpiji 3 kilogram ini memang kerap terjadi ketika musim kemarau seperti sekarang.
Karena selain untuk pemakaian oleh rumah tangga, banyak juga petani yang memanfaatkan gas elpiji sebagai bahan bakar untuk mesin menyedot air guna mengairi sawah mereka.
“Kita terpaksa menggunakan gas elpiji, karena biayanya lebih murah jika dibandingkan kita menggunakan premium sekalipun. Kalau kita tidak sedot air, kita tidak tanam. Tidak panen padi, nantinya juga kan beras mahal,” ujar Darto, seorang petani di kecamatan Palas.
Menurutnya, jika petani tidak bisa menggunakan gas elpiji, kemungkinan akan sulit untuk tanam pada musim gadu (kemarau).
Untuk membeli premium, selain harganya yang jauh lebih mahal, juga tidak mudah pula didapatkan.
“Nanti kita beli premium dalam jumlah banyak dikatakan melakukan penimbunan. Kalau kita tidak tanam, tidak ada panen padi. Beras mahal, petani yang disalahkan,” tandasnya.(Tribunlampung.co.id/Dedi Sutomo)
Artikel ini sebagian telah tayang di Tribunpontianak.co.id dan Tribunnews.com