Berita Nasional

IPW: Penangkapan Djoko Tjandra Tidak Berkaitan Bursa Calon Kapolri

Apalagi kata Neta, penangkapan buronan kakap itu yang melakukan adalah pihak Kepolisian Diraja Malaysia, yang kemudian diserahkan kepada Polri.

Editor: taryono
Tribunnews.com/Irwan Rismawan
Buronan Djoko Tjandra akhirnya ditangkap Bareskrim Polri 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ketua Presidium Indonesi Police Watch (IPW) Neta S Pane mengatakan penangkapan Djoko Tjandra tidak ada kaitannya dengan bursa Kapolri.

Apalagi kata Neta, penangkapan buronan kakap itu yang melakukan adalah pihak Kepolisian Diraja Malaysia, yang kemudian diserahkan kepada Polri.

"IPW memberi apresiasi kepada Kepolisian Diraja Malaysia yg sudah mau mendengar aspirasi rakyat Indonesia dan membantu penangkapan Djoko Tjandra, serta menyerahkan buronan kelas kakap itu kepada Polri," kata Neta kepada Warta Kota, Minggu (2/8/2020).

 

"Khususnya NCB Interpol Polri dalam melakukan lobi ke negara-negara lain yang terdapat buronan koruptor bersembunyi di sana. Mengingat masih ada 38 buronan NCB Interpol Polri di luar negeri," kata Neta.

VIDEO Kekeyi Nangis Lantaran Kakinya Diinjak Sapi

VIDEO Kekeyi Nangis Lantaran Kakinya Diinjak Sapi

Rianti Cartwright Akhirnya Punya Momongan Setelah 10 Tahun Menanti

VIDEO Artis Nagita Slavina Dipanggil Raffi Ahmad dengan Sebutan Nagi Ting

TONTON JUGA

Artinya, kerjasama internasional pasca tertangkapnya Djoko Tjandra perlu dilanjutkan.

"Sehingga Polri bisa segera menangkap buronan lainnya, seperti bos Gajah Tunggal Syamsul Nursalim dan Itji Nursalim yang saat ini diduga bersembunyi di Shanghai Cina," kata Neta.

Menurut Neta, kasus Djoko Tjandra maupun penangkapan buronan kakap itu tidak ada kaitannya dengan bursa calon Kapolri.

"Apalagi pergantian Kapolri masih lama yakni Januari 2021. Sebab presiden tentunya punya kriteria sendiri tentang calon kapolri yang akan diangkatnya di masa depan," ujarnya.

 

Bagaimanapun menurut Neta, calon Kapolri yang akan diangkat Presiden tentu melihat situasi aktual politik saat itu dan proyeksi situasi ke depan, yang semuanya sangat tergantung pada insting politik Presiden maupun hak Prerogatif Presiden.

"Namun dalam kondisi panas kasus Djoko Tjandra ditambah tertangkapnya buronan kakap itu, ada saja pihak pihak yang mengkaitkannya dengan bursa calon Kapolri. Padahal hal itu tidak ada kaitannya dan situasinya 'jauh panggang dari api'," katanya.

Apalagi menurut Neta, IPW mendapat informasi bahwa calon kapolri ke depan, yang akan dipilih Presiden yakni dari kalangan bintang dua dan proses suksesinya satu paket dengan calon Wakapolri.

"Memang informasi yang diperoleh IPW ini kembali kepada situasi aktual dan menjadi hak prerogatif presiden," paparnya.

Sebab itu sebaiknya, masyarakat maupun pihak-pihak tertentu jangan berspekulasi dan mengkaitkaitkan kasus Djoko Tjandra dengan suksesi Kapolri.

"Karena tidak ada kaitannya. Sebaiknya semua pihak bersabar menunggu momentum yang akan terjadi, yang sepertinya akan dimulai Presiden dengan reshuffle kabinet, pergantian Panglima TNI dan suksesi Kapolri," paparnya.

Semua ini kata Neta, dinilai IPW akan dilakukan Presiden pasca new normal. "Agar pemerintahan ke depan semakin efektif dan stabilitas keamanan kondusif," katanya

 

Pejabat terlihat harus siap dipidanakan

Sementara itu, Menkopulhukam Mahfud MD kembali bersuara terkait penangkapan buronan kakap Djoko Tjandra.

Mabes Polri resmi menyerahkan buronan hak tagih Bank Bali, Djoko Tjandra ke Kejaksaan Agung, Jumat (31/7/2020) malam.

Kejaksaan Agung pun langsung mengeksekusi terpidana kasus hak tagih Bank Bali itu.

Djoko langsung ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Salemba cabang Mabes Polri di Gedung Mabes Polri, dalam kasus Bank Bali tersebut.

Dimana Djoko divonis Mahkamah Agung 2 tahun penjara.

Mahfud MD menilai, DJoko Tjandra seharusnya mendapatkan hukuman jauh dari itu atas pilihannya yang kabur dan melakukan sejumlah jalan pintas untuk menyelamatkan diri.

"Joko Tjandra tdk hny hrs menghuni penjara 2 tahun. Karena tingkahnya dia bs diberi hukuman-hukuman baru yang jauh lebih lama. Dugaan pidananya, antara lain, penggunaan surat palsu dan penyuapan kepada pejabat yang melindunginya," tulis Mahfud MD di akun Twitternya, dikutip Watakotalive.com, Sabtu (1/8/2020).

Selain itu, Mahfud MD menerangkan, para pejabat yang selama melindungi Djoko Tjandra harus bersiap untuk dipidanakan.

"Pejabat-pejabat yang melindunginya pun harus siap dipidanakan. Kita hrs kawal ini," imbuhnya

Mahfud MD menilai, penangkapan Djoko Tjandra adalah bukti keseriusan pemerintah.

 

Sebab, diakuinya, selama ini banyak pihak yang memandang sebelah mata terhadap keseriusan pemerintah dalam menangkap Djoko Tjandra.

"Awalnya ada yang bilang Pemerintah bersandiwara mau menangkap Joko Tjandra. Toh dia diberi karpet merah. Ada yang bilang Pemerintah hanya main "Ciluk Ba". 

"Ada yang bilang, ini hanya ribut sebulan dan setelah itu kasusnya dilupakan orang. Akrobat hukum Joko Tjandra itu dimulai thn 2009."

"Thn 2009 kita sdh dikerjain oleh mafia hukum, sebab Joko Tjandra bisa tahu akan divonis 2 thn dan lari sebelum hakim mengetokkan palu. Siapa yang memberi karpet kepada dia saat itu sehingga bisa kabur sblm hakim mengetukkan vonisnya? Limbah mafia ini sudah lama ada, perlu kesadaran kolektif," jelasnya.

 

Dalami aliran dana

Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polri Komisaris Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengatakan, meski telah diserahkan dan dieksekusi, polisi tetap melakukan penyelidikan dan penyidikan kasus pelarian Djoko sekaligus kasus penerbitan surat jalannya oleh Polri serta aliran dana.

 

"Sehingga yang bersangkutan dititipkan di Rutan Salemba cabang Mabes Polri, agar mempermudah penyidikan atas saudara Djoko Tjandra," kata Listyo, Kamis (31/7/2020).

Joko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Joko.

Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Ali Mukartono mengatakan setelah Djoko Tjandra diserahterimakan oleh Polri ke Kejaksaan, pihaknya langsung mengeksekusi Djoko ke lembaga pemasyarakatan.

"Dengan ini maka tugas kejaksaan selesai, status yang bersangkutan dari terpidana kini menjadi warga binaan," kata Ali, Jumat malam.

 

Sementara itu Dirjen Pemasyarakatan Kemenkumham Reynhard Silitonga mengatakan untuk sementara Djoko Tjandra tidak akan ditahan di lapas atau rutan tetapi dititipkan di Rutan Mabes Polri.

"Yang bersangkutan untuk sementara ditempatkan di cabang Rutan Salemba yang ada di Mabes Polri," kata Reynhard.

Janji transparan

Komjen (Pol) Listyo Sigit Prabowo mengatakan, pihaknya akan memeriksa terpidana kasus pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali, Djoko Tjandra, terkait penerbitan surat jalan dan rekomendasi.

Selain itu, Bareskrim juga akan mendalami dugaan aliran dana ke pihak-pihak yang membantu pelarian Djoko Tjandra.

Oleh sebab itu, setelah diserahkan ke Kejaksaan Agung, Djoko Tjandra akan ditempatkan sementara di Rutan Cabang Salemba Mabes Polri.

 

"Tentunya setelah ini yang bersangkutan akan ditempatkan di Rutan Cabang Salemba Bareskrim Polri. Kemudian kita akan lanjutkan dengan pemeriksaan-pemeriksaan," kata Listyo dalam konferensi pers di Gedung Bareskrim Polri, yang ditayangkan Kompas TV, Jumat (31/7/2020) malam.

"(Antara lain) terkait dengan kasus yang terkait dengan surat jalan, rekomendasi dan juga kemungkinan yang pernah saya sampaikan, lidik terkait dengan adanya aliran dana," tutur dia.

Selain itu, Bareskrim juga tengah menyelidiki keterlibatan pihak-pihak lain di luar institusi Polri dalam kasus pelarian Djoko Tjandra.

Namun, Listyo enggan membeberkan lebih lanjut siapa saja pihak-pihak yang akan dimintai keterangan.

Untuk mendalami dugaan tindak pidana dalam kasus ini, ia telah membentuk tim khusus beranggotakan tiga direktorat di Bareskrim dan Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

 

Terkait pelarian Djoko Tjandra, Polri telah menetapkan Brigjen (Pol) Prasetijo Utomo sebagai tersangka karena diduga membantu pelarian dengan menerbitkan surat jalan dan turut berperan dalam penerbitan surat kesehatan.

Dugaan tersebut dikuatkan dengan barang bukti berupa dua surat jalan, dua surat keterangan pemeriksaan Covid-19, serta surat rekomendasi kesehatan.

“Dari hasil gelar (perkara) tersebut maka hari ini kami menetapkan status tersangka untuk BJP PU," kata Listyo di Gedung Bareskrim, Jakarta Selatan, Senin (27/7/2020).

Kemudian, Prasetijo diduga tidak menjalankan tugasnya sebagai anggota Polri atau penegak hukum karena telah membiarkan atau memberi pertolongan kepada Djoko Tjandra.

Prasetijo juga diduga telah menghalangi penyidikan dengan menghilangkan sebagian barang bukti.

Prasetijo telah dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Biro Koordinasi dan Pengawasan PPNS Bareskrim Polri untuk keperluan pemeriksaan.

Selain dugaan tindak pidana, Prasetijo juga diduga melanggar disiplin dan kode etik.

Dalam kasus ini, dua jenderal Polri lainnya telah dimutasi karena diduga melanggar kode etik perihal polemik red notice untuk Djoko Tjandra, yaitu, Kepala Divisi Hubungan International Polri Irjen Napoleon Bonaparte dan Sekretaris NCB Interpol Indonesia Brigjen (Pol) Nugroho Slamet Wibowo.

Sementara, Kepala Sub-Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan, Pinangki Sirna Malasari, dinyatakan melanggar disiplin karena pergi ke luar negeri tanpa izin.

Pinangki diperiksa setelah fotonya bersama seseorang yang diduga Djoko Tjandra serta pengacaranya, Anita Kolopaking, beredar di media sosial.

Pertemuan itu diduga terjadi di Malaysia. Dari sembilan kali perjalanan tanpa izinnya tersebut, Pinangki diketahui pergi ke Singapura dan Malaysia.

Dalam salah satu perjalanan itu, Pinangki diduga bertemu Djoko Tjandra.

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul IPW Sebut Penangkapan Djoko Tjandra Tidak Berkaitan dengan Bursa Kapolri

Sumber: Warta Kota
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved