Setelah Bunuh Pasutri, 2 Pelaku Hilangkan Jejak Pakai Cairan Pembersih

“Rizal ini berperan berupaya menghapus jejak menggunakan cairan pembersih lantai. Dia juga yang ngepel bekas di lantai,” terang Anik.

Editor: taryono
grafis tribunlampung.co.id/dodi kurniawan
Ilustrasi - Setelah Bunuh Pasutri, 2 Pelaku Hilangkan Jejak Pakai Cairan Pembersih 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Hanya gara-gara pajak motor membuat Deni Yonatan Fernando Irawan (25) dan Muhammad Rizal Saputra (22) membunuh sangat sadis pasangan suami istri (pasutri) Adi Wibowo alias Didik (56) dan Suprihatin (50) di Kecamatan Campurdarat, Tulungagung pada 5 November 2018.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut dua terdakwa pembunuhan dengan 15 tahun penjara.

Tuntutan itu dibacakan JPU Anik Partini dalam sidang di Pengadilan Negeri PN Tulungagung, Rabu (11/3/2020).

Tuntutan 15 tahun adalah hukuman maksimal pada pasal 338 KUHP tentang pembunuhan, dan pasal 51 KUHP turut serta melakukan kejahatan.

“Kami pisahkan berkas perkaranya agar masing-masing terdakwa bisa menjadi saksi satu sama lain,” terang Anik kepada SURYAMALANG.COM seusai sidang.

Pria di Sidoarjo Ternyata Tewas Dibunuh Keponakan Sendiri

Istri Polisi yang Tewas Bunuh Diri Tak Henti Menangis Sambil Peluk Foto Suami di Pemakaman

Pasutri di Malang Bunuh Diri Seusai Cerai, Orang Ketiga Disebut Jadi Pemicu

Hal yang memberatkan adalah perbuatan para terdakwa menghilangkan nyawa dua korban, perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat, dan terdakwa dianggap berbelit-belit dalam persidangan.

“Tidak ada hal yang meringankan dari perbuatan terdakwa,” ujar Anik.

Menurut Anik, Nando membunuh Suprihatin dibantu Rizal.

Namun Nando sendirian mengeksekusi Didik yang saat itu tidur di kamar belakang.

“Rizal ini berperan berupaya menghapus jejak menggunakan cairan pembersih lantai. Dia juga yang ngepel bekas di lantai,” terang Anik.

Saat ribut dengan Suprihatin, Nando mencopot kaki meja marmer untuk menjadi alat pemukul.

Nanda memukulkan benda keras itu ke bagian leher belakang dua kali Suprihatin sehingga korban terjatuh.

Kemudian Nando menyeret tubuh korban ke dekat dinding, dan membentur-benturkan kepalanya.

Lalu Rizal memukulkan kaki meja marmer itu dua kali, disusul Nando yang menusukkan ujung senapan angin ke kepala belakang hingga pejeranya tertinggal di dalam tengkoran korban.

“Setelah korban meninggal, Nando melihat ke kamar belakang dan melihat korban Adi Wibowo sedang tidur.”

“Lalu dia mencari benda untuk menghabisi korban,” sambung Anik.

Nando menemukan balok kayu sepanjang  1 meter di dekat sumur.

Balok itu yang dipakai menyerang Didik di bagian leher belakang, saat korban masih tertidur.

Setelah itu Nando sempat membuang senapan angin miliknya di sawah belakang rumah korban, yang ditanami jagung.

Namun Nando mengambil lagi senapan itu pada keesokan harinya, dan dibawa pergi ke Kalimantan.

Dalam persidangan terungkap, ada bekas kaki yang identik dengan kaki Rizal di rumah korban.

“Jadi terdakwa sempat mencopot sandal karena lengket di genangan darah korban. Karena itu bekas kakinya tertinggal di lokasi,” terang Anik.

Penasehat hukum terkdawa, Bambang Suhantoko mengungkapkan dua kliennya ini mencabut keterangan dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) kepolisian.

Menurut Bambang, pencabutan BAP itu karena ada trauma psikis saat penangkapan di Kalimantan.

“Tidak tekanan selama penyidikan. Mungkin karena sebelumnya tidak pernah berususan dengan aparat, sehingga dia ketakutan,” terang Bambang.

Bambang menilai pencabutan BAP ini justru merugikan dua kliennya.

Sebab pada akhirnya mereka dianggap tidak konsisten memberi keterangan.

Karena itu Bambang tidak heran jika JPU menuntut terdakwa dengan hukuman maksimal.

Namun, Bambang siap akan menyampaikan materi yang bisa mematahkan dakwaan hakim.

“Kami  sudah kumpulkan (bahan pembelaan) sejak dari persidangan sebelumnya.”

“Tapi sekarang masih prematur sehingga tidak bisa kami sampaikan,” ujar Bambang.

Di antara yang dijadikan bahan pembelaan adalah kondisi lokasi kejadian yang didapat dari pemberitaan.

Dari foto dalam berita itu terlihat bahwa lokasi kejadian masih sangat rapi.

Kaki meja yang disebut dalam tuntutan menjadi alat membunuh korban masih utuh dan pada posisinya.

“Dari fakta-fakta persidangan, kami cenderung bahwa ada pelaku lain. Dua terdakwa tidak ada motif,” tegas Bambang.

Jika motif pembunuhan itu karena pengurusan surat-surat kendaraan, seharusnya ada bukti suratnya.

Makanya dia menilai motif itu terkesan dicari-cari.

Apalagi satu bukti yang disampaikan JPU  adalah bekas tapak kaki.

Menurutnya, secara teori tidak ada identidikasi berdasarkan telapak kaki.

Sebab tapak kaki antara satu orang dan yang lain bisa saja sama ukurannya.

Berbeda dengan sidik jari (finger print) yang berbeda-beda antara satu orang dengan yang lain.

“Kalau finger print pasti kuat dan diakui, karena setiap orang punya sidik jari yang spesifik,” tegasnya.

Pasangan Didik dan Suprihatin dibunuh pada 5 November 2018, dan mayatnya baru ditemukan dalam keadaan membusuk pada 8 November 2018.

Dari hasil olah TKP dan hasil autopsi, pasutri dipastikan dibunuh.

Kasus ini bermula saat Nando minta tolong mengurus pajak motornya.

Setahun berselang, belum ada kepastian, padahal uang sudah terlanjur dibayarkan.

Saat ditagih, Suprihatin malah mencaci maki.

Karena sakit hati, Nando dibantu Rizal menghabisi pasutri ini.

Sumber: Tribun Sumsel
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved