Lampung Timur
Ingat Anak Cucu, Nelayan Muara Gading Mas Lamtim Tangkap Rajungan Pakai Jaring Ramah Lingkungan
panas yang cukup menyengat, namun tak menghentikan aktivitas sejumlah nelayan yang tengah matu jaring (membersihkan jaring pasca melaut) di Desa Muara
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: soni
"Kalaupun nggak musim rajungan, masih bisa dapat 10 kilo bahkan lebih. Sekarang tidak sebanyak itu lagi," imbuh perempuan berumur 36 tahun ini.
Menurutnya, sudah hampir 2 tahunan ini susah cari rajungan. Padahal saat musim rajungan nelayan melakukan aktivitas mbabang (merantau di pulau dekat lokasi tangkapan) saat dan bisa mendapatkan kwintalan rajungan. Namun sejak 2019 hingga 2021 silam tidak terlalu menghasilkan.
Pendamping Kelompok Nelayan dari Mitra Bentala yang bekerjasama dengan Environmental Defense Fund (EDF) dimana menjadi bagian dari Komite Pengelolaan Perikanan Rajungan Berkelanjutan (KPPRB) I Nyoman Natih di lokasi yang sama mengatakan, butuh proses untuk memberikan pengetahuan yang benar ke nelayan terkait pentingnya menjaga ekosistem tangkapan.
Ia sendiri membina 4 kelompok dengan 44 orang nelayan di dalamnya di desa tersebut. Sedikit banyak diakuinya nelayan sudah memahami apa itu tangkap ramah lingkungan. Seperti keluarga Kadim dan Anisa.
"Pelan-pelan terus kami edukasi. Yang tadinya nggak ada kelompok jadi punya kelompok, dibina. Harapannya akan turut berdampak dari cara mereka menangkap rajungan ataupun ikan," bebernya.
Ketua RT 18 RW 009 Desa Muara Gading Imam (53) menambahkan, dirinya turut berusaha memaksimalkan nelayan untuk bisa lebih peduli terhadap perikanan tangkap rajungan yang berkelanjutan.
"Saya dulu bisa kebeli perahu dari nangkap rajungan. Untuk kehidupan sehari-hari juga dari rajungan. Kalau kita bisa sama-sama menjaga tentunya kita masih bisa dapat hasil rajungan yang bagus tiap tahunnya," ungkapnya yang juga bendahara kelompok nelayan ini.
Imam juga termasuk nelayan yang tetap bertahan pakai alat tangkap ramah lingkungan. Walaupun sebelumnya Imam termasuk nelayan yang menggunakan alat tangkap tak ramah berupa cantrang saat belum mendapatkan wawasan alat tangkap ramah lingkungan. ( Tribunlampung.co.id / Sulis Setia Markhamah )