Bandar Lampung
Cerita Perajin Kolang-Kaling di Bandar Lampung, Suyanto Bisa Produksi 2 Kuintal per Hari
Perajin buah kolang-kaling di Kampung Peninjauan, Sukarame II, Telukbetung Barat, Bandar Lampung mulai kebanjiran pesanan menjelang Ramadan.
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Perajin buah kolang-kaling di Kampung Peninjauan, Sukarame II, Telukbetung Barat, Bandar Lampung mulai kebanjiran pesanan menjelang Ramadan.
Permintaan buah ini meningkat signifikan dibandingkan tahun sebelumnya.
Salah satu perajin kolang-kaling, Suyanto (52), mengatakan, pesanan tahun ini diperkirakan meningkat sekitar 50 persen.
"Lumayan ada peningkatan, karena selama pandemi dua tahun belakang itu omzet jauh menurun," kata Suyanto, Kamis (31/3/2022).
Suyanto menyebut sudah satu pekan terakhir ini ia bisa memproduksi 2 kuintal kolang-kaling per hari.
Baca juga: Kapolresta Bandar Lampung Bakal Tindak Tegas Anggota Polri yang Langgar SOP
Baca juga: Kepala BKD Bandar Lampung Sebut Pemberhentian 161 Orang TKK Hasil dari Evaluasi yang Dilakukan
Cukup mengalami peningkatan jika dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sekitar 1,5 kuintal per hari.
Suyanto mengaku tetap berusaha mempertahankan usaha yang sudah dirintis sejak tahun 1994.
"Karena kita sudah punya pelanggan tetap. Walaupun tahun kemarin produksinya sedikit, tetap ada yang beli," imbuhnya.
Suyanto mengatakan, bahan baku buah aren didapat dari sejumlah wilayah di Lampung seperti Gisting, Talang Padang, Ulu Belu, dan Liwa.
Buah aren itu kemudian dikupas dan diolah menjadi kolang-kaling yang siap dijadikan pelengkap takjil buka puasa.
Dalam proses pengupasan kulit buah, Suyanto biasa menggunakan jasa warga sekitar.
"Dibantu dari masyarakat di sekitar sini juga. Untuk upahnya Rp 2.000 per rantang," sebut Suyanto.
Untuk mempermudah proses pengupasan, buah aren terlebih dahulu direbus.
Setelah dikupas dan dibersihkan, kolang-kaling tersebut direndam dalam wadah berisi air bersih.
Selanjutnya kolang-kaling siap dipasarkan ke konsumen dengan harga Rp 650 ribu per karung ukuran 50 kilogram.
"Karena yang beli di sini rata-rata untuk dijual lagi ke pasar pasar tradisional," kata Suyanto.
Sementara itu, Mutia, buruh pengupas kulit kolang-kaling, mengaku ketiban rezeki dengan datangnya bulan Ramadan.
Banyaknya pesanan jelang Ramadan tahun ini berimbas terhadap upah yang dia terima.
"Kalau bulan bulan biasa satu rantang itu upahnya cuma Rp 1.500," ujar Mutia.
Oleh karena itu, wanita paruh baya ini mengaku sudah hampir 20 tahun bekerja sebagai pengupas kulit kolang-kaling.
"Kalau lagi ramai seperti sekarang ini sehari bisa 20 sampai 30 rantang," imbuhnya.
(Tribunlampung.co.id/Muhammad Joviter)