UMKM Lampung

Kuliner Lampung, Soto Mbak Ninung di Metro yang Legendaris

Murah tapi enak. Inilah yang dirasakan saat melahap soto legendaris Mbak Ninung. Sebegitu fenomenalnya, sampai-sampai setiap calon pembeli kudu datang

Penulis: Indra Simanjuntak | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung / Indra Simanjuntak
Soto Mbak Ninung di Metro. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, METRO - Murah tapi enak. Inilah yang dirasakan saat melahap soto legendaris Mbak Ninung.

Berdiri sejak tahun 1995 atau 26 tahun lalu, warung yang berada di Jalan Wolter Monginsidi, Kelurahan Yosomulyo, Metro Pusat tersebut sangat hits di kalangan pecinta kuliner soto di Bumi Sai Wawai.

Sebegitu fenomenalnya, sampai-sampai setiap calon pembeli kudu datang di bawah pukul 14.00 WIB jika ingin kebagian seporsi soto.

"Buka mulai 07.30 WIB. Ya paling lama habis 14.00 WIB. Cuma rata-rata jam 12.00 atau 13.00 WIB sudah habis," ujar Nurlaela Sari, pemilik Soto Mbak Ninung, Senin (24/5/2021).

Perempuan 42 tahun ini menceritakan, soto merupakan usaha keluarga yang mulai dirintis sang kakek.

Soto Mbak Ninung di Metro.
Soto Mbak Ninung di Metro. (Tribunlampung / Indra Simanjuntak)

Baca juga: Kuliner Lampung, Sop Duren Corner Nikmat Segar Pakai Daging Durian Asli Medan

Lalu turun-temurun diteruskan anak dan cucu.

"Dulu punya mbah, dikenalnya Soto Parmin di Selikur (21). Tapi sudah enggak ada. Nah, anak sama cucu terus buat. Jadi ada beberapa, namanya beda-beda, tapi resepnya sama semua. Kalau saya Soto Mbak Ninung," kenangnya.

Ia mengaku, setiap hari 15 kilogram ayam atau setara 200 lebih porsi soto habis.

Dengan omzet sekitar Rp 2 Juta per harinya, Mbak Ninung saat ini dibantu lima karyawan yang semuanya merupakan tetangga.

"Ini usaha keluarga, cuma kita minta tolong tetangga bantu-bantu. Kita mulai ini dari ponakan saya kecil sampai sekarang sudah punya anak. Harga satu porsi Rp 7.000 plus nasi, kalau gorengan Rp 2.000 tiga," tuturnya.

Ibu tiga anak ini mengaku sengaja memberi harga merakyat, meski warungnya sudah ramai pembeli.

Bahkan, Mbak Ninung pun mempertahankan desain warung yang hanya terbuat dari geribik atau bilik bambu.

"Untuk harga kita memang cari untung dikit yang penting jalan terus, makanya siang sudah habis. Nah, kalau bangunannya ya memang gini, gak mau diubah, termasuk cat warna biru ini ya dari awal begini," terangnya.

Meski sempat terdampak pandemi Covid-19 pada tahun lalu,

Ninung optimistis sektor kuliner mampu bertahan dan berkembang.

Ia pun merencanakan membuka cabang.

"Rencana gitu, cuma masih bingung sapa yang mau pegang. Anak pertama kedua sudah kerja semua, enggak ada yang mau usaha. Tinggal yang kecil ini masih sekolah. Bakatnya sih sudah keliatan, suka bantu di sini juga soalnya," tuntasnya. ( Tribunlampung.co.id / Indra Simanjuntak )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved