Tribun Bandar Lampung
Pelestari Sastra Lisan Lampung Raih AKI 2020, Ungkap Keberadaan Hahiwang di Ambang Kepunahan
Mursi mengdapat Penghargaan AKI 2020 untuk kategori pelestari bersama 7 orang.
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Reny Fitriani
Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Sulis Setia Markhamah
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Pelestari sastra lisan Lampung Hahiwang Mursi Marsudin mendapat Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 26 November 2020.
Anugerah terhadap Mursi yang lebih dikenal sebagai Mamak Lawok ini diketahui dari pemberitahuan apresiasi AKI Tahun 2020 yang disampaikan Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbud.
Dalam pemberitahuan yang ditandatangani Direktur Pembinaan Tenaga dan Lembaga Kebudayaan Ditjen Kebudayaan Kemendikbud Judi Wahjudin ini, disebutkan Mursi mengdapat Penghargaan AKI 2020 untuk kategori pelestari bersama 7 orang.
Ada 33 penerima penghargaan secara keseluruhan baik perorangan, komunitas, dan lembaga penerima AKI tahun ini.
Mursi Marsudin atau biasa dipanggil dengan sebutan Mamak Lawok ialah seorang seniman tradisi di Kabupaten Pesisir Barat, Lampung.
Ia ahli dalam seni tradisi lisan hahiwang dan muayak.
Di samping itu ia juga ahli dalam Butetah (Tata Titi Pemberian Gelar Adat Sai Batin).
Mursi menceritakan, diperlukan kemauan yang keras dan kebolehan agar menguasai hahiwang dan muayak.
"Selain itu, untuk menciptakan syair hahiwang harus mengerti isi batin kita. Hahiwang sejatinya ialah lantunan syair yang berisi perasan kesedihan," ungkap pria kelahiran Pekon Waynapal, Krui 5 Maret 1952 ini kepada Tribunlampung.co.id melalui pesan WhatsApp, Selasa (8/12/2020).
Anak pasangan Marsudin dan Murkiyah ini mengungkapkan, seni hahiwang dan muayak ialah seni tradisi dari Lampung yang keberadaannya hampir punah karena hanya sedikit orang yang menguasai keahlian tersebut.
"Jarang sekali anak muda yang tertarik untuk mempelajarinya. Meskipun ada yang berminat belajar tapi memang cukup sulit menguasainya," paparnya.
Pada zaman dulu, akunya, orang-orang tua di wilayah Pesisir Lampung melantunkannya jika hati sedang dalam suasana bersedih untuk menghibur diri. Untuk mengekspresikan rasa kesedihannya dalam bentuk sastra lisan.
Prestasi yang berhasil diraih Mamak Lawok mendapat apresiasi dari Kepala Kantor Bahasa Lampung Eva Kris.
Eva Kris berterima kasih atas dedikasi Mamak Lawok.
Berkat kegigihan dan ketulusannya maka tradisi Lampung bisa dikenal oleh masyarakat luas, bahkan nasional.
“Kepunahan tradisi lisan merupakan ancaman yang selalu menjadi buah ratap bagi pecinta kebudayaan. Upaya yang dilakukan Bapak Mursi adalah satu di antara berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan tradisi lisan di daerah,” ujarnya.
Sementara itu peneliti budaya Lampung Arman AZ menyayangkan penghargaan bagi seniman- seniman tradisi belum diberlakukan secara baik oleh pemerintah daerah.
Menurutnya, instansi terkait kebudayaan tidak memaksimalkan media massa dalam mengenalkan praktisi budaya pada masyarakatnya.
“Selain tidak mengenalkan praktisi budaya yang berperan penting dalam kebudayaan Lampung, pemerintah juga telah lalai dalam mengurus orang-orang yang telah memberi kontribusi bagi tanah Sang Bumi Ruwa Jurai,” ujar Arman. (Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia M)