Kabar Artis

Artis Melanie Subono Tak Mau Divaksin Covid-19 meski Gratis

Walau Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi sudah menggratiskannya, Melanie Subono tetap belum percaya vaksin Covid-19 dari pemerintah.

Penulis: rio angga | Editor: Heribertus Sulis
Tribunnews
Melanie Subono. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Walau Presiden RI Joko Widodo alias Jokowi sudah menggratiskannya, Melanie Subono tetap belum percaya vaksin Covid-19 dari pemerintah.

Penyebab Melanie Subono belum percaya vaksin Covid-19 di Indonesia, karena vaksin diklaim belum selesai diuji secara ilmiah.

Bahkan, Melanie Subono tak mau jadi generasi pertama vaksin Covid-19 dan tetap enggan menggunakan vaksin Covid-19 di Indonesia, lantaran dirinya masih sayang akan tubuhnya.

Baca juga: Bandara Radin Inten II Lampung Selatan Belum Terapkan Wajib Rapid Test Antigen

Baca juga: Pelabuhan Bakauheni Lampung Selatan Belum Terapkan Wajib Rapid Test Antigen

"Sok aja, dia mau gratisin ga papa tapi gue masih sayang badan gue," ucapnya Melanie Subono di kawasan Puri Indah, Jakarta Barat, beberapa waktu lalu.

"Tapi gue belum percaya sama vaksin yang belum selesai, ini penelitiannya aja belum selesai," terangnya.

"Nggak ada pandangan, karena secara ilmiah aja belum selesai," ungkapnya.

Saksikan video berita selengkapnya di bawah ini.

"Gue akan baca dulu itu paper ilmiahnya baru mau vaksin," jelas Melanie.

Melanie tak menolak adanya vaksin, namun ia enggan jika harus jadi yang pertama kali menyuntikkan vaksin tersebut pada tubuhnya.

Siapkan Uang Denda Rp 5 Juta

Vaksin Covid-19 sudah tiba di Indonesia dan siap diberikan gartis ke masyarakat.

Melanie Subono menolak menjadi generasi pertama yang disuntik vaksin Covid-19.

Baca juga: Yulida Handayani Pilih Pulang ke Indonesia Setelah Cerai dari Aktor India Ravi Bhatia

Baca juga: Manchester United vs Leeds, Gelandang The Whites Khawatir Berlaga di Old Trafford

"Gue pasti mau (vaksin), tapi nggak mau jadi yang pertama," kata Melanie Subono di kawasan Puri Indah, Jakarta Barat, kemarin.

Melanie Subono menyadari, setiap obat yang suntikan ke tubuh akan memiliki efek samping.

"Bikin resepnya harus tes panjang sebelum diberikan ke publik," katanya.

Sambil tertawa, Melanie Subono sempat mendengar kabar warga yang tidak mau diberi vaksin akan didenda Rp 5 juta.

Melanie Subono tidak mempersoalkan itu.

"Gue udah ngumpulin uang Rp 5 juta," katanya tertawa.

Sejauh ini Melanie Subono belum percaya keampuhan vaksin Covid-19.

"Mau gratis, ya nggak apa-apa. Tapi gue masih sayang badan gue," ucap Melanie Subono yang belum percaya pada keampuhan vaksin.

"Gue belum percaya sama vaksin yang belum selesai. Penelitiannya belum selesai," ujar Melanie Subono.

"Gue akan baca dulu paper ilmiahnya, baru mau vaksin," jelas Melanie Subono.

Kata Pimpinan DPRD DKI Jakarta Soal Sanksi Warga Menolak Divaksinasi Covid-19

Berikut ini penjelasan Pimpinan DPRD DKI Jakarta soal sanksi warga menolak divaksinasi Covid-19.

Diketahui, ada sanksi bagi warga yang menolak divaksinasi Covid-19 yang diberikan pemerintah secara gratis itu.

Penjelasan sanksi tolak vaksin Covid-19 tersebut dijelaskan oleh Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Mohamad Taufik.

Saat ini, Pimpinan DPRD DKI Jakarta merespon gugatan warga Ibu Kota Jakarta terhadap Perda Nomor 2 tahun 2020.

Pedra itu tentang Penanggulangan Covid-19 di Jakarta ke Mahkamah Agung (MA).

Perda merupakan produk hukum bersama antara Pemprov DKI Jakarta dengan pihak DPRD DKI Jakarta untuk kepentingan warga.

Mohamad Taufik mengatakan, payung hukum itu dibuat justru untuk melindungi warga Jakarta dari potensi penyebaran Covid-19.

Taufik tak bisa membayangkan penyebaran Covid-19 bila warga enggan divaksinasi.

Padahal langkah itu dilakukan untuk menangani pandemi yang berlangsung sejak Maret 2020 lalu.

“Vaksinnya kan gratis, kecuali vaksinnya beli. Masalah kalau dia sehat tapi nggak mau (divaksin), wajar kami kasih punishment (hukuman)"

"karena tetap bisa berpotensi untuk menularkan virus kepada yang lain,” kata Taufik pada Jumat (18/12/2020).

“Ini artinya kami mau mencegah penularan itu Covid-19, karena salah satunya lewat vaksin demi keselamatan semua,” lanjut Politisi Partai Gerindra ini.

Meski demikian, Taufik tak mempersoalkan bila ada warga yang menggugat produk hukum daerah tersebut.

Kata dia, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

Sehingga langkah mereka yang meminta MA untuk menguji materiil Perda Nomor 2 tahun 2020 adalah haknya.

“Itu kan haknya warga DKI, cuma kami pertimbangannya itu, bahwa pemerintah ingin warga Jakarta sehat semua"

"yah sala hsatunya dengan cara vaksinasi. Justru kalau menolak vaksin, ada kemungkinan penyebaran lewat yang bersangkutan,” jelas Taufik.

Dalam kesempatan itu, Taufik enggan menanggapi jauh soal uji materiil Perda Penanggulangan Covid-19 di Jakarta ke MA.

Dia bahkan menyerahkan persoalan itu ke MA.

“Nggak apa-apa biarain saja kami lihat di putusan MA nantinya kayak apa. Nanti kami siapkan pengacara bila diperlukan,” ungkap Taufik.

Seperti diketahui, warga DKI Jakarta, Happy Hayati Helmi menggugat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di Jakarta ke Mahkamah Agung (MA).

Perempuan yang berprofesi sebagai advokat itu mengunggat regulasi daerah karena menganggap membebani masyarakat.

Terutama mengenai sanksi denda Rp 5 juta bagi orang yang menolak divaksinasi Covid-19.

Gugatan uji materiil itu telah didaftarkan Happy bersama tiga orang kuasa hukumnya ke MA, Rabu (16/12/2020) lalu.

Kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa mengatakan, pihaknya minta MA untuk menguji Pasal 30 dalam Perda Nomor 2 tahun 2020.

Pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 5 juta.

Kata dia, frasa ‘dan/atau vaksinasi Covid-19’ bertentangan dengan tiga payung hukum yang lebih tinggi.

Yaitu UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana diubah dengan UU Nomor Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Diberitakan, warga DKI Jakarta, Happy Hayati Helmi, menggugat Peraturan Daerah (Perda) Nomor 2 tahun 2020 tentang Penanggulangan Covid-19 di Jakarta ke Mahkamah Agung (MA).

Perempuan yang berprofesi sebagai advokat itu menggugat regulasi daerah karena menganggap membebani masyarakat.

Terutama mengenai sanksi denda Rp 5 juta bagi orang yang menolak divaksinasi Covid-19.

Gugatan uji materiil itu telah didaftarkan Happy bersama tiga orang kuasa hukumnya ke MA, Rabu (16/12/2020) lalu.

Kuasa hukum Happy, Viktor Santoso Tandiasa, mengatakan pihaknya meminta MA untuk menguji Pasal 30 dalam Perda Nomor 2 tahun 2020.

Pasal tersebut menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menolak untuk dilakukan pengobatan dan/atau vaksinasi Covid-19, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 5 juta.

Kata dia, frasa 'dan/atau vaksinasi Covid-19’ bertentangan dengan tiga payung hukum yang lebih tinggi, yaitu UU Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Nomor 12 tahun 2011 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor Nomor 15 tahun 2019 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

“Paksaan vaksinasi Covid-19 bagi Pemohon tentunya tidak memberikan pilihan bagi Pemohon untuk dapat menolak vaksinasi Covid-19," ujarnya, Jumat (18/12/2020).

"Karena bermuatan sanksi pidana denda Rp 5 juta yang besarannya di luar kemampuan pemohon, mengingat selain sanksi denda bagi dirinya, dia juga memiliki seorang suami, seorang adik dan seorang anak yang masih balita,” kata Viktor.

“Artinya apabila Pemohon menolak vaksinasi bagi keluarganya, maka pemohon harus membayar denda sebesar Rp 5 juta x 4 orang = Rp 20 juta,” lanjutnya.

Viktor juga mempertanyakan tindak lanjut bila kliennya membayar denda tersebut sebesar Rp 20 juta.

Sebab dalam ketentuan norma Pasal 30 Perda Nomor 2 tahun 2020 itu tak dijelaskan apakah setelah membayar denda, maka setiap orang yang menolak vaksinasi Covid-19 telah melepas kewajiban untuk mendapat vaksinasi Covid-19 di kemudian hari atau tidak.

“Artinya bisa saja jika pemohon menolak vaksinasi dengan membayar denda, di kemudian hari datang kembali petugas untuk melakukan vaksinasi Covid-19 kepada Pemohon dan keluarganya,” jelasnya.

Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta dan DPRD DKI Jakarta akhirnya mengesahkan Raperda Penanggulangan Covid-19 di Ibu Kota menjadi Perda.

Pengesahannya dilakukan saat rapat paripurna di gedung DPRD DKI Jakarta, Jalan Kebon Sirih, Gambir, Jakarta Pusat, Senin (19/10/2020).

Berdasarkan data yang diperoleh, Perda Nomor 2 tahun 2020 yang disahkan itu berjumlah 11 Bab dengan 35 pasal.

Regulasi itu meniadakan sanksi penjara atau kurungan bagi pihak yang melanggar.

“Pidana kurungan tidak kami masukan, jadi kami memang lebih kepada efek pendidikan, dan melalui Perda ini yang kami tonjolkan adalah edukasi,” kata Ketua Badan Pembentukan Peraturan Daerah (Bapemperda) DPRD DKI Jakarta Pantas Nainggolan.

Baca juga: Liga Inggris Tottenham vs Leicester, Momen Kebangkitan The Lilywhites Seusai Kalah dari Liverpool

Baca juga: Sepulang Pelatihan di Bandar Lampung, Warga Way Kanan Dinyatakan Positif Covid-19

(Tribunnews.com/Wartakotalive.com/FAF)

Artikel ini telah tayang di Wartakotalive dengan judul Walau Sudah Digratiskan Jokowi, Melanie Subono Tetap Belum Percaya Vaksin Covid-19 dari Pemerintah

Videografer Tribunlampung.co.id / Rio Angga Saputra

Sumber: Warta Kota
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved