Investasi
Simak Tips dari Pengamat Keuangan Sebelum Terjebak Pinjol
Pengamat keuangan di Lampung meminta masyarakat bisa membedakan apa itu kebutuhan atau keinginan sebelum terjebak pinjaman online (pinjol).
Penulis: sulis setia markhamah | Editor: Reny Fitriani
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Pengamat keuangan di Lampung meminta masyarakat bisa membedakan apa itu kebutuhan atau keinginan sebelum terjebak pinjaman online (pinjol).
Selain itu juga menakar gaji atau sumber penghasilan pasti sehingga tidak rentan resiko ketidakmampuan membayar utang.
"Meminjam itu harusnya sesuai kebutuhan dan kemampuan kita untuk membayar. Standarnya jika memiliki gaji atau penghasilan pasti Rp 100, maka kita hanya mampu membayar hutang senilai sepertiga dari gaji," ungkap Pengamat Keuangan yang juga dosen Fakultas Ekonomi Universitas Lampung Dr Nairobi kepada Tribunlampung.co.id, Senin (16/5/2022).
Nairobi mengansumsikan gaji Rp 100 dengan pembagian alokasi dana hanya Rp 30 untuk membayar utang.
"Kalau untuk membayar utang lebih dari sepertiga, kita berpotensi terganggu keuangannya," bebernya.
Baca juga: Cara Buka Tabungan BRI BritAma X
Baca juga: Terbelit Pinjol Wanita Kenakan Busana Tertutup Cari Sumbangan, Warga Jadi Resah
Nairobi juga menekankan masyarakat agar jeli menghitung keuangan. Jangan menganggap uang yang belum pasti namun sudah dihitung sebagai sumber pendapatan tetap.
"Penghasilan yang tidak pasti nggak bisa dihitung. Potensi pendapatan atau keuntungan juga tidak bisa dihitung sebagai pendapatan pasti. Sekarang orang banyak yang menghitung dari penghasilan tidak pasti. Tidak bisa seperti itu," tegasnya.
Dia mengingatkan masyarakat agar berfikir panjang dan menakar finansial sebelum melakukan peminjaman dana.
Sehingga terhindar dari kemungkinan resiko ketidakmampuan bayar.
Menghitung dengan tepat dan cermat akan segala kemungkinan agar tidak terjadi gali lubang tutup lubang, seperti kasus perempuan bercadar warga Bandung yang terjebak hutang di belasan pinjol dan tengah heboh di Pringsewu , Lampung, karena meminta sumbangan untuk membayar hutangnya.
"Pinjol ini kan mau seperti apa bentuknya intinya sama, yakni memberikan pinjaman. Bedanya (dengan meminjam di bank) di tingkat keketatan atau persyaratannya yang lebih sederhana," ungkap dia.
Lembaga keuangan seperti pinjol menurutnya lebih berani mengambil resiko.
"Namun si pemberi pinjaman (pinjol) juga akan memberikan resiko yang lebih besar seperti pembayaran yang lebih besar, bunga yang lebih besar, " paparnya.
Tingkat kehati-hatian yang dilakukan pinjol, sambung Nairobi, tidak seperti standar yang ditetapkan dalam proses pinjam meminjam atau prinsip 5C perbankan (character atau karakter, capacity/ cashflow atau kapasitas/ keuangan, capital atau modal, collateral atau agunan, dan constrait atau hambatan.
"Hal-hal seperti itu memang agak kurang, pinjol lebih kepada menggunakan data-data dari medsos (media sosial) yang mereka dapatkan," kata Nairobi.
"Salah satu langkah untuk mendapatkan uangnya kembali dengan meneror si peminjam. Disini harusnya ada aturan yang memungkinkan itu diperbolehkan atau tidaknya (menggunakan cara teror). Tapi sudah seharusnya BI dan OJK memiliki aturan batasan terkait penagihan, dan lainnya," tandasnya.
(Tribunlampung.co.id/ Sulis Setia Markhamah)