Kisah Operasi Intelejen Era Soeharto, Beli 32 Pesawat Tempur Bekas Israel, Serta Kirim 2.000 Senjata

Teddy Rusdy dalam buku biografinya yang berjudul "Think Ahead" menyebut senjata itu diangkut ke Jakarta dan disimpan di bandara Halim Perdanakusuma.

Editor: Romi Rinando
NET
Soeharto dan Soekarno 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Soeharto memimpin Indonesia selama  32 tahun.

Banyak cerita dan perjalanan hidup Soeharto selama menjadi presiden republik Indonesia yang belum diketahui publik atau bahkan masih misterius. 

Pasalnya ada hal-hal yang merupakan rahasia negara, dan tidak banyak terungkap.

Bahkan ternyata selama 32 tahun menjadi presiden RI, Soeharto pernah beberapa kali melakukan misi super rahasia yang dipercayakan kepada Benny Moerdani.

Salah satu misi misi super rahasia Soeharto yakni saat pembelian 32 pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk milik Israel pada tahun 1979.

Viral Foto Soeharto Kendarai Yamaha NMAX, Ternyata Editan

Cucu Soeharto Nikahi Gadis Makassar, Tangis Haru Mbak Tutut

Kisah Jenderal Purnawirawan Nyaris Adu Tembak dengan Pengawal PM Israel, Kawal Soeharto di Amerika

Melansir dari buku berjudul "Benny Moerdani Yang Belum Terungkap", berikut kisah misi super rahasia Soeharto.

Nama sandi misi super rahasia ini adalah Operasi Alpha, diambil dari huruf depan pesawat A-4E Skyhawk yang akan dibeli.

Pembelian pesawat tempur bekas A-4E Skyhawk secara diam-diam ini dilakukan karena Indonesia saat itu tak punya hubungan diplomatik dengan Israel.

s
Wikipedia /A-4-Skyhawk

Ashadi Tjahjadi dalam bukunya berjudul 'Loyalitas Tanpa Pamrih', menceritakan Benny Moerdani memberikan ancaman kepada para anggota yang ikut dalam misi super rahasia itu.

Benny mengancam tidak akan mengakui kewarganegaraan mereka jika misi ini gagal.

"Yang ragu-ragu silahkan kembali sekarang" ucap Benny di dalam buku Ashadi Tjahjadi.

Misi super rahasia ini cukup merepotkan intelijen Indonesia karena harus mengirim tim mulai dari teknisi hingga pilot, tentunya dengan diam-diam.

Semua identitas prajurit yang dikirim dalam misi ini dibuang di laut Singapura.

Bahkan, untuk menjaga kerahasiaan, mereka menyebut Israel dengan Arizona (negara bagian AS).

Djoko Poerwoko, salah satu anggota tim, dalam bukunya berjudul 'Menari di Angkasa', menceritakan bahwa awalnya mereka terbang ke Frankfurt, Jerman.

s
Benny Moerdani /Kolase Tribun Jabar

Setelah beberapa kali ganti pesawat, mereka tiba di bandara Ben Gurion, Tel Aviv, Israel.

Di sana, para pilot itu langsung digiring petugas tanpa sempat menyerahkan surat jalan.

"Betapa hebatnya agen rahasia Mossad (intelijen Israel) yang dapat cepat mengenali penumpang gelap tanpa paspor" kata Djoko dalam bukunya.

Misi super rahasia Operasi Alpha berakhir pada 20 Mei 1980.

Tim ini kemudian pulang ke Indonesia melalui Washington.

Kemudian mereka ke Arizona, masuk ke pangkalan US Marine Corps

Selama tiga hari mereka menjalani pelatihan versi Marine Corps, dan pada hari terakhir mereka diwajibkan berfoto dengan A-4E Skyhawk milik AS.

"Ini sebagai kamuflase intelijen" kata Djoko dalam bukunya.

Kembali ke Indonesia, mereka memamerkan Skyhawk ke publik pada peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1980.

Selundupkan 2000 Senjata ke Afganistan

Di samping itu, Soeharto juga pernah memerintahkan misi rahasia lain yakni menyelundupkan 2000 senjata ke Afganistan.

Hal ini berawal saat pasukan Uni Soviet akan menduduki Afganistan, sehingga membuat Amerika Serikat yang sedang perang dingin pun mulai gusar.

Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto yang saat itu memang dekat dengan Amerika Serikat, lantas memutuskan untuk membantu.

Soeharto mengutus Asisten Intelijen Pertahanan dan Keamanan, Benny Moerdani untuk bertemu dengan kepala intelijen Pakistan.

"Pertemuan itu membahas permintaan pejuang Afganistan dan intelijen Pakistan untuk penyediaan logistik, obat-obatan, dan persenjataan buat pejuang Afganistan" kata Marsekal Madya (Purn) Teddy Rusdy yang saat itu menemani Benny.

Lalu, disepakatilah operasi bersama yang diberi nama Babut Mabur atau permadani terbang.

Tribunnews.com/ Dennis Destryawan

s
Ilustrasi senjata

Operasi ini untuk mengirimkan senjata-senjata sumbangan dari Uni Soviet yang diterima Indonesia saat Trikora, diserahkan kepada pejuang Afganistan.

Tentu saja atas persetujuan Presiden Soeharto.

Teddy Rusdy dalam buku biografinya yang berjudul "Think Ahead" menyebut senjata itu diangkut ke Jakarta dan disimpan di bandara Halim Perdanakusuma.

"Waktu itu terkumpul 2000 pucuk senjata, cukup untuk dua batalion" kata Teddy.

Pekerjaan berikutnya, Teddy diperintah Benny untuk menghapus nomor seri senjata-senjata itu.

Baru pada Juli 1981, persiapan pengiriman mulai dilakukan.

Semua senjata dimasukkan ke peti dan diberi tanda palang merah.

Sebagai kamuflase, peralatan tempur ini dicampur dengan obat-obatan dan selimut.

Teddy juga ditugasi Benny mengantar peti-peti tersebut dengan kargo udara, memakai Boeing 707 milik Pelita Air.

Pesawat ini diawaki kapten Arifin, Andullah, dan Danur.

Seluruh aktivitas Teddy dipantau Benny dari Jakarta.

Benny juga meminta Teddy terus berkomunikasi menggunakan scrambler atau peralatan komunikasi milik intelijen.

Saat pesawat mendarat, intel Pakistan sudah siaga dengan membawa 20 truk.

Misi penyelundupan senjata pun sukses dan berhasil diterima oleh pejuang Afganistan. (Artikel ini telah tayang di Intisari)

Sumber: Intisari Online
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved