Tribun Bandar Lampung

RuKo-AJI Bandar Lampung Gelar Webinar Bahas Kopi dan Hutan

Rumah Kolaborasi (RuKo) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung akan menggelar empat webinar pada Juli dan Agustus 2020.

Penulis: ahmad robi ulzikri | Editor: Daniel Tri Hardanto
Dok RuKo
RuKo-AJI Bandar Lampung gelar webinar bahas kopi dan hutan. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Rumah Kolaborasi (RuKo) bersama Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Bandar Lampung akan menggelar empat webinar sekaligus dalam kurun Juli hingga Agustus 2020.

Web seminar itu membahas soal kopi dan perhutanan sosial.

Koordinator RuKo Warsito mengatakan, belakangan ini deforestasi dan perubahan iklim menjadi isu lingkungan yang sering dibicarakan.

Fenomena itu berdampak terhadap keberlangsungan dan kelestarian hutan, antara lain dengan adanya budi daya kopi.

Kopi merupakan salah satu hasil hutan bukan kayu (HHBK).

Festival Kopi dan Sekolah Kopi Lampung Barat Tingkatkan Kesejahteraan Petani

Bupati Parosil Sambut Kunjungan Kru Tribun Lampung dengan Kopi Khas Lampung Barat 

Isak Tangis Iringi Pelepasan Jenazah Eks Wagub Lampung Subki E Harun

Kisah Pilu Gadis Lampung Timur, Diperkosa Paman dan Relawan lalu Dijual ke ASN

“Lampung merupakan tempat perkebunan kopi rakyat terbesar kedua setelah Sumatera Selatan. Luas perkebunan rakyat di Lampung mencapai 161.416 hektare, dengan produksi 116.345 ton atau produktivitas 831 kg per hektare,” kata Warsito dalam rilisnya, Sabtu (11/7/2020).

Menurut mantan Kepala Dinas Kehutanan Lampung itu, sebagian petani kecil berkebun kopi di kawasan hutan atau areal lindung (register).

Sebagian menjalankan skema izin kelola perhutanan sosial dan kemitraan pengelolaan hutan dengan masyarakat sekitarnya.

Umumnya, mereka menanam kopi robusta tanpa atau minim naungan dan tanpa perawatan yang memadai.

Akibatnya, produktivitas hasil panen kopi rendah dan daya dukung hutan perlahan menurun, sehingga memicu konflik kepentingan.

“Untuk mewujudkan kelestarian hutan dan kesejahteraan masyarakat di tingkat tapak, Provinsi Lampung membentuk 17 unit pelaksana teknis dinas (UPTD) Kesatuan Pengelola Hutan (KPH). Dari 17 KPH, sebanyak empat KPH yang berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bukit Barisan Selatan (TNBBS),” ujarnya.

Saat ini, lanjut Warsito, fungsi TNBBS sebagai rumah bagi satwa liar dan wilayah tangkapan hujan mengalami ancaman dan tekanan akibat meningkatnya populasi, permintaan komoditas pertanian, dan dinamika politik lokal.

TNBBS juga semakin rentan karena perambahan, illegal logging, dan perburuan yang menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan yang pada gilirannya meninggalkan Daerah Aliran Sungai (DAS) Sekampung menjadi DAS kritis.

Tekanan ini makin kuat karena rencana tata ruang tidak sinkron dan sinergis dengan zonasi, dan ditambah lagi dengan terbatasnya polisi hutan yang bertugas memantau kegiatan perlindungan dan pengamanan hutan.

Masalah lain adalah tumpang tindih dalam hal perencanaan dan pengelolaan zona penyangga dan hutan.

Sumber: Tribun Lampung
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved