Kesehatan

Halo Dokter, Apa Itu Usus Buntu dan Akibatnya Jika Pecah

Usus buntu adalah salah satu penyakit yang sering dialami manusia. Lalu apa itu usus buntu?

Penulis: Jelita Dini Kinanti | Editor: Reny Fitriani
Dokumentasi
dr Andi Siswandi, Sp.B. Apa itu usus buntu 

TRIBUNLAMPUNG.CO.ID, BANDARLAMPUNG - Usus buntu adalah salah satu penyakit yang sering dialami manusia.

Lalu apa itu usus buntu?

dr Andi Siswandi, Sp.B dari Rumah Sakit DKT mengatakan, usus buntu diakibatkan oleh feses yang mengeras lalu masuk ke lubang usus dan tidak bisa keluar.

Penyebab feses mengeras adalah makan makan makanan yang kurang serat, kurang minum air putih, kurang makan buah-buahan, dan sering makan junk food.

Gejala khas usus buntu adalah nyeri di ulu hati yang sering dikira penyakit maag.

Lalu nyeri itu berpindah ke perut kanan bawah.

Gejala usus buntu ini masih merupakan gejala usus buntu akut.

Jika merasakan gejala usus buntu akut harus segera datang ke dokter untuk mendapatkan penanganan berupa operasi.

Usus buntu akut jangan diabaikan dan jangan diurut, karena usus buntu akut akan menjadi usus buntu kronis dan pecah.

Usus buntu kronis yang pecah akan mengeluarkan nanah yang mengiritasi atau menginfeksi lapisan dinding perut (peritonium).

Lalu terjadilah peradangan yang disebut peritonitis.

Baca juga: Halo Dokter, Gejala Peritonitis dan Cara Mengobatinya

Peritonitis terbagi menjadi primer dan sekunder.

Peritonitis primer adalah peradangan yang memang murni terjadi di peritoneum akibat penyakit lain seperti sirosis hepatis dan TBC. 

Sedangkan peritonitis sekunder adalah peradangan di peritoneum yang disebabkan oleh organ lain yang pecah.

Salah satunya yang cukup sering terjadi adalah usus buntu kronis yang pecah.

"Gejala khas peritonitis primer maupun sekunder sama, yakni nyeri diseluruh perut. Selain gejala khas, ada juga gejala sekunder berupa demam, mual, dan muntah. Bahkan kesadaran bisa menurun," kata dr Andi Siswandi.

Namun gejala sekunder ini tidak selalu ada, tergantung kondisi masing-masing.

Ada juga yang mengalami peritonitis tapi tidak demam, mual, dan muntah.

Hanya merasakan nyeri seluruh perut. 

Peritonitis tidak bisa dibiarkan begitu saja, karena berisiko kematian.

Apalagi kalau yang mengalami peritonitis usianya sudah diatas 60 tahun, risiko kematiannya bisa lebih besar dibandingkan dengan yang masih muda.

Untuk itu jika mengalami peritonitis harus segera datang ke dokter agar mendapatkan penanganan lebih cepat.

Sebelum memberikan penanganan, dokter akan melakukan anamnesa ke pasien untuk mengetahui yang dialami peritonitis primer atau sekunder.

Sebab penanganan peritonitis primer dan sekunder beda.

Misal pasien mengalami peritonitis sekunder karena usus buntu pecah.

Penangananya hanya bisa dengan operasi. Tidak ada cara lain.

"Operasinya pun tidak boleh ditunda atau diulur-ulur waktunya. Operasinya harus dilakukan dengan cepat, karena operasi peritonitis seperti kejar-kejaran dengan waktu," kata dr Andi.

(Tribunlampung.co.id/Jelita Dini Kinanti)

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved