Wawancara Eksklusif
Wawancara Khusus dengan Kepala Satpol PP Bandar Lampung, Melihat Fenomena Manusia Silver
Maraknya manusia silver yang berada di persimpangan jalan (traffic light) yang padat kendaraan menjadi satu fenomena baru di Kota Bandar Lampung.
Penulis: Vincensius Soma Ferrer | Editor: Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG – Maraknya manusia silver yang berada di persimpangan jalan (traffic light) yang padat kendaraan menjadi satu fenomena baru di Kota Bandar Lampung.
Keberadaan manusia silver ini, telah menjadi fenomena di banyak kota besar di tanah air.
Lalu, bagaimana keberadaan mereka dari sisi ketertiban sosial?
Apakah keberadaan mereka mengganggu ketertiban sosial?
Berikut wawancara khusus wartawan Tribunlampung Vincensius Soma Ferer dengan Kepala Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Bandar Lampung Suhardi Syamsi di ruang kerjanya, Kamis (21/10/2021).
Keberadaan orang dengan tubuh penuh cat di perempatan jalan yang ada rambu lampu merah jadi satu fenomena di Bandar Lampung, dinamai apa secara sosial?
Manusia yang melumuri seluruh tubuhnya dengan cat berwarna perak tersebut kerap kita sebut sebagai manusia silver.
Manusia silver, sejatinya merupakan fenomena yang pasti terjadi di setiap kota besar. Di Bandar Lampung sendiri, mereka mulai hadir sejak pada akhir tahun 2019 lalu.
Hingga kini, keberadaan manusia silver masih mudah ditemui meskipun Pol PP secara berkala telah melakukan penertiban kepada mereka.
Kegiatan apa yang mereka lakukan?
Dengan cat itu, mereka menarik perhatian para pengguna jalan agar muncul rasa empati guna nantinya berharap akan diberinya mereka sejumlah rupiah.
Apa sebab mereka kita tertibkan?
Tindakan mereka yang meminta-minta itu dinilai tidak tepat. Pasalnya keberadaan mereka yang demikian mengganggu ketertiban di ruas lalu lintas.
Kemudian lokasi mereka disana juga berbahaya, baik bagi pengguna jalan maupun bagi manusia silver sendiri.
Adapun tindak penertiban manusia silver adalah mandat dari Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2010 Tentang Pembinaan Anak Jalanan, Gelandangan dan Pengemis.
Adakah kesulitan dalam menertibkan mereka?
Kerap, lokasi mereka dalam meminta-minta selalu berpindah. Kemudian saat adanya laporan masuk ke Pol PP terhadap lokasi mereka, saat kita meluncur mereka sudah berpindah.
Terlebih, aksi kucing-kucingan antara Pol PP dan manusia silver selalu terjadi saat kita coba tindak.
Jika diamati, beberapa manusia silver justru masih dalam usia anak. Apakah tindak penertiban mereka sama?
Memang, berdasarkan riwayat penertiban kita jumlah anak yang yang menjadi manusia silver hampir Fifty-Fifty, atau hampir separuh dari mereka yang dewasa.
Dari situ, ada tindakan berbeda yang kita lakukan bila dilihat dari usia mereka. Dimana terhadap anak yang dengan niat pribadi untuk mengemis, penertiban dihadirkan dengan melekatkan pembinaan agar tidak kembali dilakukannya aktivitas serupa.
Lalu, bila anak bekerja atas tuntutan suatu kelompok, maka tindakan tersebut termasuk eksploitasi anak menurut Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perlindungan anak.
Adanya informasi eksploitasi anak dalam aksi tersebut sudah kita dapatkan dari sejumlah pengakuan manusia silver yang terjaring penertiban.
Sayangnya, hingga saat ini, kami belum berhasil mengungkap indikasi tersebut. Namun, upaya untuk mencapai itu terus kami lakukan hingga kini.
Sejauh apa informasi tentang eksploitasi anak itu kita dapatkan?
Saat ini, Pol PP Bandar Lampung sudah menyimpulkan adanya kelompok manusia silver yang terorganisir. Dimana dalam satu jaringan kecilnya, terdapat minimal tiga aktor terlibat.
Pertama, adalah dia yang menjadi bos atau koordinator yang termasuk pula menyediakan alat dan bahan untuk para manusia silver mewarnai tubuhnya. Kedua, pengawas lapangan, yang bertugas mengawasi aktivitas manusia silver di persimpangan jalan.
Dan yang terakhir ialah mausia silver itu sendiri. Poinnya, anak sebagai manusia silver dianggap lebih menghadirkan penghasilan yang besar ketimbang orang dewasa. Hal tersebut disebabkan oleh daya kasihan pengguna jalan yang lebih besar saat dimintai oleh mereka yang masih berusia anak.
Saat ini, Pol PP barulah bisa mengungkap jaringan manusia silver hanya sampai pada struktur pengawas lapangan.
Terkait base camp mereka juga kerap berpindah. Sehingga sangat sulit untuk mencari jejak mereka.
Kadang mereka melakukan pengecatan badan di rumah kosong, kadang di tempat sepi, hal itu sesuai dengan kondisi yang mereka alami saat itu juga.
Mengapa banyak anak tertarik menjadi manusia silver?
Utamanya karena faktor ekonomi. Manusia silver dengan pelakunya anak bisa mendapatkan uang yang besar dalam waktu singkat, bahkan ada yang sampai ratusan ribu rupiah dalam waktu beberapa jam saja.
Mereka yang mau menjadi manusia silver, informasi lanjutannya, mereka diharuskan membayar dengan nominal tertentu sebagai biaya pembelian cat. Namun meski harus membayar, penghasilan mereka tetap lebih besar.
Hal itu juga sebagai sebab terdorongnya pengemis-pengemis lain untuk melakukan hal serupa. Sehingga meski sudah dicabut, potensi untuk tumbuhnya tunas baru manusia silver tetap berpotensi terjadi.
Apa yang harus dilakukan agar fenomena itu terputus?
Salah satunya dengan partisipasi masyarakat sebagai makhluk sosial untuk secara tepat sasaran dalam menaruh rasa iba.
Diharap, kebiasaan memberi di jalanan dihentikan. Karena bila pengguna jalan tidak memberikan uang kepada manusia silver, maka pada waktunya fenomena manusia silver akan selesai.
Sebaliknya, bila kebiasaan memberi terus berlangsung di ruas jalan, maka fenomena tersebut semakin merebak.
Marilah kita bersama menjaga ketertiban sosial agar kenyamanan di Bandar Lampung.
Demikian wawancara khusus Tribunlampung dengan Kepala Badan Pol PP Bandar Lampung Suhardi Syamsi, terkait dengan fenomena keberadaan manusia silver di Bandar Lampung. ( Tribunlampung.co.id / V Soma Ferer)