Siapa Sosok Kapil Mishra, Provokator Pembantaian Umat Islam di India
Mishra mulai mengancam kelompok penentang CAA (Citizenship Amandment Act), Undang-undang yang dianggap Anti-muslim.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Negara India tengah menjadi sorotan dunia lantaran tengah terjadi aksi "teror' terhadap umat muslim di sana, tepatnya di New Delhi.
Kerusuhan mematikan yang meletus di Timur Laut Delhi sejak awal pekan ini telah menyebabkan lebih dari 30 orang tewas dan ratusan orang luka-luka.
Selain menyebabkan hilangnya nyawa, kerusuhan ini juga membuat banyak properti rusak.
Peristiwa ini sampai dijuluki sebagai kerusuhan terburuk di Delhi dalam beberapa dasawarsa.
Beberapa pihak pun disoroti terkait meletusnya kerusuhan ini.
• Prihatin Kekerasan di India, Menteri Agama Minta India Tidak Rusak Nilai Kemanisian Atas Nama Agama
• Seorang Pria India Sewa 15 Tukang Batu Buat Patung Donald Trump, Kemudian Disembahnya
• Perempuan India Jual Bayi Demi Pengobatan Suami
Salah satunya yaitu aktor penting di balik peristiwa mencekam tersebut.
Dia adalah Kapil Mishra, sosok yang disebut-sebut merupakan provokator pembantaian umat islam di India
Hal itu karena Mishra mulai mengancam kelompok penentang CAA (Citizenship Amandment Act), Undang-undang yang dianggap Anti-muslim.
Melansir Kompas.com, Perselisihan pertama kali bermula pada Minggu (23/02/2020) antara demonstran pendukung (Hindu), dan penolak UU CAA, yang beragama Islam.
Bentrokan ini terjadi selama kunjungan resmi pertama presiden AS Donald Trump ke India.
Peristiwa bentrok yang diwarnai kekerasan terjadi di pusat mayoritas Muslim yang berdekatan dengan Timur Laut Delhi, sekitar 18 kilometer dari pusat ibukota.
Lalu, siapa Kapil Mishra dan seperti apa ucapannya yang diduga menyulut kerusuhan?

UNJUK RASA - Demonstran berunjuk rasa menolak Undang Undang (UU) Kewarganegaraan Baru di New Delhi, India, Senin (24/2/2020) kemarin.
1. Pemimpin lokal BJP (Bharatiya Janata Partai)
BJP adalah sebuah partai politik nasionalis Hindu di India.
Partai ini dibentuk pada tahun 1980. Ketua partai ini yaitu Rajnath Singh. Mishra merupakan keturunan politikus.
Ibu dan ayahnya pernah menduduki jabatan penting. Ibunya, Annapurna Mishra , adalah mantan walikota Delhi Timur yang berafiliasi dengan BJP. Sementara ayahnya, Rameshwar Mishra "Pankaj", adalah mantan pemimpin sosialis, pemikir dan penulis.
2. Pernah menjadi Anggota Partai Aam Aadmi (AAP) yang kemudian didiskualifikasi
Mishra awalnya adalah anggota Partai Aam Aadmi.
Dia terpilih untuk Majelis Legislatif Delhi dari Karawal Nagar dengan AAPtiket dalam pemilihan 2015.
Setelah beberapa saat menjadi anggota partai ini, hubungan Mishra dan para pemimpin AAP top lainnya berubah 'masam'.
Pasalnya, Mishra mengajukan pengaduan korupsi terhadap AAP dan Ketua Menteri Delhi saat itu, Arvind Kejriwal dengan tuduhan menerima suap.

Ulah Mishra yang terus menyerang partainya sendiri akhirnya membuat politikus ini didiskualifikasi sebagai anggot AAP.
Ia 'diusir' dari partai pada Agustus 2019 lalu.
3. Bergabung dengan BJP dan Pernyataan Kontroversialnya
Setelah pengusirannya dari AAP, Mishra secara resmi bergabung dengan BJP pada 17 Agustus 2019.
Dia melanjutkan ke pemilihan dan kehilangan jejak pendapat Majelis 2020 sebagai kandidat BPJ dari Model Town.
Selama pemilihan itu, Komisi pemilihan memberlakukan larangan kampanye selama 48 jam untuknya karena pernyataan kontroversialnya.
Ia mengatakan bahwa pemilihan itu adalah kontes antara India dan Pakistan, yang menyiratkan bahwa AAP mewakili Pakistan.
4. Pendiri Kelompok Aksi Youth for Justice
Mishra juga merupakan pendiri kelompok aksi bernama Youth for Justice.
Kelompok ini memimpin protes pada berbagai isu, termasuk persidangan pembunuhan Jessica Lal, perambahan di dasar Sungai Yamuna, bunuh diri petani dan korupsi di Commonwealth Games.
5. Ucapan Mishra yang diduga memicu kerusuhan
Tepat sebelum kerusuhan melanda bagian timur laut kota minggu ini, Mishra diduga memberikan ultimatum kepada Polisi Delhi.
Yaitu untuk membersihkan jalan di dekat stasiun metro Jaffrabad di mana orang-orang memprotes Undang-Undang Kewarganegaraan (CAA).
Ultimatum ini kemudian menjadi percikan yang memicu bentrokan komunal, menurut banyak netizen dan para pemimpin politik yang sekarang menuntut agar Mishra dipenjarakan.
Saya Dipukul Sampai Darah Mengucur
Kekerasan sporadis terjadi di sejumlah kawasan di New Delhi, India saat kelompok-kelompok geng turun ke jalan-jalan di ibu kota India itu.
Ini terjadi menyusul kekerasan sektarian yang telah menewaskan 32 orang di New Delhi.
Kekerasan sektarian tersebut merupakan rangkaian kekerasan terbaru terkait UU kewarganegaraan yang telah memicu aksi-aksi demo selama berbulan-bulan.
Meskipun kekerasan mulai berkurang, terdapat laporan kekerasan yang terjadi secara sporadis di wilayah rawan hingga malam dan situasi tetap tegang.
Salah seorang korban bernama Mohammad Zubair (37) mengungkapkan detik-detik dirinya menjadi korban kekerasan saat kerusuhan terjadi.
Mohammad Zubair (37) sedang dalam perjalanannya pulang dari masjid lokal di wilayah Timur Laut New Delhi dan menjumpai kerumunan orang.

Dia bermaksud untuk pergi menjauh dari kerumunan itu namun ternyata tindakannya salah.
Pada Kamis (26/02/2020) Zubair melaporkan pada REUTERS, "Mereka melihat saya sendiri, mereka melihat peci saya, jenggot saya, shalwar kameez (pakaian gamis) dan melihat saya sebagai seorang muslim."
"Mereka langsung menyerang, meneriakkan slogan-slogannya. Kemanusiaan macam apa ini?" ungkap Zubair.
Dalam hitungan detik, dia sudah meringkuk di tanah dikerumuni oleh belasan anak muda yang mulai menghujaninya dengan tongkat kayu dan besi.
Darah mengucur ke mana-mana dari kepalanya membasahi pakaiannya.
Dia pikir dirinya akan mati.
Rupanya massa itu berasal dari pemrotes di dekat Ibukota New Delhi, India.
Kerusuhan itu dipicu oleh Undang-Undang di India terkait kewarganegaraan anti-muslim banyak dikritik dan dianggap sebagai diskriminasi terhadap umat Islam.
Umat Hindu dan Muslim saling berkelahi (adu kekerasan) selama berjam-jam, memukul dengan benda keras, melempar batu dan bom bensin primitif yang menyebabkan kebakaran di beberapa titik.
Di Twitter, penulis sekaligus kolumnis asal Kuwait, Prof. Abdullah al-Shayji mengunggah video perusakan simbol masjid yang terjadi pada kerusuhan India kemarin Rabu (25/02/2020).
Di dalam keterangan yang diunggahnnya, Prof. Abdullah al-Shayji mengungkapkan kemarahannya.
Dia kurang lebih menulis, "Pemerintah Modi yang rasis melakukan perlindungan yang mendorong kawanan ekstremis Hindu untuk mengintimidasi, menyerang, membunuh umat Islam dan bahkan membakar, menodai dan menghancurkan masjid.
Sementara itu, Presiden AS Donald Trump dalam kunjungannya hanya mengklaim bahwa itu semua urusan internal pemerintah India."
Minoritas agama yang dianiaya dan berasal dari komunitas Hindu, Sikh, atau Kristen berhak mendapatkan kewarganegaraan.
Tetapi mereka yang beragama Islam tidak bisa memiliki keuntungan yang sama.
Sementara itu, Partai Nasionalis Hindu dari Perdana Menteri Narendra Modi Bharatiya Janata (BJP) mengatakan undang-undang kewarganegaraan baru diperlukan untuk melindungi minoritas yang dianiaya dari Pakistan, Bangladesh dan Afghanistan, dan menyangkal adanya bias terhadap Muslim India.

Sampai Kamis (27/02), sekitar 32 orang tewas dalam aksi kerusuhan di New Delhi.
Kekerasan sporadis terjadi di sejumlah kawasan di New Delhi, India saat kelompok-kelompok geng turun ke jalan-jalan di ibu kota India itu.
Kekerasan sektarian tersebut merupakan rangkaian kekerasan terbaru terkait UU kewarganegaraan yang telah memicu aksi-aksi demo selama berbulan-bulan.
Sunil Kumar, direktur Rumah Sakit Guru Teg Bahadur (GTB) menyatakan pada Kamis (27/2/2020), rumah sakit tersebut mencatat 30 kematian.
Dokter kepala di Rumah Sakit Lok Nayak mengatakan bahwa dua orang meninggal di rumah sakit itu.
"Mereka semua (di GTB) mengalami luka-luka tembak," ujar Kumar seperti dikutip kantor berita AFP, Kamis (27/2/2020).
Korban jiwa terbaru itu meningkat dari 27 korban jiwa pada Rabu (26/2) .
Semuanya akibat kekerasan sektarian pada Senin (24/2) dan Selasa (25/2) ketika warga Hindu dan muslim terlibat bentrokan.
Rumah-rumah, toko-toko, dua masjid, dua sekolah dan sebuah pom bensin dibakar dalam kekerasan tersebut.
Lebih dari 200 orang luka-luka dalam kekerasan tersebut.
Kerusuhan tersebut berawal pada Minggu (23/2) lalu dengan aksi-aksi protes terhadap UU kewarganegaraan yang dijuluki undang-undang "anti-muslim", yang telah memicu protes nasional, khususnya kalangan muslim.
Namun aksi protes itu kemudian berubah menjadi kerusuhan antara warga muslim dan Hindu pada Senin (24/2) dan Selasa (25/2).
Kerusuhan diperparah dengan adanya para perusuh yang bersenjatakan pedang, batu dan bahkan senjata api.
Kerusuhan di ibu kota India berpenduduk sekitar 20 juta jiwa itu meninggalkan jejak kehancuran setelah massa membakar kendaraan-kendaraan dan bangunan-bangunan.
Otoritas di New Delhi telah mendatangkan tambahan polisi antihuru-hara dan paramiliter ke ibu kota India itu untuk bersiap jika kembali terjadi kerusuhan.
Aksi-aksi protes telah berlangsung di India sejak UU kewarganegaraan disahkan pada Desember 2019 lalu.
Setidaknya 30 orang telah tewas dalam bentrokan antara para polisi dan demonstran, yang sebagian besar terjadi di negara bagian Uttar Pradesh, India utara.( (artikel ini sudah tayang di intisari dan serambinews.com)