Kesehatan
Halo Dokter, Cara Mendeteksi Gejala Disentri Amoeba
Halo Dokter, berikut penjelasan cara mendeteksi gejala Disentri Amoeba. Penyakit Disentri Amoeba ternyata timbul karena kebiasaan buruk dalam kehidupa
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDAR LAMPUNG - Simak penjelasan cara mendeteksi gejala Disentri Amoeba. Adapun, penyakit Disentri Amoeba ternyata timbul karena kebiasaan buruk dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satu contohnya adalah kebiasaan berjalan di atas tanah tanpa alas kaki sering dilakukan banyak orang, termasuk anak-anak.
dr Aditya M Biomed dari UPTD Labkesda Lampung mengatakan, saat berjalan tanpa alas kaki di atas tanah, amoeba akan masuk ke dalam tubuh lewat telapak kaki.
Setelah masuk, amoeba akan menyerang usus besar.
Saat amoeba menyerang usus besar, terjadi penyakit yang bernama Disentri Amoeba.
Gejala khas Disentri Amoeba adalah sakit perut yang melilit dan disertai demam namun tidak tinggi.
Menurut dr Aditya, sakit perut melilit inilah yang sering membuat penderitanya mengira dia terkena usus buntu.
Padahal sebenarnya dia terkena Disentri Amoeba.
Untuk itu saat sakit perut melilit, segera datang ke dokter untuk diperiksa.
Saat pemeriksaan, dokter akan memeriksa feses pasien untuk memastikan dia terkena Disentri Amoeba.
"Kalau dia ternyata terkena Disentri Amoeba, di fesesnya akan terlihat jelas ada amoebanya. Kalau tidak ada amoba ya berarti bukan Disentri Amoeba," urai dr Aditya.
Setelah memastikan pasien terkena Disentri Amoeba, dokter akan memberi obat-obatan yang salah satunya adalah obat anti amoeba.
Obat ini harus diminum hingga habis walaupun baru 1-2 hari minum obat ini sakit perut melilitnya sudah mereda.
"Sebab khawatirnya sakit perut melilit mereda bukan karena amoebanya sudah mati. Tapi amoebanya cuma pingsan. Kalau daya tahan tubuh lemah, bisa bangun lagi amoebanya," ucap dr Aditya.
Ketika amoba sudah mati dan sudah sembuh dari Disentri Amoeba, jangan lengah. Sebab kapan saja bisa terkena Disentri Amoeba lagi.
Agar tidak terkena Disentri Amoeba lagi, harus menjaga kebersihan diri, rajin mencuci tangan, dan kalau keluar rumah harus pakai alas kaki. Kemudian jangan makan dan minum sembarangan.
Takutnya makanan dan minuman itu kotor.
"Makanan dan minuman yang kotor juga bisa ada amoebanya. Kotornya makanan dan minuman itu banyak sebab. Salah satunya saat membuat atau memegang makanan dan minuman itu, tangan dalam keadaan kotor," ujar dr Aditya.
Diare
Tahukah kamu diare adalah salah satu penyakit yang sering menyerang anak-anak hingga dewasa.
Hati-hati, diare bisa menyerang kapan pun di mana pun dan siapapun
dr Roro Rukmi Windi Perdani, Sp.A dari Rumah Sakit Hermina Lampung mengatakan, diare pada anak maupun dewasa sama saja.
Diare merupakan gangguan saluran cerna yang dampaknya pada penyerapan zat-zat makanan.
Ada dua penyebab diare.
Pertama adalah infeksi karena masuknya organisme bersifat patogen, yang berasal dari sesuatu yang masuk ke mulut seperti makanan dan minuman yang tidak bersih.
"Itu sebabnya anak-anak yang jajan makanan dan minuman yang tidak bersih. Apalagi kalau jajannya sering, bisa mengalami diare," kata dr Roro, Senin 15 November 2021.
Penyebab diare yang kedua adalah non infeksi, yakni intoleransi terhadap laktosa yang terkandung dalam susu.
Bisa juga karena alergi protein susu sapi atau turunannya seperti keju.
Baik diare yang disebabkan infeksi maupun non infeksi gejalanya sama yakni buang air besar terus menerus dan setiap kali buang air besar fesesnya cair, nyeri perut, demam serta muntah.
Khusus untuk diare yang disebabkan oleh non infeksi, demam jarang terjadi, dan untuk yang intoleransi ada gejala khasnya yakni perut kembung dan sering buang angin.
Pengobatan diare bisa dilakukan dirumah jika diare masih ringan, yakni dengan memberikan cairan untuk mengganti cairan yang hilang karena diare agar tidak terjadi dehidrasi.
Penggantian cairan yang hilang bisa dengan banyak minum air putih, minum oralit, serta makan sayur yang berkuah seperti sayur bayam, sayur sop, dan sebagainya.
Selain itu bisa diberikan zink yang dosisnya diberikan sesuai umur.
Zink bisa berbentuk cairan atau tablet.
Bisa juga diberikan probiotik.
Beberapa penelitian mengatakan probiotik bisa menetralisir kuman yang menyebabkan infeksi.
Lain halnya jika diare sudah berat yang menyebabkan dehidrasi, muntah terus menerus, dan sulit makan.
Harus dirawat di rumah sakit untuk mendapatkan pengobatan seperti diinfus.
Diare Pada Anak
Secara umum, diare merupakan masalah pencernaan.
Kondisi ini ditandai dengan adanya perubahan bentuk konsentrasi tinja yang menjadi lebih lembek atau encer.
Selain itu, diare juga bisa ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar melebihi frekuensi biasanya.
Ada dua jenis diare, yakni diare akut dan kronis. Diare akut terjadi selama 1-2 hari.
Sementara diare kronis terjadi selama empat minggu hingga lebih.
Pada anak-anak, diare umum terjadi pada bayi usia di bawah lima tahun atau balita.
World Health Organization (WHO) melaporkan setidaknya secara global, ada 1,7 juta kasus diare pada anak setiap tahunnya.
Umumnya, kondisi tersebut terjadi di negara-negara berkembang.
Gangguan pencernaan ini juga patut diwaspadai.
Sebab, diare bisa menjadi penyakit yang mematikan bila tak ditangani dengan tepat.
Tercatat, masalah pencernaan ini diketahui telah membunuh 525 ribu balita setiap tahunnya.
Penyebab
Menurut dokter spesialis anak RS Brayat Minulya Surakarta, dr Shelvy Putri Amelia, Sp. A, yang dikutip dari Kompas, terdapat beberapa penyebab diare pada anak.
Dirinya mengatakan bahwa secara umum, diare tersebut dapat dibagi menjadi dua, yakni karena infeksi dan non-infeksi.
1. Diare karena infeksi
dr Shelvy mengungkapkan infeksi virus, bakteri, dan parasit merupakan penyebab diare pada anak yang paling sering terjadi.
Untuk virus, khususnya Rotavirus telah menjadi penyebab utama diare pada anak.
Bahkan sebanayak 60-70 persen kasus diare pada balita disebabkan oleh virus tersebut.
Bakteri Salmonella dan parasit Giardia juga bisa menyebabkan anak-anak terserang masalah pencernaan ini.
2. Diare karena non-infeksi
Sedangkan penyebab diare non-infeksi meliputi:
a. Alergi makanan.
b. Efek samping obat-obatan.
c. Keracunan makanan.
d. Adanya penyakit lain, seperti radang usus, penyakit Crohn dan celiac, kolitis ulserativa, maupun gangguan psikologis.
Gejala
Dilansir dari laman John Hopkins Medicine, gejala diare pada anak dapat ditandai dengan beberapa hal, antara lain:
1. Kram.
2. Sakit perut.
3. Perut kembung.
4. Demam.
5. Tinja berdarah.
6. Dehidrasi.
7. Mual dan muntah
Sementara menurut dr Shelvy anak yang terkena diare akan sangat rentan mengalami dehidrasi.
Setidaknya ada tiga derajat dehidrasi yang bisa menjadi gejala diare pada anak. Berikut ciri-cirinya:
1. Tanpa dehidrasi
a. Dalam tahap ini, buang air kecil anak masih tergolong biasa.
b. ASI juga masih bisa diteruskan dan tidak perlu melakukan pembatasan atau mengganti makanan, termasuk susu formula.
c. Gejala diare ini dapat diatasi dengan memberikan cairan oralit 5-10 ml setiap buang air besar.
2. Gejala dehidrasi ringan-sedang
a. Anak terlihat haus dan frekuensi buang air kecil mulai berkurang.
b. Mata terlihat agak cekung, kekenyalan kulit menurun, dan bibir kering.
c. Dapat diatasi dengan pemberian cairan dehidrasi di bawah pengawasan ahli medis.
d. ASI dapat diteruskan dan pembatasan makanan tidak perlu dilakukan.
3. Gejala dehidrasi berat
Gejala ini mirip dengan dehidrasi ringan-sedang.
Namun terdapat gejala tambahan seperti napas yang cepat dan dalam, sangat lemas, kesadaran menurun, dan denyut nadi cepat.
Di tahapan ini, anak harus segera dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan rehidrasi.
Pengobatan
Dikutip dari Kompas.com, dr Shelvy menyarankan beberapa cara pengobatan diare pada anak, di antaranya:
1. Meneruskan pemberian ASI bila anak masih menyusu.
2. Memberikan cairan rehidrasi oral (CRO) saat anak sudah bisa minum selain ASI.
3. Mengonsumsi obat zinc 10 hari berturut-turut untuk mencegah diare kambuh.
4. Mengonsumsi antibiotic selektif untuk mengurangi keparahan diare.
5. Memberikan makanan berkuah atau jus segar untuk mengembalikan cairan yang hilang akibat dehidrasi.
6. Memberikan makanan dalam porsi kecil dan sering.
Selain itu, dr Shelvy juga menyarankan anak untuk memberikan makanan yang mengandung tinggi energi.
"Lanjutkan pemberian makanan yang mengandung tinggi energi setelah sembuh dari diare," jelas dr Shelvy.
Pencegahan
Terdapat beberapa cara mencegah diare pada anak, di antaranya:
a. Menjaga kebersihan lingkungan, terutama sumber air minum.
b. Pastikan air dan makanan yang dikonsumsi bersih dan matan.
c. Rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah makan, setelah buang air kecil maupun besar, juga setelah memegang benda kotor.
d. Memberikan ASI pada anak berusia kurang dari 2 tahun untuk meningkatkan daya tahan tubuhnya.
e. Memberikan vaksin rotavirus untuk mencegah diare pada anak. ( Tribunlampung.co.id / Virginia Swastika / Jelita Dini Kinanti )