Sidang Kasus Dugaan Suap Lampura

Diam-diam Kadis PUPR Dapat Jatah 8 Proyek, Suruh Candra Safari yang Garap

Meski mendapat dua proyek, Candra mengaku mengerjakan delapan paket proyek milik Kadis PUPR Syahbudin.

Penulis: hanif mustafa | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribun Lampung/Deni Saputra
Direktur CV Dipasanta Pratama, Candra Safari, menjalani sidang lanjutan perkara dugaan suap proyek Lampung Utara di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (27/1/2020). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Candra Safari membeberkan awal mula ia mendapat kepercayaan untuk mengerjakan proyek di Lampung Utara (Lampura).

"Awalnya tahun 2016, saya ikut pekerjaan Hendri Yandi (pegawai Pemkab Lampung Utara). Ada empat paket," kata direktur CV Dipasanta Pratama tersebut, saat memberi keterangan dalam sidang perkara dugaan suap proyek di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin (27/1/2020).

Singkat cerita, saat Candra melakukan pengawasan di lapangan, Kadis PUPR Lampung Utara, Syahbudin dan Bupati nonaktif Lampung Utara, Agung Ilmu Mangkunegara, melakukan sidak.

"Saat itu lagi gelar hotmix ditelepon Pak Kabid, bilang kalau Kadis dan Pak Bup sidak. Saya pas di lapangan. Sehingga awal berkenalan dengan Pak Kadis di situ," tuturnya.

Candra Safari Lagi Tidur saat Ditangkap KPK, Tak Sadar Kadis PUPR Lampura Ikut Tertangkap

Diskes Lampung Siapkan 3 Rumah Sakit Khusus Rujukan Pasien Virus Corona

Aksi Trimo Lawan 4 Begal, Terjatuh karena Pukulan Kayu, Motor Selamat meski Sempat Dibawa

"Lalu Pak Bup tanya ini kerjaan siapa. Dijawab Hendri."

"Mungkin tahu kerja saya bagus, lalu pas ketemu, Pak Kabid bilang kenapa nggak kerja sendiri, tapi ada komit di depannya."

"Saya bilang nggak punya duit. Kalau gitu, kerja dengan saya aja. Dua paket, bayar di akhir," imbuhnya.

Kemudian, terus Candra, ia mendapatkan dua paket proyek dan diminta menemui Pokja.

"Di Pokja, saya diberi HPS," tuturnya.

Meski mendapat dua proyek, Candra mengaku, ia mengerjakan delapan paket proyek milik Kadis PUPR, Syahbudin.

"Bahasanya ada 10 paket. Dua punya saya, delapan paket Pak Kadis."

"Jadi biar nggak ketahuan (jika Kadis main proyek). Jadi 10 paket itu (diakui) punya saya," bebernya.

Candra mengaku tak mampu mengerjakan 10 paket proyek tersebut.

Ia pun meminjam perusahaan lainnya.

"Kalau 10 paket proyek, perusahaan saya nggak mampu. Paling tiga paket."

"Akhirnya, saya pinjam perusahaan temen," tuturnya.

Setelah mendapat HPS tersebut, Candra mengaku melakukan pertemuan dengan Syahbudin di sebuah rumah makan di Lampung Utara.

"Dalam pertemuan itu, ditanyai sudah ketemu Pokja tidak. Saya bilang sudah, dan saat itu saya nemui di Pokja Kanjeng Mery (Mery Imelda Sari). Saya ketemunya di kantor ULP," bebernya.

Pengadilan Negeri Tanjungkarang kembali menggelar sidang perkara dugaan suap proyek Lampung Utara, Senin (27/1/2020).

Persidangan kali ini diagendakan mendengarkan keterangan saksi dengan terdakwa Hendra Wijaya Saleh dan keterangan terdakwa Candra Safari.

Dari pantauan Tribunlampung.co.id, sidang pertama digelar dengan terdakwa Candra Safari.

Dalam keterangan saksi, JPU KPK masih mendalami status terdakwa dalam memimpin CV Dipasanta Pratama ini dan polanya mendapatkan proyek di Lampung Utara.

Di antara deretan saksi yang hadir, terlihat Kepala Dinas Perdagangan Lampung Utara Wan Hendri.

Belakangan diketahui, Wan Hendri hadir dalam persidangan untuk menjadi saksi dalam perkara Hendra Wijaya Saleh.

Detik-detik Kontraktor Ditangkap KPK di Lampung, Sedang Tidur Terbangun Pintu Diketuk

Antisipasi Virus Corona, Diskes Lampung Tinjau Bandara Raden Inten II dan RSUDAM

Duka Keluarga ASN Bandar Lampung yang Tewas di Kebun Sawit, Istri Terus Menangis, Anak Pingsan

Ditangkap KPK saat tidur

Saat OTT KPK, Candra Safari mengaku tak menyadari jika Kadis PUPR Lampung Utara tertangkap.

"Waktu OTT, saya hanya dapat berita kalau yang tertangkap Kadisdag, dan saya biasa saja, lihat berita juga," katanya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.

Candra pun mengaku saat OTT sedang tertidur dan dia terbangun sekira pukul 00.00 WIB lantaran ada tamu yang datang.

"Ada yang ngetok pintu, saya ditanya kenal Pak Syahbudin, saya bilang kenal, dan mereka memperkenalkan diri dari KPK, dan diminta ikut ke Jakarta malam itu juga," tandasnya.

Persidangan atas terdakwa Candra Safari usai, Majelis Hakim pun menunda persidangan dengan agenda tuntutan.

"Mohon waktu 2 minggu yang mulia," kata JPU Taufiq Ibnugroho.

"10 hari saja, Kamis tanggal 6 Februari 2020 hari kamis," tandasnya.

Pakai Duit Sendiri

Untung tak seberapa, banyak pengeluaran di setoran fee proyek.

Dalam persidangan terdakwa Candra Safari mengakui jika komitmen proyek yang ditawarkan Kadis PUPR Syahbudin cukup tinggi.

"Memang tinggi awalnya pak Kadis bilang kita pakai komitmen itu dulu, 35 persen, kalaupun dalam perjalanan pekerjaan ada hambatan akan dikurangi maka saya kerjakan," kata Candra di Pengadilan Negeri Tanjungkarang, Senin 27 Januari 2020.

Kata Candra, pembayaran sempat menunggak, sehingga untuk paket proyek 2017 ia menggunakan dana pinjaman.

"Pakai uang sendiri, pak Kadis bilangnya sabar dulu saja, masih diurus," tuturya.

Candra pun mengaku mendapat paket proyek sebanyak 6 paket pada tahun 2018.

"4 punya kadis 2 punya saya. Dan seperti sebelumnya uang pribadi dalam mengerjakan dan belum dibayar karena Kas daerah kosong, yang bilang Bendahara Endah Mukti, disampaikan suruh tunggu saja kalau ada uang kami masukkan," tegasnya.

Baru pada tahun 2019, lanjut Candra, disampaikan oleh Endah jika ada dana masuk akan dibayar untuk prioritas tahun anggaran 2018 dulu.

"karena produk TA 2018 akan dipakai, yang 2017 baru dicicil tapi baru 4 paket yang dibayar, kurang lebih Rp 900 juta," tuturnya.

Candra pun mengaku dari sekian proyek ta 2017 dan 2018 yang baru dicairkan pada tahun 2019, ia hanya mendapatkan keuntungan lima persen.

"Itungannya kurang lebih Rp 100 juta, dan saat itu hanya Rp 80 juta yang saya terima," tuturnya.

Candra pun mengaku memberikan uang terimakasih kepada Pokja.

"Kepada Mery 1 persen pas cair, cuman Rp 5 juta, dan saya juga kasih ke tim PHO, PPK, PPTK, bahasanya uang terimakasih," sebutnya.

Setelah dua minggu, Candra mengaku mendapat telfon dari Syahbudin yang mana menanyakan jatah setoran fee.

"Dia bilang baik mana jatah saya, saya bilang tunggu pak bayar dulu hutang tahun 2017 dan 2018. Tapi pak Kadis bilang jangaan dulu, ini sudah ditunggu soalnya, bayangan saya itu bos atau atasan Syahbudin yang nunggu," jelas Candra.

Candra pun mengaku jika Syahbudin meminta fee sebesar Rp 500 juta dalam pencairan pertama kali tersebut.

"Minta Rp 500, karena sudah pernah saya kasih Rp 100 ditahun 2018, maka saya pikir saya berikan uang Rp 350 juta dulu terus di bilang ini kurang Rp 150 juta," serunya.

Candra pun menuturkan jika hak Syahbudin sebesar Rp 750 juta.

"Saya banyak hutang karena pekerjaan, dan uang Rp 350 juta itu uang yang tersisa pada pembayaran untuk pekerjaan tahun 2017 dan 2018 pembayarannya," tandasnya. (Tribunlampung.co.id/Hanif Mustafa)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved