Muktamar NU
Muktamar NU 2021, Said Aqiel Siradj Singgung Jokowi Pakai Sarung dan Peci
Ketua umum PBNU, Said Aqiel Siradj singgung pakaian yang dikenakan Presiden RI tentang sarung dan peci dalam pembukaan Muktamar NU ke-34.
Penulis: Reni Ravita | Editor: Dedi Sutomo
TRIBUNLAMPUNG.CO.ID - Ketua umum PBNU, Said Aqiel Siradj singgung pakaian yang dikenakan Presiden RI tentang sarung dan peci dalam pembukaan Muktamar NU ke-34 Rabu (22/12/2021).
Dalam acara tersebut, Said Aqiel Siradj memberikan ucapan sambutan kepada Joko Widodo yang kali ini berkenan mengenakan sarung.
"Yang terhormat, Presiden Republik Indonesia Bapak Ir. H. Joko Widodo dan Ibu Iriana Jokowi yang pagi hari ini beliau berkenan pakai sarung," ujarnya yang disambut tawa audiens.
Tak hanya Jokowi, Said Aqiel Siradj juga mengucapkan rasa hormatnya untuk wakil presiden Ma'ruf Amin yang turut hadir dengan mengenakan sarung pula.
"Yang terhormat, Bapak Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof. Dr. KH. Ma'ruf Amin yang sesungguhnya beliau mustasyar PBNU, juga pakai sarung."
Baca juga: Muktamar NU 2021, Relawan NU Back Packer Bantu Bersihkan Sampah di Lokasi Muktamar
Said Aqiel Siradj menuturkan dalam sambutannya bahwa banyaknya kultur dan budaya yang dimiliki NU seperti simbol sarung dan peci.
Ia juga menyinggung masalah Islam Nusantara sebagai bukti kematangan NU.
"Kita kaya dengan simbol-simbol antara lain yang dipakai Pak Presiden hari ini peci dan sarung."
"Simbol Islam Nusantara seperti peci dan sarung yang kita tahu dalam arti teologi, tapi itu simbol nusantara, simbol umat Islam Indonesia."
"Dibumi ini, Islam Nusantara jadi bukti kematangan NU," jelasnya.
Baca juga: Buka Muktamar NU 2021, Presiden Joko Widodo Apresiasi NU Dalam Penanganan Covid-19
Dengan adanya kebudayaan tersebut bertujuan untuk membuka diri untuk dapat berkolaborasi dengan kebudayaan asing.
Said Aqiel Siradj juga memberikan sejarah mengenai kehadiran NU pada zaman dulu.
"Seabad yg lalu NU berdiri sebaga jawaban atas pertanyaan dan tantangan zaman, islam harus terlibat memberikan warna terhadap zaman yang tak menentu, mencari cara agar cahaya Allah terlihat terang dan tak padam oleh kekufuran," jelasnya.
Dengan segala tujuan mulia itulah para kyai merasa terpanggil untuk menjawab tantang dunia yang sedang bergejolak dari sudut pandang agama.
"Pada tataran global, perang dunia pertama baru saja usai sistem monarki berbasis agama mulai terasa tak memadai dan gelombang radikalisme berkibar." lanjutnya.