Tumpang Sari, Jurus Petani Kopi Ulubelu Bertahan di Masa Pandemi Covid-19
Sri Wahyuni, pengelola kopi di Ulubelu, Tanggamus, mengatakan, penjualan menurun drastis sejak pandemi virus corona merebak.
Penulis: ahmad robi ulzikri | Editor: Daniel Tri Hardanto
Paramita menilai, penurunan daya beli disebabkan karena proses ekspor dan impor mengalami kendala.
Hal tersebut karena pemberlakuan lockdown akibat pandemi Covid-19.
"Toko, coffee shop, dan restoran tutup karena kebijakan pembatasan sosial berskala besar (PSBB), sehingga daya beli terhadap kopi menurun,” kata Paramita.
Sementara Koordinator RuKo Warsito mendorong petani kopi mengembangkan metode agroforestry.
Menurutnya, metode tersebut dapat meningkatkan produksi kopi dengan tetap menjaga lingkungan.
Sebab, agroforestry menggabungkan pengelolaan sumber daya hutan dan pepohonan dengan komoditas kopi.
“Ke depan, kami mendorong pihak terkait seperti pemerintah daerah untuk dapat mengembangkan model tanam kopi dengan agroforestry, sehingga dapat menjaga hutan dan tetap menjaga kualitas produksi kopi," jelas Warsito.
Selain itu, RuKo juga mendorong pemanfaatan panas bumi dalam pengeringan kopi.
Menurut mantan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Lampung tersebut, pemanfaatan energi panas bumi lebih efektif dan relatif singkat, yakni hanya butuh 48 jam dengan kualitas kopi juga lebih terjamin.
“Kami berharap, metode-metode tersebut dapat lebih menambah produktivitas dan meningkatkan nilai jual kopi Lampung. Sehingga, petani tidak perlu khawatir lagi jika harga kopi di pasaran mengalami penurunan,” pungkas Warsito. (Tribunlampung.co.id/Ahmad Robi)