Video Berita

Terdampak Corona, 1,6 Juta Tenaga Kerja Kena PHK, Pemerintah Akan Pulangkan ke Kampung Halaman

Tercatat, sebanyak 1,6 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan, akibat dampak virus corona atau Covid-19.

Penulis: Bambang Irawan | Editor: Reny Fitriani
kolase
Terdampak Corona, 1,6 Juta Tenaga Kerja Kena PHK, Pemerintah Akan Pulangkan ke Kampung Halaman 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Tercatat, sebanyak 1,6 juta pekerja terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) dan dirumahkan, akibat dampak virus corona atau Covid-19.

Sektor tenaga kerja memang menjadi salah satu sektor yang paling terpukul akibat pandemi virus corona (Covid-19).

Khusus di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek), Covid-19 menyebabkan banyak warga yang kehilangan pekerjaan karena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Hal tersebut disampaikan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, Doni Monardo.

PHK dan kebijakan merumahkan pekerja dilakukan rata-rata lantaran bisnis sebagian perusahaan makin tertekan.

VIDEO Syahrini Bikin Dagolna Cake Spesial untuk Reino Barack

VIDEO Prilly Latuconsina Beri Dukungan untuk Tenaga Medis Lewat Lagu Semua Kan Berlalu

VIDEO Cemas karena Pandemi Virus Corona, Cut Meyriska Ingin Melahirkan Bayinya di Rumah

VIDEO OTG Virus Corona di Lampung Ada 65 Orang, Kadiskes Reihana Minta Warga Waspada

”Dari beberapa laporan para menteri ada 1,6 juta warga yang di-PHK dan dirumahkan,” kata Doni, seperti dikutip dari Tribunnews.com, Rabu (15/4/2020).

Sementara Data Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi, dan Energi DKI Jakarta per 9 April 2020, mencatat sudah 223.511 pekerja yang di-PHK dan dirumahkan.

Mereka berasal dari 30.425 perusahaan.

Akibat banyaknya PHK itu, pemerintah pun berencana memulangkan warga yang kehilangan pekerjaan ke kampung halamannya saat Lebaran mendatang.

Rencana tersebut diungkapkan oleh Ketua Komisi VIII DPR, Yandri Susanto.

Ia mengaku mendapatkan informasi itu langsung dari Kepala Gugus Tugas Percepatan Penangan Covid-19, Doni Monardo, saat dirinya melakukan kunjungan ke BNPB, Senin (13/4/2020) lalu.

”Rencana pemerintah memulangkan warga Jabodetabek yang kehilangan pekerjaan akibat Covid-19," kata Yandri kepada wartawan, Selasa (14/4/2020).

"Pelaksanaannya bersamaan dengan Lebaran Idul Fitri, sebagaimana disampaikan Kepala Gugus Tugas Penangan Covid-19, waktu pertemuan di kantor BNPB," imbuhnya.

Berkaitan dengan itu, Yandri meminta pemerintah berhati-hati dan tetap mengedepankan kewaspadaan penyebaran yang akan terjadi.

Karena itu, masyarakat yang meninggalkan Jabodetabek wajib dipastikan bebas dari virus corona.

Yandri menganjurkan pemerintah perlu terlebih dahulu mendata dengan saksama dan melakukan swab test bagi masyarakat Jabodetabek yang akan dipulangkan.

Setelah hasil keluar, politikus PAN itu meminta pemerintah membekali warga tersebut dengan surat keterangan bebas Covid-19.

"Pendataan bisa melalui RT/RW, selanjutnya, pemerintah menyiapkan fasilitas swab, ini semua untuk mencegah penyebaran Covid-19," tegas dia.

Di sisi lain Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) dan Transmigrasi sudah melakukan survei untuk menggali sudut pandang para kepala desa terkait mudik Lebaran 2020.

Hasilnya, 89,75 persen kepala desa menyatakan tidak setuju warganya yang berada di kota mudik Lebaran 2020.

Sementara 10,25 persen kepala desa lain menyatakan setuju warganya mudik.

Alasan utama kepala desa tidak setuju warganya mudik adalah karena alasan kesehatan sebesar 88,38 persen, alasan sosial sebesar 45,51 persen dan alasan ekonomi sebesar 43,18 persen.

”Jika merujuk pada fakta ini, aspirasi kepala desa perlu didengar oleh warga yang sedang berada di kota agar tidak mudik ke desa pada Lebaran 2020," kata Kepala Pusat Data dan Informasi, Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi, Ivanovich Agusta dalam konferensi video di Jakarta, Selasa (14/4/2020).

Meski begitu, ucapnya, para kepala desa masih ragu mengeluarkan kebijakan melarang atau hanya sebatas mengimbau warganya untuk tidak mudik.

Berdasarkan survei, ada 49,86 persen kepala desa memilih hanya dalam bentuk imbauan dan 50,14 persen kepala desa memilih dalam bentuk larangan.

”Ini artinya opini 50-50 mencuatkan keraguan efektivitas dua jenis kebijakan itu."

"Keraguan inilah yang harus segera diisi dengan keputusan lebih tegas dari pimpinan pada level yang lebih tinggi," kata dia.

Survei Kementerian Desa dan PDT ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif berupa survei dengan sampel yang diambil secara acak dari desa per provinsi, dengan jumlah sampel sebanyak 3.931 kepala desa di 31 provinsi di Indonesia.

Margin of error survei yakni 1,31 persen.

"Survei ini kami lakukan pada 10-12 April 2020 yang bermaksud agar lebih mudah memahami peluang kesiapan desa dalam menghadapi kemungkinan migrasi warganya dalam satu atau dua bulan mendatang,” kata Iva.(tribun network/dit/dod/kps)

Artikel ini telah tayang di tribunlampung.co.id

Videografer Tribunlampung/Bambang Irawan

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved