Mesuji

Minyak Goreng di Mesuji Lampung Naik Hingga Rp 10 Ribu per Liter

Harga minyak goreng di sejumlah toko dan warung di Kabupaten Mesuji mengalami kenaikan hingga Rp 10 ribu

Penulis: M Rangga Yusuf | Editor: soni
Tribun Lampung / M Rangga Yusuf
Minyak Goreng di Mesuji Lampung Naik 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, MESUJI - Harga minyak goreng di sejumlah toko dan warung di Kabupaten Mesuji mengalami kenaikan hingga Rp 10 ribu, Minggu (5/12/2021).

Salah satu pemilik toko di Pasar Brabasan Ismi (30) mengatakan harga minyak goreng saat ini memang mengalami kenaikan, dan sudah tiga minggu harga minyak tersebut mengalami kenaikan.

"Jadi saat ini saya menjual minyak goreng satu dusnya Rp 200 ribu, dengan kapasitas 10,8 liter. Jadi per 1,8 liter nya dijual Rp 34 ribu," ujarnya.

Selanjutnya, kata Ismi, kenaikan harga tersebut mulai dari Rp 7 ribu, Rp 8 ribu dan hingga saat ini mencapai Rp 10 ribu.

Hal sama juga disampaikan oleh ibu rumah tangga di Desa Brabasan, Kecamatan Tanjung Raya, Sinta (28). Menurutnya kenaikan harga minyak sudah berlangsung sebulan.

"Jadi harga minyak sampai sekarang naiknya gila-gilaan. Masa bisa sampai Rp 22 ribu per liter yang sebelumnya hanya Rp 12 ribu per liter," ucapnya.

Dari kenaikan harga minyak tersebut, Sinta mengaku harus memutar otak untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

"Soalnyakan kalau untuk masak, semua masakan harus pakai minyak. Nah kalau sekarang ini minyak mahal jadi masaknya lebih ke tumisan aja yang hemat minyak makan," paparnya.

Terpisah Kepala Bidang Perdagangan, Dinas Koperasi, UMK, Perindustrian dan Perdagangan (Koperindag) Kabupaten Mesuji Eka Apriyanto mengatakan, kenaikan harga minyak sudah terjadi sejak sebulan yang lalu, tepatnya pada awal November 2021.

"Awal November 2021, sudah mengalami kenaikan harga. Jadi kenaikan harga minyak goreng ini ada tiga faktor yang menyebabkan," ungkapnya.

Yang pertama, kata Eka, harga Crude Palm Oil (CPO) dunia naik menjadi 44 persen dari harga normal.

Kemudian yang ke-dua, memang industri minyak di Indonesia sendirikan bukan industri dari hulu ke hilir.

"Artinya industrinya tidak menanam sawit sendiri, kemudian tidak mengolah CPO sendiri. Akan tetapi lebih kepada membeli CPO terus diubah menjadi minyak goreng," terangnya.

Sehingga, Eka menilai mau tidak mau ketergantungan akan CPO semakin tinggi. Dan menyebabkan tidak bisa mengontrol harga minyak goreng di pasaran ketika harga CPO naik.

Baca juga: Larangan Penjualan Minyak Goreng Curah, Pedagang di Bandar Lampung Kaget

"Selanjutnya yang ke-tiga adalah produksi hasil sawit nya agak menurun. Sebab, ada masa kurang produktif di tumbuhan sawit itu, nah untuk awal November, Desember sampai dengan Januari produktivitas buah sawit mulai turun nanti mulai lagi di April," pungkasnya.

( Tribunlampung.co.id / Rangga Yusuf )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved