China Dihantam Musibah Banjir, 37 Juta Warga Terdampak, Pemerintah Sampai Ledakkan Bendungan

Total 24 juta penduduk juga menjadi korban banjir sejak awal Juli, menurut Kementerian Manajemen Darurat China.

Editor: Romi Rinando
 AFP/HECTOR RETAMAL
Pantauan dari langit memperlihatkan permukiman direndam banjir akibat luapan Sungai Yangtze di Jiujiang, Provinsi Jiangxi, China, pada Sabtu (18/7/2020). 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID – Hujan lebat yang melanda Negara Tiongkok mengakibatkan banjir dan tanah longsor di beberapa wilayah China.

Akibatnya kota-kota dan desa-desa di banyak provinsi terkena imbas dari kejadian ini.

Melansir dari SCMP, banjir yang terjadi musim panas ini adalah yang terburuk yang melanda China dalam beberapa dekade.

Sejak Juni 2020, setidaknya ada 27 dari 31 provinsi di China telah mengalami hujan lebat yang berakibat banjir.

Akibatnya, 37 juta orang terdampak dan sedikitnya 141 orang tewas serta hilang.

Hal tersebut disampaikan oleh Kementerian Manajemen Darurat pada Senin (20/7/2020).

Pantauan dari langit memperlihatkan permukiman direndam banjir akibat luapan Sungai Yangtze di Jiujiang, Provinsi Jiangxi, China, pada Sabtu (18/7/2020).
Pantauan dari langit memperlihatkan permukiman direndam banjir akibat luapan Sungai Yangtze di Jiujiang, Provinsi Jiangxi, China, pada Sabtu (18/7/2020). ( AFP/HECTOR RETAMAL)

Tentaranya Tewas Dibunuh, India Beli 33 Jet Tempur Sukhoi Siap Perang Lawan China

Enggan Diwawancara, Keluarga ABK asal Lampung yang Tewas di Kapal China Tunggu Jenazah Pulang

Kasus Corona Lewati China, Jokowi Didesak Turun Tangan

 

Adapun kerugian ekonomi, ditaksir mencapai 86 miliar yuan atau sekitar 12,3 miliar dolar AS hingga sejauh ini.

Banjir di China selama musim panas, dimulai di selatan di wilayah Guangxi Zhuang serta Provinsi Guizhou pada Juni lalu.

Hujan lebat setelah itu, sukses meluluhlantakan sejumlah besar kawasan di China termasuk provinsi Jiangxi di timur, Anhui di tenggara dan Hubei di tengah.

Bahkan, respons darurat di beberapa tempat di wilayah itu meningkat ke tingkat tertinggi.

Ketinggian air yang melebihi batas aman bahkan terjadi di 33 pintu air sejak Juni menurut Kementerian Sumber Daya Air.

Di beberapa daerah yang mengalami dampak besar seperti Jiangxi, tanggul bahkan telah runtuh dan rumah-rumah telah hancur.

s
 AFPFoto tertanggal 15 Juli 2020 memperlihatkan penduduk mengendarai perahu saat melewati rumah yang hanyut diterjang banjir, di dekat Danau Poyang. Banjir melanda akibat hujan deras yang mengguyur Poyang, Kota Shangrao, Provinsi Jiangxi, China.
 

Riwayat

Banjir dahsyat sendiri sebelumnya pernah terjadi di Jiangxi pada tahun 1998 yang menewaskan lebih dari 3.000 orang dan 15 juta orang kehilangan tempat tinggal.

"Kami berada di tempat yang lebih tinggi sehingga kami tidak mengharapkan banjir menjadi begitu serius, tetapi airnya mengalir deras dan saya harus membawa mobil ke toko saya untuk berkemas," kata Ping Ping, pemilik toko porselen di Jingdezhen, Jiangxi kepada SCMP. 

“Saya hanya pernah melihat banjir di berita. Malam itu, air banjir naik ke lutut saya pada awalnya, lalu ada gelombang air lagi,” tambahnya.

Pihaknya mengatakan dari informasi yang dia dapat, banjir terjadi setiap tahun di wilayah itu, akan tetapi pihaknya mempertanyakan kenapa pemerintah setempat tidak siap untuk banjir yang terjadi pada musim panas ini.

Penyebab banjir parah di China

Alasan iklim dan perilaku manusia dianggap berkontribusi pada parahnya banjir yang terjadi kali ini.

"Sistem tekanan tinggi subtropis atas Pasifik Utara bagian barat lebih kuat tahun ini. Persimpangannya dengan udara dingin telah menyebabkan hujan deras terus-menerus di lembah Sungai Yangtze," kata Song Lianchun, seorang Ahli Meteorologi Pusat Iklim Nasional.

Dia juga menyebut, alasan lain adalah adanya pemanasan global.

Menurut Song, satu peristiwa cuaca ekstrem memang tidak bisa dilihat sebagai akibat perubahan iklim semata. Akan tetapi jika merujuk ke belakang, pemanasan global telah menyebabkan peningkatan frekuensi dan intensitas cuaca ekstrem.

Merujuk Buku Biru Perubahan Iklim China (2019) sejak tahun 1961 hingga 2018 terjadi peningkatan peristiwa curah hujan yang sangat deras di China.

Sejak pertengahan 1990-an frekuensi curah hujan ekstrem meningkat secara drastis.

“Adapun selama 60 tahun terakhir jumlah hari hujan lebat meningkat sebesar 3,9 persen per dekade,” ujar Song.

Perilaku manusia juga disebut berkontribusi terhadap tingkat keparahan banjir di China.

Ahli Geologi dari Biro Geologi dan Mineral Sichuan, Fan Xiao menyebut sejak puluhan tahun, reklamasi dan pembangunan bendungan telah menyebabkan pengurangan luas Danau Poyang yang merupakan danau air tawar terbesar di China dan merupakan danau di Jiangxi.

 
Sementara itu, relawan lingkungan Zhang Wenbin menyebut dia telah menyelidiki kegiatan reklamasi ilegal di Tuolin, danau lain di provinsi itu.

Menurutnya proyek itu masih berlangsung hingga tahun lalu meskipun sudah diperingatkan.

Pihaknya juga menambahkan kapasitas penyimpanan untuk banjir menyusut akibat adanya kegiatan ini di Danau Tuolin.

“Ada banyak kasus serupa,” ujar Zhang.

Pembangunan bendungan

Sejak Republik Rakyat China didirikan tahun 1949 sudah dua kali terjadi bencana banjir.

Banjir pertama tahun 1954 di sepanjang Sungai Yangtze yang mengakibatkan lebih dari 30.000 kematian.

Adapun yang kedua tahun 1998 juga disepanjang Yangtze di selatan dan utara dengan 3.000 kematian.

Sejak banjir 1998, China menaruh perhatian terhadap infrastrukturnya.

Setelah 1998, waduk-waduk dibangun termasuk bendungan Tiga Ngarai yang merupakan waduk terbesar dan memiliki peran besar menahan banjir di hulu Sungai Yangtze.

Meski demikian banyak ahli mempertanyakan mengenai benarkah pembangunan bendungan benar-benar efektif.

Seorang hidroklimatologi dan anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Nasional AS, mengatakan jika menyangkut perubahan iklim, maka tidak peduli seberapa besar bendungan tak akan dapat mencegah banjir terburuk terjadi.

“Apa yang diketahui adalah bahwa risiko yang meningkat akibat perubahan iklim yang disebabkan manusia memperburuk risiko kejadian curah hujan dan banjir yang ekstrem, yang membuatnya bahkan lebih mungkin bahwa bendungan seperti Tiga Ngarai tidak akan mampu mencegah banjir terburuk terjadi di masa depan,” katanya.

Pihak berwenang di China sampai meledakkan sebagian bendungan di timur Provinsi Anhui, untuk membantu meredakan banjir besar.

Media setempat yang dikutip AFP melaporkan, hujan lebat membuat sungai terus meluap di sebagian wilayah "Negeri Panda".

Bencana di China tengah dan timur ini telah membuat 140 orang tewas atau hilang.

Total 24 juta penduduk juga menjadi korban banjir sejak awal Juli, menurut Kementerian Manajemen Darurat China.

Untuk meredakan banjir, pemerintah telah melakukan beragam cara seperti mengalihkan air ke waduk cadangan agar bisa tetap ditangani, ketika air di sungai-sungai dan danau besar meluap lebih parah tak seperti biasanya.

Kemudian di Provinsi Anhui, sebuah bendungan di Sungai Chu dihancurkan pada Minggu (19/7/2020), ketika ketinggian air tercatat sebagai yang tertinggi sepanjang sejarah.

Pihak berwenang setempat mengatakan, tindakan itu diambil untuk memastikan keselamatan penduduk sekitar.

sd
AFP Luapan air Sungai Yangtze di Nanjing, China, pada Minggu (19/7/2020).

"Akibat hujan tiada henti dan aliran hulu, permukaan air Sungai Chu anak sungai dari Sungai Yangtze, telah beranjak dari kenaikan yang lambat ke cepat," terang media setempat yang dikutip AFP pada Senin (20/7/2020). 

Peledakan bendungan diperkirakan akan mengurangi sekitar 70 cm ketinggian air di Sungai Chu, demikian laporan dari media Global Times yang dikelola pemerintah China.

Media China juga melaporkan, air dari bendungan akan disalurkan dua kolam penyimpanan di hilir.

Secara keseluruhan, 35 sungai dan danau di Anhui mengalami kenaikan permukaan melebihi batas peringatan pada Sabtu siang (18/7/2020), termasuk Sungai Yangtze dan Huaihe, lapor kantor berita pemerintah Xinhua.

Kemudian di akhir pekan, Three Gorges Dam juga membuka tiga pintu air setelah ketinggian air melebihi 15 meter di atas batas banjir.

Pekan lalu para tentara mendirikan tanggul dari karung pasir di sebuah kota dekat danau air tawar terbesar di China, akibat curah hujan tertinggi dalam hampr 60 tahun terakhir mengguyur kawasan tersebut, dan membuat Sungai Yangtze meluap.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "China Ledakkan Bendungan untuk Redakan Banjir Besar", 

Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved