Berita Luar Negeri

7 Orang Tewas dalam Bentrokan Antargeng Monyet

Tujuh orang tewas dalam bentrokan dua kelompok monyet. Korban meninggal di rumah sakit

Editor: taryono
The sun
Ilustrasi - 7 Orang Tewas dalam Bentrokan Antargeng Monyet 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Tujuh orang tewas dalam bentrokan dua kelompok monyet.

Perisitwa terjadi di Kota Agra, Uttar Pradesh, India.

Dalam laporan berita yang diterbitkan VICE News, pada 6 Oktober 2020, pria bernama Laxman Tulsiani, seorang pedagang emas, dan Veera, seorang tukang kunci, sedang memeriksa lokasi bangunan di Kota Agra, Uttar Pradesh, India.

Bentrokan monyet besar-besaran terjadi di lingkungan tersebut.

Akibatnya kedua pria tertimpa dinding karena ulah primata itu.

Keduanya dilarikan ke rumah sakit, namun Laxman dan Veera dinyatakan meninggal oleh tim dokter karena alami cidera parah.

Pada bulan Juli 2020, sebuah keluarga yang terdiri dari lima orang juga menjadi korban tewas setelah kedua kelompok monyet itu terlibat bentrokan.

Pada waktu itu, mereka sedang tidur di rumah dan tiba-tiba dinding rumah mereka "diguncang dengan keras" oleh pasukan monyet yang berkelahi di distrik Shahjahanpur, Uttar Pradesh.

Baca juga: Kondisi Artis Gunawan Sudrajat Setelah Dikabarkan Kritis di RS

Baca juga: Rayakan No Bra Day, Alasan Nikita Mirzani Ogah Pakai Bra

Dengan populasi monyet lebih dari 50 juta, setidaknya ada 13 kematian yang disebabkan oleh bentrokan monyet yang ganas di seluruh India sejak 2015.

Menurut pusat penelitian primata yang dikelola pemerintah, lebih dari 1.000 kasus gigitan monyet dilaporkan setiap hari di kota-kota di India.

“India telah menghadapi ancaman monyet sejak akhir 80-an. Sebelumnya, manusia dan primata hidup berdampingan dengan damai tanpa konflik, ” kata Dr Iqbal Malik, dikutip VICE News, Selasa (13/10/2020).

Dr Iqbal Malik adalah seorang ahli primata yang memiliki pengalaman selama 40 tahun untuk mempelajari spesies monyet di India.

tribunnews
Deforestasi Hutan 

Ia menunjukkan berbagai alasan di balik memburuknya hubungan antara manusia dan primata.

“Kurangnya kontrol populasi manusia dan monyet, menipisnya kawasan hutan yang bisa menjadi habitat monyet,

dan beralih ke pertanian monokultur telah menyebabkan meningkatnya persaingan dan agresi di antara monyet,”

“Agresi ini kemudian berlanjut ke manusia, terutama dalam kasus ketika tanah yang dihuni monyet dirampas oleh pihak berwenang,” terangnya.

Antara tahun 2002 - 2018, India membabat 310.624 hektar kawasan hutan karena kepentingan deforestasi dan industrialisasi.

Bergantung pada skala dan sifat kerusakan, pemerintah negara bagian telah memiliki berbagai ide untuk mengatasi masalah bentrokan monyet.

Di ibu kota negara, Delhi, pemerintah telah merelokasi monyet ke suaka margasatwa.

Ada juga upaya untuk memindahkan monyet dari Delhi ke hutan di negara bagian tetangga.

Pada 2016, negara bagian Himachal Pradesh, menyatakan monyet sebagai hama, memungkinkan orang untuk membunuh mereka.

Pada 2019, negara bagian Uttarakhand mengikuti langkah negara bagian Himachal Pradesh, yang menyebutnya sebagai hama.

Di negara bagian Bihar, petani telah mencoba membujuk para politisi lokal untuk menahan serangan monyet pada tanaman mereka.

Di India, kepercayaan budaya masyarakatnya sangat mempengaruhi cara mereka memperlakukan monyet.

Hanoman, dewa monyet, adalah salah satu dewa paling populer dalam mitologi Hindu.

“Orang-orang memanggil saya untuk merelokasi monyet di daerah perkotaan, tapi saya tidak tahan melihat mereka (monyet) dikurung,”

“Bagaimanapun, mereka adalah dewa kami Bajrangbali (Hanoman), ”kata Ravi Kumar, pengejar monyet di Delhi.

tribunnews
Hanoman - Dewa Monyet Hindu 

Kumar, yang mengejar monyet dengan meniru suara mereka, menggambarkan dirinya sebagai “satpam monyet”.

Sementara itu, Yogesh Gokhale, seorang peneliti botani yang tinggal di Delhi dengan keahlian dalam pengelolaan sumber daya alam, mengatakan di lingkungannya juga jadi ancaman monyet.

“Di lingkungan perumahan saya, kami memiliki ancaman monyet yang serius, tetapi orang-orang terus memberi makan hewan-hewan ini karena mereka menganggapnya sebagai simbol agama, " ujarnya.

Peran badan sipil lokal sangat penting dalam menangani konflik manusia-hewan.

“Di perkotaan, monyet biasanya ditemukan di tempat-tempat sampah makanan yang tidak dibuang dengan benar,” kata Khushboo Gupta, kepala petugas advokasi People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) India.

“Solusinya terletak pada perencanaan kota termasuk perlindungan hutan, menutup tempat sampah dan pembuangan sampah secara teratur.”

Tahun 2019 lalu, para ilmuwan di Delhi membahas penggunaan Imunokontrasepsi untuk menjaga populasi monyet tetap terkendali.

Namun, para aktivis berpendapat, hal itu berpotensi memperburuk ancaman.

“Sterilisasi monyet bukanlah solusi pertama yang ideal, karena proses penangkapan bisa membuat mereka kesal dan terganggu,” kata Gupta.

Dia menekankan bahwa, sementara sterilisasi adalah metode ilmiah untuk pengendalian populasi.

Namun, ada tanggung jawab manusiawi untuk mencari cara lain supaya mengekang ancaman tersebut.

“Solusinya adalah dengan membuat rumah atau tempat berlindung monyet di perkotaan dengan tanaman hijau alami yang memungkinkan monyet mencari makan untuk makanannya,” kata Dr Malik.

"Monyet bukan masalahnya,"

“Manusia, yang telah menciptakan keadaan yang memaksa hewan-hewan ini masuk ke kota,” pungkas Gupta.  (Serambinews.com/Agus Ramadhan)

sumber: Serambinews

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved