Pringsewu

Komoditas di Pringsewu Mahal, Cabai Merah Tembus Rp 50 Ribu per Kg

Menurut Lan, pedagang di Pasar Pringsewu, beberapa hari terakhir harga cabai merah Rp 40 ribu per kg dan cabai rawit tembus Rp 50 ribu per kg.

Penulis: Tri Yulianto | Editor: Daniel Tri Hardanto
Tribunlampung.co.id / Tri Yulianto
Harga cabai merah di Pasar Pringsewu kini Rp 40 ribu per kg. 

Tribunlampung.co.id, Pringsewu - Harga beberapa komoditas di Pringsewu saat ini yang tinggi adalah kelompok cabai, bawang merah, telur, dan minyak goreng. 

Menurut Lan, pedagang di Pasar Pringsewu, beberapa hari terakhir harga cabai merah Rp 40 ribu per kg dan cabai rawit tembus Rp 50 ribu per kg.

Harga tersebut sudah termasuk tinggi. 

"Kalau cabai merah Rp 40 ribu dan cabai rawit Rp 50 ribu," ujar Lan, Selasa (24/5/2022).

Selanjutnya untuk telur Rp 28 ribu per kg.

Baca juga: Panen Raya, Harga Kopi di Lampung Barat Tembus Rp 26 Ribu

Harga telur sudah tinggi sejak sebelum Idul Fitri dan sampai saat ini harga tidak turun.

Harga bawang merah juga tinggi yakni Rp 40 ribu per kg.

Harga tersebut sudah bertahan sejak usai Idul Fitri 1443 H lalu. 

Iin, pedagang di Pasar Sarinongko, mengakui kenaikan harga sebenarnya terjadi menjelang Idul Fitri.

Kemudian turun sebentar dan naik lagi sampai sekarang. 

"Mulai mahalnya sayuran itu waktu akhir puasa, mau Lebaran. Biasalah mau Lebaran memang harga-harga naik. Habis itu bertahan terus harga-harganya sampai sekarang," ujar Iin. 

Ia mengaku, memang selama bulan Mei ini harga sempat turun, seperti cabai merah yang jelang Idul Fitri bisa Rp 100 ribu terus turun antara Rp 25 ribu sampai Rp 30 ribu per kg. Setelah itu naik lagi. 

"Kalau sekarang rata-rata harga sudah agak mahal. Entah nanti naik lagi, atau turun," ujar Iin.

Sedangkan untuk harga daging sapi dan ayam, kini sudah kembali ke harga pasaran.

Daging sapi antara Rp 130 ribu sampai Rp 135 ribu per kg. 

Kemudian harga daging ayam mulai dari Rp 18 ribu per kg, dan Rp 35 ribu per ekor.

Sedangkan saat jelang Idul Fitri lalu harga mulai Rp 25 ribu per kg, dan Rp 45 ribu untuk ukuran per ekor.

Lantas untuk harga minyak goreng, baik curah atau kemasan saat ini terendah Rp 20 ribu.

Untuk minyak goreng curah kini Rp 20 ribu per kg, dan minyak goreng kemasan Rp 20 ribu per kemasan yang ukurannya dekati satu liter.

Para konsumen dalam hal ini masyarakat juga mengaku, sekarang harga-harga bahan pokok mahal. Sementara ini mereka beranggapan itu dampak dari Idul Fitri. 

"Sekarang ini memang masih mahal sayuran, mungkin karena masih habis Lebaran jadi harganya masih seperti lebaran meski tidak semahal mau lebaran," ujar Yuli. 

Lantas, masyarakat lainnya juga mengeluhkan harga-harga saat ini yang masih tinggi, tidak berbeda jauh dari menjelang Idul Fitri. 

"Ini bingung juga, padahal sudah tidak mau lebaran lagi, tapi harganya masih sama seperti mau Lebaran. Padahal mestinya harga sudah murah lagi," kata Yuli. 

Sementara itu, Kabid Perdagangan Diskoperindag Pringsewu Reka mengaku, memang kenaikan harga bahan pokok yang terjadi disebabkan adanya momentum Idul Fitri.

"Di saat adanya momentum seperti Idul Fitri, kenaikan harga bahan pokok memang lazim terjadi. Tapi saat ini kenaikan itu tidak signifikan," terang Reka. 

Ia pun mengaku, kenaikan harga bahan pokok lainnya pun didasari keputusan pemerintah pusat. Seperti yang terjadi pada naiknya harga minyak goreng. 

"Pemerintah pusat memang membolehkan ekspor CPO, lalu dilarang dan sekarang dibuka lagi. Itu termasuk akan mempengaruhi harga minyak goreng," ujar Reka. 

Ia pun menambahkan, dari informasi Kementerian Perdagangan, situasi konflik Ukraina dan Rusia juga bisa menimbulkan dampak kenaikan harga. Meski saat ini itu belum terasa.  

Lantas untuk skala pemerintah kabupaten tentu tidak bisa mengatasi langsung kenaikan harga. Sebab ada hukum pasar di dalamnya serta adanya kebijakan pemerintah pusat. 

Hal yang bisa dilakukan hanya intervensi harga dengan meningkatkan daya beli. Misalnya menggelar operasi pasar yang ditujukan ke masyarakat kurang mampu. 

Pemerintah daerah memang tidak bisa mengeluarkan keputusan untuk mengendalikan harga. Maka solusinya cuma membantu tingkatkan daya beli.

"Dengan cara itu masyarakat kurang mampu tetap bisa mendapatkan barang, meski harganya mahal. Seperti minyak goreng, kami inginnya warga kurang mampu tetap bisa punya minyak goreng, sehingga diadakan operasi pasar," ujar Reka.

Di luar itu, masyarakat sekarang juga sudah bisa memilih. Kalau mendapati harga barang yang tinggi akan beralih cari harga barang yang lebih murah. 

Reka berharap, meski harga bahan pokok tinggi, namun barang tersebut tetap tersedia di pasaran. Seperti minyak goreng, meski mahal, diharapkan tetap ada.

( Tribunlampung.co.id / Tri Yulianto )

Sumber: Tribun Lampung
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved