Tribun Bandar Lampung
Pelestari Sastra Lisan Lampung Hahiwang Raih AKI 2020, Mursi Berharp Genersi Muda Mau Belajar
Mursi atau akrab disapa Mamak Lawok telah berkutat dengan seni sastra lisan Hahiwang sejak usianya masih 15 tahun.
Karena sedikit sekali orang yang menguasainya, apalagi kalangan anak muda.
Ia berharap, sastra lisan itu bisa diwariskan kepada generasi muda agar tidak hilang. Ia pun mengaku siap untuk mengajarinya.
Ia meneruskan, dahulu orang-orang tua di wilayah Pesisir Lampung melantunkan Hahiwang ketika hati sedang dalam suasana bersedih untuk menghibur diri. Sebagai bentuk ekspresi.
Sebelum era gadget, Mamak Lawok melatih anak-anak di kampungnya seni tradisi Hahiwang.
Namun sekarang nyaris tidak dilakukannya karena faktor usia dan seni tradisi Hahiwang yang sudah semakin jarang digunakan.
"Kalau ada momen tertentu seperti acara kedinasan, festival seni budaya dan sejenisnya, saya kerap mengisi," terangnya.
Sejumlah peneliti luar Lampung pernah datang ke kediamannya di Hanura, Pesisir Barat.
Di antaranya dari Badan Bahasa Pusat dan Balitbang Kementerian Agama Jakarta untuk melakukan penelitian Sastra Lisan Hahiwang.
Istri Mamak Lawok, Suharti mengaku, selalu mendorong dan mendukung agar suaminya terus bisa melestarikan Hahiwang.
Sekalipun dia tidak menampik perhatian pemerintah terhadap suaminya minim.
Dia juga berharap generasi muda banyak yang mau belajar tradisi lisan Lampung.
"Selagi orangnya masih ada, saya minta anak muda harus melanjutkan tradisi Hahiwang ini agar jangan sampai putus. Ada regenerasinya," tuturnya.
Kepala Kantor Bahasa Lampung Eva Kris menuturkan, kepunahan tradisi lisan merupakan ancaman yang selalu menjadi buah ratap bagi pecinta kebudayaan.
Upaya yang dilakukan Mursi adalah satu di antara berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan tradisi lisan di daerah.
Peneliti budaya Lampung Arman AZ menyayangkan penghargaan bagi seniman-seniman tradisi yang belum diberlakukan secara baik oleh pemerintah daerah.