Tribun Bandar Lampung

Pelestari Sastra Lisan Lampung Hahiwang Raih AKI 2020, Mursi Berharp Genersi Muda Mau Belajar

Mursi atau akrab disapa Mamak Lawok telah berkutat dengan seni sastra lisan Hahiwang sejak usianya masih 15 tahun.

Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
Pelestari sastra lisan Lampung Hahiwang Mursi Marsudin. Pelestari Sastra Lisan Lampung Hahiwang Raih AKI 2020, Mursi Berharp Genersi Muda Mau Belajar 

Laporan Reporter Tribunlampung.co.id Sulis Setia Markhamah

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Mursi Marsudi, salah satu pelestari sastra lisan Lampung, Hahiwang.

Mursi baru saja mendapatkan Anugerah Kebudayaan Indonesia (AKI) 2020 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) pada 26 November lalu.

Bergulat dengan isi batin, melantunkannya saat hati bersedih untuk pelipur lara, lalu mengekspresikannya dalam bentuk sastra lisan, itulah Hahiwang.

Salah satu tradisi lisan khas Lampung.

Mursi atau akrab disapa Mamak Lawok telah berkutat dengan seni sastra lisan Hahiwang sejak usianya masih 15 tahun hingga kini berusia 68 tahun.

Sejak saat itu ia menuliskan sastra lisan ke dalam tulisan.

Ada ratusan tulisan yang telah dibuat. Awalnya setiap judul Hahiwang ia tulis tangan.

Namun karena tulisan tersebut lama kelamaan rusak, ia menyalinnya dengan cara diketik menggunakan mesin ketik.

Panjang satu judul Hahiwang bisa 6-8 lembar.

Ia bercerita, sastra lisan tersebut awalnya dilestarikan oleh buyutnya hingga sampai ke dirinya. Ia merupakan generasi kelima yang melestarikan sastra tersebut.

Ada sebuah karya sastra lisan Hahiwang yang ditulis di atas kayu selebar 15-20 cm dan panjangnya hampir 1 meter.

Karya ini merupakan warisan turun temurun dari nenek buyutnya. Saat ini, karya tersebut tersimpan rapi di kediaman Mursi.

"Dalam menciptakan syair Hahiwang, terlebih dahulu harus mengerti isi batin kita. Karena Hahiwang sejatinya merupakan lantunan syair yang berisi perasaan kesedihan," tutur seniman tradisi yang tinggal di Kabupaten Pesisir Barat ini, Rabu (9/12/2020).

Pria kelahiran Pekon Waynapal ini menuturkan, seni Hahiwang hampir punah.

Karena sedikit sekali orang yang menguasainya, apalagi kalangan anak muda.

Ia berharap, sastra lisan itu bisa diwariskan kepada generasi muda agar tidak hilang. Ia pun mengaku siap untuk mengajarinya.

Ia meneruskan, dahulu orang-orang tua di wilayah Pesisir Lampung melantunkan Hahiwang ketika hati sedang dalam suasana bersedih untuk menghibur diri. Sebagai bentuk ekspresi.

Sebelum era gadget, Mamak Lawok melatih anak-anak di kampungnya seni tradisi Hahiwang.

Namun sekarang nyaris tidak dilakukannya karena faktor usia dan seni tradisi Hahiwang yang sudah semakin jarang digunakan.

"Kalau ada momen tertentu seperti acara kedinasan, festival seni budaya dan sejenisnya, saya kerap mengisi," terangnya.

Sejumlah peneliti luar Lampung pernah datang ke kediamannya di Hanura, Pesisir Barat.

Di antaranya dari Badan Bahasa Pusat dan Balitbang Kementerian Agama Jakarta untuk melakukan penelitian Sastra Lisan Hahiwang.

Istri Mamak Lawok, Suharti mengaku, selalu mendorong dan mendukung agar suaminya terus bisa melestarikan Hahiwang.

Sekalipun dia tidak menampik perhatian pemerintah terhadap suaminya minim.

Dia juga berharap generasi muda banyak yang mau belajar tradisi lisan Lampung.

"Selagi orangnya masih ada, saya minta anak muda harus melanjutkan tradisi Hahiwang ini agar jangan sampai putus. Ada regenerasinya," tuturnya.

Kepala Kantor Bahasa Lampung Eva Kris menuturkan, kepunahan tradisi lisan merupakan ancaman yang selalu menjadi buah ratap bagi pecinta kebudayaan.

Upaya yang dilakukan Mursi adalah satu di antara berbagai cara yang dapat dilakukan untuk mencegah kepunahan tradisi lisan di daerah.

Peneliti budaya Lampung Arman AZ menyayangkan penghargaan bagi seniman-seniman tradisi yang belum diberlakukan secara baik oleh pemerintah daerah.

Arman mengatakan, ada beberapa kabupaten lain yang juga memiliki pelestari Hahiwang seperti di Lambar dan Tanggamus.

"Kondisi mereka semuanya sudah uzur. Untuk Pesibar, hanya Mamak Lawok yang populer dan konsisten," beber Arman.

“Selain tidak mengenalkan praktisi budaya yang berperan penting dalam kebudayaan Lampung, pemerintah juga lalai dalam mengurus orang-orang yang telah memberi kontribusi bagi tanah Sang Bumi Ruwa Jurai,” imbuh Arman.

Kadiskominfo Pesibar Miswandi Hasan atas nama Pemerintah Kabupaten Pesisir Barat bersyukur atas penghargaan AKI 2020 yang diraih Mamak Lawok.

Ke depan dia yakini akan ada program dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Pesibar untuk memberikan pembinaan dan pelatihan bagi generasi muda terkait Tradisi Hahiwang.

"Dari pemkab sendiri saya akan koordinasi terlebih dahulu dengan pimpinan untuk memberikan apresiasi kepada Mamak Lawok," ujar Miswandi.

Kondisi perekonomian Mamak Lawok diakuinya akan menjadi perhatian bagi Pemkab Pesibar ke depan. (Tribunlampung.co.id/sulis setia)

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved