Berita Lampung
Mantan Siswi MAN I Pesisir Barat Dilaporkan Hilang setelah Dikeluarkan dari Sekolah
Mantan siswi MAN I Krui Pesisir Barat yang hilang tersebut berciri-ciri kulit kuning langsat dengan setinggi 160 sentimeter dan berambut panjang.
Tribunlampung.co.id, Pesisir Barat - Mantan siswi Madrasyah Aliyah Negeri (MAN I) Krui Pesisir Barat Lampung dilaporkan hilang sesudah dikeluarkan dari sekolah.
Mantan siswi MAN I Krui, Pesisir Barat ini dikeluarkan pihak sekolah karena telah melakukan perbuatan yang melanggar disiplin berat.
Mantan siswi MAN I Krui Pesisir Barat yang hilang tersebut berciri-ciri kulit kuning langsat dengan setinggi 160 sentimeter dan berambut panjang.
Diketahui, terakhir mantan siswi MAN I Krui Pesisir Barat yang hilang ini mengenakan pakaian jaket berwarna hijau, celana jeans panjang warna hitam dan sepatu warna putih.
Diketahui seorang mantan siswi Madrasyah Aliyah Negeri (MAN I) Krui Pesisir Barat Lampung dikabarkan hilang dari rumahnya sejak Minggu (6/11/2022).
Dugaanya mantan siswi MAN I Krui Pesisir Barat Lampung ini kabur usai dikeluarkan dari sekolahnya.
Baca juga: Kisah Barnawi Pemilik Kera Pemetik Buah Kelapa di Pesisir Barat, Latih Kera Selama 4 Bulan
Baca juga: Gajah Ngamuk, Rusak Gubuk hingga Injak-injak Petani di Lampung Timur
MAN1 Krui Pesisir Barat Lampung sebelumnya mengeluarkan atau memindahkan 13 siswa dan siswi setelah melanggar kedisiplinan.
Kapolsek Pesisir Tengah Kompol Zaini Dahlan mendampingi Kapolres Lampung Barat AKBP Heri Sugeng Priyantho, membenarkan kejadian hilangnya mantan siswi MAN I Krui Pesisir Barat.
Mantan siswi MAN I tersebut tidak ditemukan usai meninggalkan rumahnya. Lantas orang tua melaporkan ke Polsek Pesisir Tengah.
"Benar kita telah menerima laporan adanya orang hilang tersebut," jelasnya.
Laporan orang hilang itu, menurut Kompol Zaini Dahlan, berinisial JR yang berstatus masih pelajar.
Laporan tersebut tertuang dalam laporan polisi nomor : SKTL-OH/755/XI/2022/SPKT/SEK PETENG/RES LAMBAR/POLDA LPG, tanggal 9 November 2022 dengan pelapor atas nama Yu (52) warga Pasar Mulia Selatan.
Dijelaskanya, siswi yang hilang meninggalkan rumah tersebut berciri kulit putih langsat, tinggi 160 centimeter, rambut panjang.
Dengan mengenakan pakaian jaket berwarna hijau, celana jeans panjang warna hitam dan sepatu warna putih.
"Diduga korban hilang meninggalkan rumah itu dengan berjalan kaki," jelasnya.
"Berdasarkan keterangan dari ibu korban, bahwa kejadian itu bermula pada Sabtu (5/11) sekitar pukul 22.00 WIB, anaknya itu pamit untuk tidur di kamarnya," sambungnya.
Lalu, keesokan harinya pada Minggu (6/11/2022) sekira pukul 01.00 WIB ayah korban mengecek anaknya yang pamit tidur tersebut di dalam kamarnya.
Namun saat dicek ayah korban itu tidak menemukan anaknya di dalam kamar dan mendapati pintu dapur sudah dalam keadaan terbuka.
"Kemudian, suaminya itu keluar rumah untuk melakukan pencarian di seputaran pantai Kuala Stabas, namun tidak ditemukan," ungkap Zaini saat ceritakan laporan orang tua mantan siswi itu.
Lanjutnya, orang tua korban tersebut berusaha mencari keberadaan anaknya tersebut dan menghubungi teman-teman, serta kerabatnya, namun tidak ada yang mengetahui keberadaannya.
Baca juga: Istri Korban Syok Berat, Truk Tangki Renggut Nyawa Bapak Anak di Jalintim Mesuji
Baca juga: Atap Kantor Runtuh, 5 Pegawai Dinas SDA Lampung Tengah Dilarikan ke Puskesmas
Pihak orangtuanya itu melaporkan kejadian tersebut ke Polsek Pesisir Tengah.
"Terkait kejadian ini, kita juga meminta jika ada yang melihat atau mengetahui ciri-ciri orang tersebut diharapkan segera menghubungi orangtuanya dengan nomor telpon 081231521029, atau menghubungi Polsek setempat," ungkap Kapolsek.
Diberitakan sebelumnya, Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak dan Keluarga Berencana (DP3AKB) Pesisir Barat tanggapi keputusan pihak MAN I Krui yang mengeluarkan 13 siswa dari sekolah karena melanggar aturan kedisiplinan.
Capai 100 Poin Pelanggaran
Kepala Dinas P3AKB Kabupaten Pesisir Barat Budi Wiyono menyesalkan adanya kejadian tersebut.
“Kita tidak membenarkan tindakan anak-anak didik tersebut dalam melakukan pelanggaran, namun kita juga tidak sependapat dengan sanksi yang diberikan oleh sekolah berupa di suruh pindah ke sekolah lain," jelasnya.
Sebab kata dia, terkait kenakalan anak sekolah tersebut merupakan tanggung jawab bersama, mulai dari orang tua, pihak sekolah dan lainnya.
Lanjutnya, pihaknya akan memfasilitasi agar anak-anak yang dikeluarkan tersebut untuk bisa sekolah kembali.
"Karena namanya anak-anak mungkin saat ini mereka nakal tapi suatu saat mereka bakalan berubah," katanya.
Namun dalam mendidik anak-anak itu agar menjadi lebih baik harus ada kerjasama dari pihak sekolah dan orang tua.
Selanjutnya, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kemenag Provinsi Lampung terkait permaslahan tersebut.
"Karena MAN itu kan di bawah naungan Kemenag bukan Dinas Pendidikan, kita sudah laporkan agar anak-anak tersebut agar bisa sekolah kembali," ungkapnya.
Selain itu, pihaknya juga akan memberikan pendampingan psikologi bagi anak-anak tersebut.
Sebab ditakutkan anak-anak tersebut mengalami trauma karena mendapatkan omongan dari kawan-kawannya.
"Kita lakukan pendampingan untuk beban pisikisnya dan kita akan edintifikasi sebenarnya permasalahannya apa," ucapnya.
"Kita juga berharap anak-anak yang mengalami gangguan pisikis dengan kasus ini bisa pulih kembali," sambungnya.
Selanjutnya, pihaknya menghimbau kepada sekolah MAN I Krui untuk mepertimbangkan kembali sanksi yang diberikan.
Sebab anak anak itu kata dia, sebagaimana disebutkan dalam Perpres wajib belajar 12 tahun.
Diberitakan sebelumnya, Direktur Lembaga Pemerhati Hak Perempuan dan Anak (LPHPA) Provinsi Lampung Toni Fisher angkat bicara terkait keputusan yang diambil oleh pihak Sekolah MAN I Krui yang memberikan sanksi berat kepada 13 siswa yang melanggar aturan kedisiplinan.
Diketahui ke 13 siswa tersebut diarahkan pihak sekolah untuk mencari sekolah lain sebab telah melanggar kedisplinan dan telah mencapai jumlah 100 poin pelanggaran.
Toni Fisher selaku pemerhati hak perempuan dan anak mempertanyakan keputusan yang diambil oleh pihak sekolah MAN I Krui tersebut.
Menurutnya, seharusnya pihak sekolah MAN I Krui memahami penerapan sekolah ramah anak yang dicetuskan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian pendidikan, kementrian agama dan kementrian PPPA.
"Semestinya Kepala Sekolah MAN I Krui itu memahami bahwa dalam program sekolah ramah anak tidak hanya berbicara infrastruktur saja, tapi bagaimana paradigma mendidik dan mengajar ada perubahan," jelasnya.
Para pendidik dan warga sekolah itu kata dia, semestinya harus mengerti dan memahami hak-hak anak.
Sekolah juga seharusnya punya program yang berbasis hak anak.
"Hal itu tertera di Undang – undang perlindungan anak juga tertera jelas di konvensi hak anak melalui Kepres 36 tahun 1990," katanya.
"Di sana dijelaskan dalam pasal 28, 29 tentang hak-hak anak di bidang pendidikan, dan juga tertera di pasal 54 undang undang perlindungan anak," sambungnya.
Lanjutnya, ia mendorong agar Kemenag Provinsi Lampung untuk mengadakan evaluasi dan monitoring pelaksanaan penerapan madrasah ramah anak di sekolah tersebut.
Sehingga perlindungan anak benar- benar dilakasanakan oleh semua pihak stakeholder.
Kemudian, Toni Fisher juga meminta pihak sekolah agar memperhatikan karakter lingkungan daerah dan keadaan jaman dalam membuat aturan tata tertib sekolah.
"Seharusnya bila sekolah mau membuat peraturan tata tertib sekolah harus melihat juga pada karakter lingkungan daerah serta keadaan jaman," ungkapnya.
Sementara itu Plt. Kepala sekolah MAN1 Krui Hifzon Kurnia menjelaskan alasan pihak sekolah mengeluarkan ke 13 siswanya karena pelanggaran disiplin.
Menurutnya, para siswa-siswi tersebut dikeluarkan atau diarahkan mencari sekolah lain karena sudah banyak melakukan pelanggaran.
"Seperti satu orang siswa itu ketahuan merokok dan viral di media sosial (medsos), dua orang siswa lainya mabuk sampai mengakibatkan orang lain cidera," jelasnya.
Kemudian kata dia, baru-baru ini terjadi lagi video viral yang menunjukan tujuh siswi mabuk di tempat pariwisata Tanjung Setia.
Lalu ada juga siswa melakukan percobaan pencurian.
"Tapi yang satu ini tidak kita pindahkan karena adanya perjanjian diatas materai untuk tidak mengulangi kembali," jelas Hifzon.
“Jadi kami dari pihak sekolah menggarahkan anak-anak yang melakukan pelangaran disiplin ini dengan jumlah poin pelangaran 100 poin," bebernya.
Namun kata dia, sebelum jumlah poin siswa-siswi itu genap seratus, pihaknya sudah melakukan pembinaan dan memanggil orang tua murid tersebut.
(Tribunlampung.co.id/Saidal Arif)