Kesehatan
Halo Dokter, Apa Itu Akalasia dan Bagaimana Gejala serta Peyebabnya
Akalasia merupakan istilah dalam ilmu kedokteran dan kesehatan. Berikut penjelasan lengkap dari Halo Dokter.
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Tahukah kamu apa itu akalasia?
Memang istilah akalasia mungkin akan membuat kita mengerutkan dahi.
Istilah ini tentu terasa asing bagi sebagian besar orang. Karena istilah ini jarang terdengar.
Akalasia merupakan istilah dalam ilmu kedokteran dan kesehatan.
Akalasia merupakan suatu kondisi ketika kerongkongan (esofagus) kehilangan kemampuan untuk mendorong makanan dari mulut ke perut.
Baca juga: Halo Dokter, Apa Itu Batu Empedu dan Bagaimana Cara Mencegahnya
Hal tersebut disebabkan karena cincin otot di ujung kerongkongan (sfingter esofagus) tidak membuka saat proses menelan terjadi.
Kondisi itu juga akan menyebabkan lower esophageal sphincter (LES) menjadi kaku saat makanan atau minuman menuju ke lambung.
Penyakit ini diketahui mampu menyerang siapa saja.
Meski tergolong langka, akalasia tetap menjadi penyakit yang dapat diturunkan.
Namun, umumnya kebanyakan kasus terjadi pada orang berusia paruh baya yang memiliki gangguan autoimun.
Baca juga: Halo Dokter, Apa Itu Batu Empedu dan Seperti Apa Gejalanya
Dikutip dari National Organzation for Rare Disorder dan Cedars-Sinai, terdapat beberapa kondisi yang meningkatkan risiko akalasia, di antaranya:
1. Berusia antara 25 hingga 60 tahun, tetapi ternyata juga bisa terjadi pada anak-anak.
2. Punya keluarga yang memiliki riwayat akalasia.
3. Punya kelainan autoimun.
4. Terinfeksi virus dari penyakit lain, seperti herpes atau chagas.
Penyebab akalasia
Penyakit akalasia dapat terjadi karena berbagai alasan.
Meski begitu, laman Healthline menyebutkan bahwa hingga kini belum diketahui pasti penyebab akalasia.
Namun dikutip dari Web MD, terdapat beberapa kondisi yang dapat menyebabkan terjadinya seseorang mengalami akalasia, antara lain:
1. Penyakit autoimun.
2. Infeksi virus.
3. Faktor genetik.
4. Penurunan fungsi saraf atau neurodegeneratif.
Gejala akalasia
Dikutip dari Kompas.com, berikut merupakan gejala akalasia:
1. Sulit menelan.
2. Makanan atau minuman naik kembali ke kerongkongan.
3. Batuk atau tersedak di malam hari.
4. Nyeri di ulu hati dan dada.
5. Merasa tidak nyaman setelah mengonsumsi makanan.
6. Berat badan menurun.
7. Sering tersedak.
8. Sering bersendawa.
9. Muntah.
Komplikasi akalasia
Apabila tidak ditangani dengan baik, akalasia dapat menyebabkan komplikasi, seperti:
1. Pneumonia aspirasi karena makanan atau minuman naik kembali ke kerongkongan dan masuk ke paru-paru.
2. Perforasi esofagus, yakni dinding kerongkongan robek.
3. Kanker kerongkongan (esofagus).
Pengobatan akalasia
Terdapat dua metode pengobatan akalasia yang bisa dilakukan, yakni nonbedah dan bedah.
1. Nonbedah
Berikut beberapa prosedur nonbedah yang bisa dilakukan:
a. Pneumatic dilation, dengan memasukkan balon khusus ke bagian tengah sfingter esofagus guna melebarkan kerongkongan.
b. Suntik botulinum toxin (botox) agar sfingter esofagus tidak kaku.
Sayangnya, suntikan ini hanya efektif maksimal selama enam bulan.
c. Pemberian obat pelemas otot
Bila penderita akalasia tidak dapat menjalani pneumatic dilation, operasi, dan suntik botox, dokter akan memberikan obat pelemas otot.
2. Bedah
Beberapa prosedur bedah yang dapat dilakukan untuk mengatasi akalasia, antara lain:
a. Heller myotomy, memotong otot LES menggunakan teknik laparoskopi agar makanan dapat lebih mudah masuk ke lambung.
b. Fundoplication, dengan membungkus bagian bawah kerongkongan dengan bagian atas lambung untuk mencegah asam lambung naik kembali ke kerongkongan.
c. Peroral endoscopic myotomy (POEM), yakni memotong otot LES langsung melalui bagian dalam mulut menggunakan endoskopi.
Pencegahan akalasia
Laman Cedars-Sinal menyebutkan tidak ada cara efektif dalam mencegah akalasia.
Hal tersebut disebabkan karena belum diketahui dengan pasti penyebab akalasia.
Namun beberapa langkah ini dapat dilakukan agar tidak memperburuk gejala akalasia, antara lain:
a. Tidak merokok.
b. Hindari makanan dan minuman yang menyebabkan nyeri ulu hati.
c. Banyak minum air saat sedang makan.
d. Lebih sering makan dengan porsi kecil.
e. Hindari makan di malam hari.
Baca juga: Halo Dokter, Apa Itu Esofagitis dan Seperti Apa Gejalanya
f. Letakkan bantal untuk menyangga kepala agar asam lambung tidak naik ke kerongkongan saat terlelap. ( Tribunlampung.co.id / Virginia Swastika )