Ketua Umum PBNU Gus Yahya: Pernyataan Jenderal Dudung ‘Tuhan Bukan Orang Arab’ Bukan Penistaan Agama

Ketua Umum PBNU Gus Yahya mengatakan, pernyataan “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan bukan orang Arab" bukan penistaan agama.

Editor: Andi Asmadi
DOK TRIBUN
Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf (kanan), Rais Aam PBNU KH Miftachul Akhyar (kiri), dan tokoh Lampung Thomas Azis Riska di sela-sela acara Pengukuhan PBNU di Kalimantan Timur, belum lama ini. Gus Yahya menilai pernyataan Jenderal Dudung "saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang Arab" bukanlah penghinaan atau penistaan agama. 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, JAKARTA – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf atau Gus Yahya mengatakan, pernyataan “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang Arab” bukanlah penghinaan atau penistaan agama.

Gus Yahya juga mengatakan, ketersinggungan pada sebagian kelompok adalah hal yang berlebihan. Masalah itu seharusnya ditanggapi dengan jernih dan wajar saja.

Pernyataan Gus Yahya tersebut tertuang dalam wawancaranya dengan Rosiana Silalahi dari KompasTV dalam acara talkshow ROSI episode Wajah Baru Nahdlatul Ulama yang tayang pada Kamis (20/1/2022).

Baca juga: KSAD Jenderal Dudung Pastikan Tak Menista Agama, Karena Dudung yang Ngomong, Kejang . . .

Polemik seputar pernyataan “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang Arab” kembali mengemuka pada hari-hari terakhir ini setelah sekelompok orang yang mengatasnamakan ulama dan habaib melapor ke Puspom Angkatan Darat.

Yang dilaporkan adalah Kepala Staf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Dudung Abdurachman. Pernyataan itu mengemuka tatkala Jenderal Dudung berbicara dalam acara podcast di YouTube.

Jenderal Dudung sudah memberikan klarifikasi dalam acara Coffee Morning Pemimpin Redaksi Bersama KSAD di Mabes TNI Angkatan Darat, Senin (7/2/2022).

Jenderal Dudung menegaskan bahwa tak ada maksud atau niat untuk menghina atau menistakan agama dengan kalimat tersebut.

Akan halnya Gus Yahya, ia menanggapi masalah pernyataan Jenderal Dudung itu dengan tenang dan kalimat yang tertata.

Berikut ini petikan tanya jawab Rosi dengan Gus Yahya.

Rosi: Ada tokoh yang menjadi kontroversi pernyataannya, berkata, saya kalau doa, doa dalam bahasa Indonesia, karena Tuhan bukan orang Arab. Dan ini dianggap sebagai penghinaan, penistaan. Apa tanggapan Gus Yahya?

Gus Yahya: Kita tidak bisa menganggap itu sebagai penistaan. Karena doa itu dialog yang sangat pribadi dengan Tuhan. Dan, memang ada tradisi bahwa para ulama yang pada masa-masa awal jelas dari Arab, jadi mewariskan formula-formula, rumusan-rumusan doa, yang kemudian kita percaya kalau kita ikuti akan membawa berkah tersendiri. Tapi, itu tidak harus. Seseorang bisa berdoa dengan bahasa masing-masing.

Rosi: Tapi, yang menjadi kontroversi atau ketresinggungan bagi sebagian kelompok adalah karena mengatakan Tuhan bukan orang Arab. Karena Tuhan itu tidak bisa didefinisikan sebagai orang Arab. Bagaimana?

Gus Yahya: Itu kalau (xxxx... kalimat tidak jelas), Tuhan memang bukan orang, apalagi orang Arab. Orang saja bukan. Jadi, sebetulnya ini dari segi makna denotatif, tidak ada yang salah dengan pernyataan itu. Tapi, ini mungkin soal anggapan bahwa ini merupakan ekspresi merendahkan Arab, kira-kira seperti itu, saya kira juga merupakan dorongan yang tumbuh dari ekspresi-ekspresi yang seolah-olah mengagungkan ke-Arab-an, bahwa Islam yang otentik itu Arab.

Saya kira dalam hal ini kita harus menanggapinya dengan jernih dan wajar saja. Bahwa, pertama... (belum selesai, disela oleh Rosi).

Baca juga: Daftar Kekayaan Jenderal TNI, KSAD Jenderal Dudung dan Wakil KSAD Mayjen Agus Subiyanto Paling Bawah

Rosi: Menurut Gus Yahya, itu berlebihan?

Gus Yahya: Sebetulnya tidak. Ini soal aksi-reaksi saja karena keadaan atau suasana yang melingkupi kita selama ini.

Rosi: Apakah ketersinggungan itu berlebihan?

Gus Yahya: Sebetulnya agak berlebihan, tapi bisa dimaklumi karena suasana yang melingkupi kita saat ini. Yaitu, bahwa memang ada semacam persaingan-persaingan antarkelompok yang kemudian masing-masing mencari, katakanlah, ungkapan-ungkapan yang dianggap bisa mewakili kelompok masing-masing. Itu yang saya kira terjadi seperti itu.

Tanggapan Menag

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas juga menanggapi polemik soal “saya berdoa pakai bahasa Indonesia saja karena Tuhan kita bukan orang Arab”.

Menag Gus Yaqut mengatakan, pernyataan Jenderal Dudung itu tak perlu diperdebatkan. 

“Itu clear sekali kalau kita memahami pernyataan Jenderal Dudung secara utuh. Pernyataan itu juga menjadi penegasan bahwa Tuhan memang bukan makhluk, tapi sebagai Khalik (Sang Pencipta). Sudahlah, tidak ada yang perlu diributkan dengan statemen itu,” ujar Menag Yaqut di Jakarta, Senin (7/2/2022).

Menurut Menag, dalam berdoa setelah salat, umat Islam diperbolehkan menggunakan bahasa apa pun, termasuk bahasa Indonesia.

Baca juga: KSAD Jenderal Dudung Terinspirasi Jenderal M Jusuf, Bagi-bagi Susu untuk Prajurit dan Anaknya

Pernyataan Jenderal Dudung dalam podcast tersebut juga dalam konteks soal pilihan dan cara berkomunikasi dengan Tuhan, jelas bukan bermaksud memosisikan Allah sebagai makhluk.

Kalimat Jenderal Dudung ‘karena Tuhan Kita itu Bukan Orang Arab’ adalah tidak berdiri sendiri tapi bermakna penegasan setelah kalimat ‘Pakai bahasa Indonesia saja’.

Menag mengajak semua pihak untuk mengedepankan proses klarifikasi (tabayyun) ketika melihat persoalan yang dinilai ambigu.

Termasuk pada pernyataan Jenderal Dudung, semestinya bisa diselesaikan dulu dengan bertemu atau berdiskusi langsung. Cara tersebut, menurut Menag, akan lebih elegan dan tak menguras energi. 

Menag menilai, sebagai petinggi TNI, Jenderal Dudung sudah pasti dibekali kedalaman pengetahuan dan kematangan cara berkomunikasi kepada publik.

Dengan keyakinan itu, Jenderal Dudung tentu memiliki kehati-hatian dan mampu mengukur dampak pernyataan atau tindakannya di tengah publik.

“Termasuk soal agama, Jenderal Dudung justru selama ini memberikan perhatian besar terhadap upaya menjaga kerukunan umat beragama di Indonesia. Mari kita harus jernih melihat setiap persoalan,” ajak Menag.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved