Berita Lampung
KPK Geledah FMIPA dan FISIP Unila, Bawa Tiga Koper Berkas
KPK melakukan penggeledahan di sejumlah tempat terkait kasus dugaan korupsi di Unila, Rabu (14/9/2022).
Penulis: Bayu Saputra | Editor: Gustina Asmara
Tribunlampung.co.id, Bandar Lampung - Tim Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara maraton melakukan penggeledahan di Lampung dan di lingkungan Universitas Lampung.
Pada Rabu, tim penyidik KPK menggeledah gedung dekanat FMIPA dan FISIP Universitas Lampung.
Penggeledahan ini masih terkait kasus dugaan suap yang menyeret mantan Rektor Unila Prof Karomani dan tiga rekannya.
Seperti diketahui, Karomani ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di lingkungan Unila. Ia diduga menerima suap hingga Rp 5 miliar dari orangtua mahasiswa yang mengikuti seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri Unila.
Awalnya, KPK menggeledah dekanat FMIPA sekitar pukul 08.30-14.20 WIB.
Tim memeriksa semua ruangan termasuk ruang dekan dan wakil dekan.
Tidak hanya itu, dekan dan seluruh tenaga pendidik yang ada di FMIPA juga ikut diperiksa KPK.
Saat keluar dari gedung dekanat FMIPA, KPK membawa sejumlah dokumen yang dimasukkan ke dalam satu koper berwarna merah.
"Tadi KPK membawa surat-surat terkait penerimaan mahasiswa baru dan kuota mahasiswa baru," kata Dekan FMIPA Unila Dr. Suripto Dwi Nyono.
Menurutnya, selain dirinya, seluruh jajaran di FMIPA juga ditanyai KPK terkait mekanisme penerimaan mahasiswa baru.
Setelah dari FMIPA, tim KPK meluncur ke dekanat FISIP Unila. Tim melakukan penggeledahan selama 4 jam-an, dari pukul 14.30-18.15 WIB. Sama seperti di FMIPA, di FISIP pun, tim KPK memeriksa dekan dan para wakil dekan.
Usai melakukan penggeledahan di dekanat FISIP, penyidik KPK terlihat keluar membawa berkas-berkas yang dimasukkan ke dalam 2 koper besar, 2 tas ransel dan satu tas jinjing.
Dekan FISIP Unila Ida Nurhaida saat diwawancarai awak media, Rabu (14/9) di depan dekanat menuturkan, KPK memeriksa Fisip seperti juga fakultas yang lainnya yang sudah lebih dulu diperiksa.
Ia mengatakan, penyidik KPK bertanya seputar penerimaan mahasiswa baru dari tahun 2019-2022. Adapun berkas-berkas yang dibawa KPK yakni dokumen penerimaan mahasiswa baru (PMB) tahun 2019-2022.
"Kalau kopernya punya KPK dan isinya hanya surat yang berkaitan dengan proses PMB. Surat PMB yang diamankan itu, mulai dari undangan lalu pengawasan dan seterusnya," kata Ida.
Ida menuturkan, pihak siap memberi keterangan kembali jika memang dibutuhkan. "Jadi tim KPK hanya minta dokumen dan menanyai proses administrasi PMB. Barang bukti yang diamankan berasal dari arsip Fisip," tambahnya.
Latarbelakang Kasus
Untuk diketahui, sebelumnya KPK menetapkan empat tersangka dalam kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di Unila. Keempatnya yakni, Rektor Unila Prof Karomani, Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi, Ketua Senat Unila Muhammad Basri, serta swasta, Andi Desfiandi.
Karomani, Heryandi, dan Basri, saat ini sudah dicopot dari jabatannya masing-masing.
Karomani dkk diduga menerima suap hingga Rp 5 miliar dari orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri. Penerimaan uang itu dilakukan Karomani melalui sejumlah pihak.
Rinciannya, diterima dari Mualimin selaku dosen yang diminta mengumpulkan uang oleh Karomani senilai Rp603 juta. Rp575 juta di antaranya sudah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani.
Kemudian, diterima dari Budi Sutomo selaku Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Unila dan M Basri senilai Rp 4,4 miliar, dalam bentuk tabungan deposito, emas batangan dan uang tunai. Sehingga, total uang yang diduga diterima oleh Karomani dkk mencapai Rp 5 miliar.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, uang miliaran rupiah tersebut diduga dikumpulkan oleh Karomani dkk dari sejumlah orang tua mahasiswa yang diluluskan via jalur mandiri Unila. Setiap pihak keluarga mahasiswa diduga menyetor uang yang beragam agar anak atau kerabatnya lulus dalam seleksi mandiri tersebut.
"Terkait besaran nominal uang yang disepakati antara pihak KRM (Karomani) diduga jumlahnya bervariasi dengan kisaran minimal Rp100 juta sampai Rp350 juta untuk setiap orang tua peserta seleksi yang ingin diluluskan," kata Ghufron dalam konferensi pers di kantornya, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022).
Kasus yang menjerat Karomani dkk bermula dari giat operasi tangkap tangan (OTT), Jumat (19/8/2022) di wilayah Lampung, Bandung, dan Bali. Adapun dalam OTT, KPK telah mengamankan barang bukti yang diduga merupakan suap tersebut.
Barang bukti itu yakni uang senilai Rp 414,5 juta, deposito bank senilai Rp 800 juta, kunci save deposit boks diduga isi emas setara Rp 1,4 miliar, dan kartu ATM serta buku tabungan yang berisi Rp 1,8 miliar.
Atas perbuatannya, Karomani, Heryandi, dan Basri selaku tersangka penerima suap dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. Sementara, Andi Desfiandi selaku pemberi suap dijerat dengan Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Tipikor.(bayu saputra)