Berita Terkini Nasional

KPK Geledah Ruang Kerja Gubernur Jatim, Firli Bahuri: Tidak Pandang Bulu

Ruang kerja Gubernur Jawa Timur dan Wakil Gubernur Jatim diperiksa KPK, Firli Bahuri memastikan lembaganya profesional.

Kolase Tribunnews.com
Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak terkait perkara suap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. 

Tribunlampung.co.id, Jawa Timur - Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) menggeledah ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak.

Penggeledahan KPK di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak terkait dengan perkara suap Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak. 

Terkait penggeledahan ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak, Ketua KPK Firli Bahuri memastikan bila pihaknya tidak pandang bulu. 

Firli Bahuri memastikan bila itu adalah prinsip KPK. Ia pun meyakinkan bila lembaga antirasuah tersebut akan bekerja secara profesional.

Ketua KPK Firli Bahuri memastikan lembaganya tidak dapat pesanan dari pihak manapun terkait penggeledahan di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa dan Wakil Gubernur Jatim Emil Dardak.

Baca juga: Legislator Partai Golkar Kena OTT KPK, Jabat Wakil Ketua DPRD Jawa Timur

Baca juga: Wakil Ketua DPRD Jatim Kena OTT KPK setelah Terima Komisi Penyaluran Dana Hibah

Pensiunan polisi jenderal bintang tiga itu menegaskan bahwa KPK, instansi yang dipimpinnya itu bekerja secara profesional.

"KPK bekerja tidak pandang bulu, karena itu adalah prinsip kerja KPK. Namun harus diingat bahwa KPK tidak akan mentersangkakan seseorang kecuali karena perbuatannya atau keadaannya berdasarkan bukti permulaan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana," ujar Firli Bahuri, Jumat (23/12/2022).

Firli Bahuri menerangkan, tugas dan kerja KPK diatur dalam Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 atas perubahan kedua UU Nomor 30 Tahun 2002. 

Dimana, dalam UU tersebut dijelaskan bahwa KPK adalah lembaga negara dalam rumpun eksekutif yang pelaksanaan tugas serta wewenangnya tidak terpengaruh kepada kekuasaan manapun.

"KPK bekerja profesional sesuai asas pelaksanaan tugas pokok KPK dan tidak terpengaruh kepada kekuasaan manapun," katanya.

Sebelumnya, penyidik KPK menggeledah ruang kerja Khofifah dan Emil Dardak pada Rabu (21/12/2022). 

Penggeledahan tersebut dilakukan untuk mencari bukti tambahan terkait dugaan suap alokasi dana hibah Pemprov Jatim

Tak hanya itu, KPK juga menggeledah ruang dan kantor Sekretariat Daerah (Sekda) Jatim serta kantor Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) dan Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeda) Jatim

Dari penggeledahan tersebut, KPK mengamankan sejumlah dokumen diduga terkait suap Sahat Simanjuntak.

Sejauh ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait pengurusan alokasi dana hibah yang bersumber dari APBD Jatim

Keempat tersangka tersebut yakni, Wakil Ketua DPRD Jatim asal Golkar, Sahat Tua P. Simanjuntak (STPS).

Kemudian, Staf Ahli Sahat, Rusdi (RS); Kepala Desa Jelgung, Kabupaten Sampang, sekaligus Koordinator Kelompok Masyarakat (Pokmas), Abdul Hamid (AH); serta Koordinator Lapangan Pokmas, Ilham Wahyudi (IW) alias Eeng.

Sahat Simanjuntak diduga telah menerima uang senilai Rp5 miliar terkait pengurusan alokasi dana hibah untuk Kelompok Masyarakat (Pokmas). 

Adapun, uang suap tersebut berasal dari Abdul Hamid dan Ilham Wahyudi yang merupakan Koordinator Pokmas.

Baca juga: KPK Segera Limpahkan Berkas Mantan Rektor Universitas Lampung Prof Karomani ke Pengadilan

Baca juga: KPK Periksa Dosen ITB Terkait Kasus Korupsi PMB Unila yang Menyeret Karomani Cs

Uang suap tersebut diterima Sahat melalui orang kepercayaannya, Rusdi. 

Diduga, Sahat telah menerima suap terkait pengurusan alokasi dana hibah Jatim tersebut sejak 2021. 

Saat ini, KPK sedang mendalami aliran dana penggunaan uang suap tersebut.

Tak Ada Dokumen yang Dibawa

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penggeledahan di ruang kerja Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, Jalan Pahlawan Surabaya pada Rabu malam (21/12/2022).

Mantan menteri sosial itu menyatakan, tidak ada dokumen dari ruang kerjanya. yang dibawa petugas KPK.

Hal yang sama juga terjadi saat penggeledahan di ruang kerja wakil gubenur Jatim Emil Dardak.

Sementara dari ruang Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Jatim, KPK menyita flashdisk.

"Yang terkonfirmasi di ruang gubernur tidak ada dokumen yang dibawa, di ruang wagub tidak ada dokumen yang dibawa. Di ruang sekda ada flashdisk yang dibawa. Posisinya seperti itu," ujar dia dikutip dari Kompas TV, Kamis (22/12/2022).

Ia pun menegaskan, bahwa dirinya, Emil Dardak serta Sekretaris Daerah Provinsi Adhy Karyono menghormati proses yang tengah berlangsung di KPK.

"Kami semua jajaran Pemprov Jatim siap untuk membantu dan mendukung data jika dibutuhkan KPK," ujarnya.

Penyidik KPK Bawa 3 Koper

Dikutip dari TribunJatim.com, penyidik KPK membawa tiga koper saat keluar dari kantor Gubernur Jawa Timur.

Terdapat dua koper berukuran jumbo dan satu koper lainnya berukuran lebih kecil, yang dibawa penyidik pada Rabu sekira pukul 19.35 WIB.

Seorang penyidik KPK pun mengaku membawa sejumlah berkas atau dokumen dalam pemeriksaan tersebut.

Sebagai informasi, penggeledahan di lingkungan Pemprov Jatim disebut terkait dengan Operasi Tangkap Tangan (OTT) kasus dugaan suap pengurusan dana hibah yang menjerat Wakil Ketua DPRD Jatim, Sahat Tua Simanjuntak.

Adhy Karyono, tak memungkiri pemeriksaan yang dilakukan penyidik KPK itu masih ada kaitannya dengan OTT terhadap Wakil Ketua DPRD Jatim.

"Ya pasti ada hubungannya," ujarnya, Rabu.

Kena OTT Terima Komisi Pengelolaan Dana Hibah

Wakil Ketua DPRD Jawa Timur atau Jatim, Sahat Tua Simanjuntak kena operasi tangkap tangan atau OTT KPK setelah menerima komisi atas pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat.

Komisi yang diterima Wakil Ketua DPRD Jawa Timur tersebut sebesar Rp 1 miliar. Uang sebanyak itu sebagai barang bukti suap oleh KPK.

Ternyata Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka KPK tidak kali ini saja menerima suap dari pengelolaan dana hibah kelompok masyarakat.

KPK membeberkan duduk perkara giat OTT yang dilakukan di Surabaya, Jawa Timur pada Rabu (14/12/2022).

Tidak hanya Wakil Ketua DPRD Jawa Timur Sahat Tua Simanjuntak, KPK juga mengamankan tiga orang lainnya dari perkara tersebut.

Sehingga  OTT KPK berhasil mengamankan empat orang tersangka termasuk Wakil Ketua DPRD Jawa Timur, Sahat Tua Simanjuntak.

Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak mengungkapkan, OTT yang dilakukan terkait dugaan suap penyaluran dana hibah tahun anggaran 2020 dan 2021 kepada Sahat.

Johanis mengatakan untuk tahun anggaran 2020-2021, total anggaran yang digelontorkan untuk dana hibah sebesar Rp 7,8 triliun.

Dana tersebut disalurkan melalui lembaga, organisasi, dan kelompok masyarakat untuk proyek pembangunan infrastruktur di Jawa Timur.

Adapun besaran anggaran ini merupakan usulan dari anggota DPRD Jawa Timur dan salah satunya adalah Sahat Tua Simanjuntak.

Setelah disetujui, Sahat pun menawarkan diri bagi lembaga, organisasi, dan kelompok masyarakat untuk mempermudah penyaluran dana hibah tersebut dengan diawali pemberian uang muka atau 'ijon' bagi yang bersedia.

"Tersangka STPS (Sahat Tua Simanjuntak) yang menjabat sebagai anggota DPRD dan sekaligus Wakil Ketua DPRD Jawa Timur periode 2019-2024 menawarkan diri untuk membantu, dan memperlancar pengusulan pemberian dana hibah tersebut dengan adanya kesempatan pemberian sejumlah uang sebagai uang muka atau ijon," kata Johanis dalam konferensi pers yang digelar di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (16/12/2022) dikutip dari YouTube KPK.

Tawaran Sahat ini pun disambut oleh kepala desa Jelgung, Kecamatan Robatal, Kabupaten Sampang sekaligus Koordinator kelompok masyarakat (Pokmas) berinisial AH.

Johanis mengatakan ada kesepakatan antara Sahat dan AH selain uang muka untuk mempermudah penyaluran dana hibah.

Yaitu pembagian komisi fee dari dana hibah yang disalurkan.

Adapun komisi atau fee yang diperoleh Sahat adalah 20 persen sedangkan AH 10 persen.

"Setelah adanya pembayaran komitmen fee ijon, maka tersangka STPS juga mendapatkan bagian 20 persen dari penyaluran dana hibah yang akan disalurkan. Sementara tersangka AH mendapat bagian 10 persen," jelas Johanis.

Johanis mengatakan, total dana hibah yang diterima AH lewat kerjasama dengan Sahat dari tahun 2020 hingga 2021 sejumlah Rp 80 miliar.

Kerjasama untuk memuluskan dana hibah untuk disalurkan ke AH ini pun terjalin kembali ketika dirinya menghubungi Sahat.

Uang ijon sebesar Rp 2 miliar pun telah disiapkan oleh AH untuk diberikan kepada Sahat melalui koordinator lapangan Pokmas, IW alias ENG sebagai uang muka agar mempermudah penyaluran dana hibah.

"Mengenai realisasi uang ijon tersebut dilakukan pada tanggal 13 Desember 2022 di mana tersangka AH melakukan penarikan tunai sebesar Rp 1 miliar dalam pecahan mata uang rupiah di salah satu bank di Sampang yang kemudian diserahkan ke tersangka IW untuk dibawa ke Surabaya," kata Johanis.

Kemudian, IW pun bertemu dengan RS, staf ahli DPRD Jawa Timur sekaligus orang kepercayaan Sahat dan menyerahkan uang muka sebesar Rp 1 miliar di salah satu mal di Surabaya.

Setelah itu, melalui perintah Sahat, RS pun langsung menukarkan uang tersebut ke mata uang dolar Singapura dan dolar AS di salah satu money changer.

"Tersangka RS kemudian menyerahkan uang tersebut pada tersangka STPS di salah satu ruangan yang ada di Gedung DPRD Jawa Timur," ujar Johanis.

Sementara, sisa uang yang belum diserahkan direncanakan akan diberikan pada Jumat (16/12/2022).

Johanis menyebut uang ijon yang diterima Sahat selama melakukan modus penyaluran dana hibah ini sekitar Rp 5 miliar.

Akibatnya, AH dan IW alias ENG selaku pemberi suap disangkakan dengan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b atau pasal 13 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Sementara Sahat dan RS sebagai penerima disangkakan dengan pasal 12 huruf a atau huruf b juncto pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

(Tribunlampung.co.id)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved