Berita Nasional

Kronologi Kasus Maria Pauline Lumowa, 17 Tahun Buron Setelah Bobol BNI Rp 1,7 Triliun

Pelaku pembobolan BNI, Maria Pauline Lumowa dipulangkan ke Indonesia setelah 17 tahun buron.

KOMPAS TV/ARSIP KEMENKUMHAM
Maria Pauline Lumowa, buron kasus pembobolan BNI yang baru saja diekstradisi dan tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Kamis (9/7/2020). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA - Setelah menjadi buronan selama 17 tahun, Maria Pauline Lumowa dipulangkan ke Indonesia.

Maria Pauline Lumowa merupakan pelaku pembobolan BNI senilai Rp 1,7 triliun.

Maria Pauline Lumowa menjadi satu di antara tersangka pembobolan kas BNI cabang Kebayoran Baru.

Modus pelaku dilakukan lewat Letter of Credit (L/C) fiktif.

Diketahui, Maria Pauline Lumowa telah ditangkap pada 2019 lalu, sebelum akhirnya diekstradisi.

Perjalanan panjang skandal Maria Pauline Lumowa hingga akhirnya diekstradisi bermula sejak aksi pembobolan yang dilakukan pada tahun 2002.

Sosok Maria Pauline Lumowa Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun yang Ditangkap setelah 17 Tahun Buron

Pria Batal Ucapkan Ijab Kabul, Calon Mertua Tiba-tiba Datang Sambil Marah-marah di Depan Penghulu

Ibu Guru SD Dibunuh Mantan Muridnya di Sumatera Selatan, Pelaku Pernah Curi Celengan

Gadis di Jogja Namanya Unik, jika Diartikan dalam Bahasa Indonesia Diikat Tali Rafia

Kasus itu mulai terungkap pada tahun 2003, dengan ditangkapnya sejumlah pelaku.

TONTON JUGA:

Maria yang saat itu menjabat sebagai pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia, melakukan pencairan dana dari BNI lewat modus Letter of Credit (L/C) fiktif.

Belakangan, Gramarindo diketahui tak pernah melakukan aktivitas ekspor.

L/C adalah metode pembayaran internasional berupa komitmen membayar dari bank penerbit atas permintaan importir yang ditujukan kepada eksportir, dengan menyatakan bank penerbit akan membayarkan uang setelah syarat-syarat dalam L/C dipenuhi.

Lazimnya, bank menerbitkan L/C dalam rangka pembayaran transaksi impor atas dasar permintaan importir, yang diajukan kepada bank dengan mengisi formulir permohonan penerbitan L/C.

Sepanjang periode 2002-2003, BNI mencairkan pinjaman senilai 136 juta dolar AS atau setara Rp 1,7 triliun (kurs saat itu) kepada PT Gramarindo Mega Indonesia.

Keterlibatan orang dalam BNI

BNI saat itu dinilai lalai memeriksa kelengkapan dan keabsahan dari L/C, yang diajukan Gramarindo.

Diduga, lancarnya pencairan kepada Gramarindo karena melibatkan orang dalam BNI.

Saat itu, BNI tetap menyetujui jaminan L/C dari Dubai Bank Kenya Ltd, Rosbank Switzerland, Middle East Bank Kenya Ltd, dan The Wall Street Banking Corp, yang bukan merupakan bank korespondensi BNI.

Pada Juni 2003, pihak BNI yang curiga dengan transaksi keuangan PT Gramarindo Group mulai melakukan penyelidikan.

Dugaan L/C fiktif itu kemudian dilaporkan ke Mabes Polri.

Namun, Maria Pauline Lumowa sudah kabur ke Singapura pada September 2003.

Diberitakan Harian Kompas, 5 November 2003, Mabes Polri menangkap Edy Santosa, Kusadiyuwono (mantan Kepala Kantor Utama Cabang BNI Kebayoran Baru), Jeffrey Baso (pengusaha pemilik PT Basomasindo dan PT Triranu Caraka Pacific), dan Aprilia Widharta (Direktur Utama PT Pan Kifros).

Sejumlah nama lain yang disebut-sebut dalam kasus Bank BNI, antara lain Adrian Herling Woworuntu (pemilik PT Gramarindo Mega Indonesia), Olla Abdullah Agam (Dirut PT Gramarindo), Titik Pristiwanti (Direktur PT Bhinekatama Pacific).

Lalu, Adrian Pandelaki Lumowa (Direktur PT Maqnetique Usaha Esa Indonesia dan Dirut PT Ferry Masterindo), Richard Kountul (Direktur PT Mentrantara), dan Maria Pauline Lumowa alias Ny Erry, WN Belanda, yang diduga salah satu tersangka utama pembobolan Bank BNI dengan total nilai Rp 1,7 triliun itu.

Sementara itu, Direktur Utama BNI, Saifuddien Hasan mengatakan, ia siap diganti.

"Kalau itu, kan, kewenangan dari shareholder. Itu kewenangan sepenuhnya mereka."

"Karena aturan mainnya, manajemen diangkat untuk jangka waktu lima tahun, tetapi sewaktu- waktu dapat dapat saja pemegang saham menggantinya," ujar dia.

Ditanya tentang pertemuannya di Singapura dengan seorang tersangka pembobol BNI (tersangka utama, Maria Pauline Lumowa), Saifuddien tidak secara jelas menyatakan keikutsertaannya dalam pertemuan itu.

"Oh, itu dalam konteks..., kami kan ada tim yang ditugasi untuk melakukan recovery (pemulihan) itu."

"Tim itu terdiri dari beberapa orang yang bisa saja bertemu dengan siapa saja," paparnya.

Mengenai aset yang dimiliki oleh seorang pembobol BNI, Saifuddien menyebutkan bahwa pengacaranya saat ini sedang melakukan upaya bersama kepolisian.

Soal kemungkinan upaya BNI bisa mengembalikan kerugian yang terjadi, Saifuddien menyatakan, hal itu terus diupayakan.

Tanggapan Kementerian BUMN

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Arya Sinulingga mengapresiasi Kementerian Hukum dan HAM yang telah berhasil menangkap buron tersangka kasus pembobolan BNI, Maria Pauline Lumowa.

“Walaupun Serbia tidak memiliki hubungan ekstradisi di kita, tapi berhasil dibawa ke Indonesia."

"Ini hal yang besar dilakukan oleh teman-teman dari Kementerian Hukum dan HAM,” ujar Arya Sinulingga dalam pernyataannya, Kamis (9/7/2020).

Arya berharap, Maria bisa segera diproses hukum.

Dengan begitu, Maria bisa mempertanggungjawabkan perbuatannya yang telah merugikan BNI.

“Mudah-mudahan selama proses hukum di Indonesia itu juga bisa membawa dampak, bahwa kerugian yang dialami oleh BNI bisa dikembalikan oleh tersangka dengan kembalinya ke Indonesia,” kata Arya Sinulingga.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul Kronologi Lengkap Kasus Maria Pauline, Pembobol BNI Rp 1,7 Triliun.

TONTON JUGA:

Pelaku pembobolan BNIMaria Pauline Lumowa dipulangkan ke Indonesia setelah 17 tahun menjadi buronan. (Kompas.com)

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved